Friday, 31 October 2008
Segera Selamatkan Petani Sawit
JAMBI – Pasca anjloknya harga, kelapa sawit telah menjadi bencana bagi petani kelapa sawit di Jambi .
Sudah saatnya pemerintah melonggarkan kesengsaraan mereka dengan melakukan beberapa langkah. Diantaranya melakukan pertemuan dengan pihak perbankan untuk bernegosiasi tentang pemberian kelonggaran waktu bagi para petani membayar kredit kepada pihak pebankan.
Beberapa masukan lainnya, pemerintah juga harus melahirkan Perpu tentang jaminan dan perlindungan bagi petani terutama petani kelapa sawit dan ini harus dimulai dari Propinsi Jambi. Pemerintah Provinsi Jambi dalam jangka panjang tidak lagi bertopang pada ekonomi kelapa sawit, tapi memberikan ruang bagi pertanian-pertanian lokal lainnya. Hentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit, dan atur tata niaga kelapa sawit. Jangan utamakan pasar ekspor. Dorong produk kelapa sawit di Provinsi Jambi habis dikonsumsi di pasar dan masyarakat Jambi, artinya pemerintah harus mendorong industri hilir seperti sabun, minyak goreng, mentega dan lainnya.
Demikian rekomendasi yang terangkum dari hasil diskusi di Aula IAIN Sultan Thaha Telanaipura kemarin (30/10). Diskusi ini menghadirkan langsung para petani sawit, Yayasan SETARA, Komite Kerja Perjuangan Buruh (KKPB) Jambi, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Jambi, Yayasan CAPPA, para mahasiswa, anggota BEM dari berbagai universitas dan organiasi mahasiswa, kalangan pers dan organisasi masyarakat lainnya.
Keuntungan yang berlipat ditingkat petani kelapa sawit pada masa jayanya (2006-2008) telah melahirkan budaya konsumtif ditingkat petani. “ Jika dulu petani kelapa sawit hanya memiliki 1 kavling kebun sawit karena dianggap menjanjikan, petani pun memperluas kebunnya dengan dukungan dari perbankan, petani yang dulu bertani pangan lokal, kini berubah profesi menjadi petani sawit, petani sawit yang dulu hanya bisa jalan kaki, kini sudah punya sepeda motor, dan bahkan sangat jarang petani kelapa sawit yang tidak membeli kendaraan roda dua. Ini adalah akibat booming kelapa sawit,” Rukaiyah Rofiq, Direktur Yayasan SETARA Jambi.
“Kondisi saat ini telah pula menyebabkan kami petani terpukul, penyebabnya adalah hutang di bank yang menumpuk dan tidak mampu lagi mampu membayarnya karena harga TBS yang rendah. Para petani bahkan kini harus mengembalikan motor dan mobil yang kami beli melalui leasing karena tak lagi mampu bayar, ” ujar Rusli, salah satu petani sawit asal Merangin, kemarin.
Tahun 2006-2008 kelapa sawit dan petaninya mengalami masa keemasan, penghujung tahun 2008, krisis di Amerika telah mengubahnya menjadi bencana yang menghancurkan. Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang turun akibat rendahnya permintaan pasar ekspor telah memporak-porandakan perekonomian petani kelapa sawit. Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang sempat menyentuh level Rp 2.100/Kg kini hanya bertahan pada kisaran harga Rp 200 – Rp 300/Kg, bahkan ada yang melorot hingga Rp 80/Kg.
Tapi siapa sangka, jika krisis di Amerika yang dimulai dari kredit macet perumahan dampaknya sampai di indonesia? sampai di propinsi Jambi? Siapa sangka krisis di Amerika itu telah merontokkan harga TBS milik petani di Propinsi Jambi?
Tak hanya itu, informasi dari aktivis Yayasan SETARA Jambi yang menjadi pendamping petani kelapa sawit, di wilayah Hitam Ulu, Kabupaten Merangin, 1 orang petani kelapa sawit bunuh diri karena tidak mampu lagi membayar hutang di bank.
Sementara para petani terpuruk, pemerintah malah ramai-ramai menyelamatkan kalangan berduit atau orang kaya. Pada saat yang sama pemerintah memberikan insentif bagi kelompok berduit. Petani kelapa sawit di minta untuk terus bersabar jika bangkrut, disaat yang sama, pemerintah Indonesia memberikan jaminan dan perlindungan perbankan bagi kelompok berduit tidak bangkrut. “Ini jelas tidak Adil, dimana posisi pemerintah ketika petani kelapa sawit bangkrut?,” lanjut peserta diskusi lainnya, Baya. Jika pemerintah berani memberi jaminan kepada para pengusaha dan kelompok berduit, pemerintah juga harus bertanggung jawab untuk memberikan subsidi harga TBS untuk petani, lanjut Baya. (dpc)
Segera Selamatkan Petani Sawit
JAMBI – Pasca anjloknya harga, kelapa sawit telah menjadi bencana bagi petani kelapa sawit di Jambi .
Sudah saatnya pemerintah melonggarkan kesengsaraan mereka dengan melakukan beberapa langkah. Diantaranya melakukan pertemuan dengan pihak perbankan untuk bernegosiasi tentang pemberian kelonggaran waktu bagi para petani membayar kredit kepada pihak pebankan.
Beberapa masukan lainnya, pemerintah juga harus melahirkan Perpu tentang jaminan dan perlindungan bagi petani terutama petani kelapa sawit dan ini harus dimulai dari Propinsi Jambi. Pemerintah Provinsi Jambi dalam jangka panjang tidak lagi bertopang pada ekonomi kelapa sawit, tapi memberikan ruang bagi pertanian-pertanian lokal lainnya. Hentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit, dan atur tata niaga kelapa sawit. Jangan utamakan pasar ekspor. Dorong produk kelapa sawit di Provinsi Jambi habis dikonsumsi di pasar dan masyarakat Jambi, artinya pemerintah harus mendorong industri hilir seperti sabun, minyak goreng, mentega dan lainnya.
Demikian rekomendasi yang terangkum dari hasil diskusi di Aula IAIN Sultan Thaha Telanaipura kemarin (30/10). Diskusi ini menghadirkan langsung para petani sawit, Yayasan SETARA, Komite Kerja Perjuangan Buruh (KKPB) Jambi, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Jambi, Yayasan CAPPA, para mahasiswa, anggota BEM dari berbagai universitas dan organiasi mahasiswa, kalangan pers dan organisasi masyarakat lainnya.
Keuntungan yang berlipat ditingkat petani kelapa sawit pada masa jayanya (2006-2008) telah melahirkan budaya konsumtif ditingkat petani. “ Jika dulu petani kelapa sawit hanya memiliki 1 kavling kebun sawit karena dianggap menjanjikan, petani pun memperluas kebunnya dengan dukungan dari perbankan, petani yang dulu bertani pangan lokal, kini berubah profesi menjadi petani sawit, petani sawit yang dulu hanya bisa jalan kaki, kini sudah punya sepeda motor, dan bahkan sangat jarang petani kelapa sawit yang tidak membeli kendaraan roda dua. Ini adalah akibat booming kelapa sawit,” Rukaiyah Rofiq, Direktur Yayasan SETARA Jambi.
“Kondisi saat ini telah pula menyebabkan kami petani terpukul, penyebabnya adalah hutang di bank yang menumpuk dan tidak mampu lagi mampu membayarnya karena harga TBS yang rendah. Para petani bahkan kini harus mengembalikan motor dan mobil yang kami beli melalui leasing karena tak lagi mampu bayar, ” ujar Rusli, salah satu petani sawit asal Merangin, kemarin.
Tahun 2006-2008 kelapa sawit dan petaninya mengalami masa keemasan, penghujung tahun 2008, krisis di Amerika telah mengubahnya menjadi bencana yang menghancurkan. Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang turun akibat rendahnya permintaan pasar ekspor telah memporak-porandakan perekonomian petani kelapa sawit. Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang sempat menyentuh level Rp 2.100/Kg kini hanya bertahan pada kisaran harga Rp 200 – Rp 300/Kg, bahkan ada yang melorot hingga Rp 80/Kg.
Tapi siapa sangka, jika krisis di Amerika yang dimulai dari kredit macet perumahan dampaknya sampai di indonesia? sampai di propinsi Jambi? Siapa sangka krisis di Amerika itu telah merontokkan harga TBS milik petani di Propinsi Jambi?
Tak hanya itu, informasi dari aktivis Yayasan SETARA Jambi yang menjadi pendamping petani kelapa sawit, di wilayah Hitam Ulu, Kabupaten Merangin, 1 orang petani kelapa sawit bunuh diri karena tidak mampu lagi membayar hutang di bank.
Sementara para petani terpuruk, pemerintah malah ramai-ramai menyelamatkan kalangan berduit atau orang kaya. Pada saat yang sama pemerintah memberikan insentif bagi kelompok berduit. Petani kelapa sawit di minta untuk terus bersabar jika bangkrut, disaat yang sama, pemerintah Indonesia memberikan jaminan dan perlindungan perbankan bagi kelompok berduit tidak bangkrut. “Ini jelas tidak Adil, dimana posisi pemerintah ketika petani kelapa sawit bangkrut?,” lanjut peserta diskusi lainnya, Baya. Jika pemerintah berani memberi jaminan kepada para pengusaha dan kelompok berduit, pemerintah juga harus bertanggung jawab untuk memberikan subsidi harga TBS untuk petani, lanjut Baya. (dpc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar