Padang, Kompas - Untuk memulihkan harga kelapa sawit yang anjlok, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengundang investor untuk membuat industri hilir. Industri ini dinilai mampu menyerap produksi kelapa sawit dari Sumbar sehingga harga jual kelapa sawit akan terdongkrak.
Saat ini, harga tandan buah segar kelapa sawit di sejumlah daerah di Sumbar menyentuh angka Rp 600 per kilogram.
Sekitar satu bulan lalu, harga kelapa sawit bisa mencapai Rp 2.000 per kilogram.
Asisten Bidang Perekonomian Pemprov Sumbar Surya Dharma Sabirin, Sabtu (11/10), mengatakan, saat ini sudah ada dua investor yang tertarik untuk menjajaki kemungkinan membuka pabrik pengolahan minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Sumbar.
”Kami berpikir untuk tidak hanya berorientasi pada ekspor CPO, tetapi membangun industri hilir kelapa sawit, seperti sabun dan mentega. Saat ini sudah ada dua investor yang mau bekerja sama dengan pemilik kebun sawit untuk membuat industri hilir,” kata Surya.
Saat ini, 98 persen CPO yang dihasilkan dari Sumatera Barat digunakan untuk mencukupi kebutuhan ekspor. Hanya 2 persen yang diolah menjadi minyak makan oleh sebuah perusahaan, yaitu PT Incasi Raya.
Surya mengatakan, idealnya separuh produksi CPO dipakai untuk bahan baku industri hilir di Sumatera Barat, sisanya baru diekspor. Dengan demikian, harga sawit yang anjlok akibat menurunnya harga minyak dunia bisa ditutupi dengan perdagangan CPO dalam negeri.
Jika kondisi ini tercapai, Surya optimistis harga kelapa sawit terdongkrak lagi hingga menyentuh angka ideal Rp 1.000 per kilogram. Dia menilai harga Rp 1.000 per kilogram tandan buah segar sudah memadai untuk petani kelapa sawit.
Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, sektor industri hilir CPO di Indonesia tengah digenjot agar terus meningkat. Saat ini terdapat 21 produk turunan CPO yang sudah dihasilkan perusahaan dalam negeri.
”Penguatan industri hilir selalu menjadi prioritas. Industri hilir yang sudah berkembang terutama industri dengan bahan baku CPO. Namun, kami belum menargetkan pertumbuhan sektor industri hilir,” kata Fahmi.
Fahmi menambahkan, salah satu langkah untuk mengatasi imbas krisis ekonomi global, pihaknya sudah meminta perusahaan untuk mengalihkan ekspor ke negara yang relatif aman dari dampak krisis.
Dia mengakui, ekspor ke negara yang terimbas krisis, seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, akan tersendat. Kondisi inilah yang akan memengaruhi gairah sejumlah industri. Untuk bahan pangan, umumnya industri tidak terpengaruh.
Sebelumnya, Bupati Dharma sraya Marlon Martua mengatakan, merosotnya harga kelapa sawit ini berdampak kepada petani. Mereka kesulitan membeli pupuk yang harganya mahal. Pada saat harga sawit masih tinggi, petani tidak keberatan membeli pupuk, berapa pun harganya. Namun, dengan kondisi harga sawit seperti saat ini, petani keberatan membeli pupuk yang mahal.
Pemerintah perlu mempertimbangkan lagi distribusi pupuk agar bisa terjangkau petani kelapa sawit. (ART)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar