”Sudah tak sampai separoh lagi diterima,” katanya. Berbeda dengan Muhammad, dia mengaku masih bersyukur karena buah sawit masih bisa dijual. "Tapi jika buah sawit tak terjual lagi maka kerugian akan semakin besar dan buah sawit akan menjadi busuk," katanya. Kasubdin Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Provinsi Riau Ir Feri Hc MSi selaku Ketua Tim Pelaksana rapat penetapan harga tandan buah segar (TBS) dalam kesempatan terpisah mengatakan, pihaknya telah mengambil kebijakan di antaranya, mensyaratkan PKS untuk bermitra dengan petani, khususnya petani sawit swadaya. "PKS harus mengambilkan pasokan TBS minimal 25 persen dari petani swadaya/mitra binaan, apalagi saat ini PKS yang belum memiliki kebun sebanyak 28 unit dari 138 unit PKS yang ada di Riau," ujar Feri usai rapat tim penetapan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Dinas Perkebunan Provinsi Riau kemarin.
Harga Sawit Naik
Diakui Feri, harga TBS yang anjlok tajam saat ini dialami oleh para petani sawit swadaya atau mandiri karena mereka tidak bermitra dengan PKS. Sementara untuk petani sawit yang bermitra dengan PKS, justru harga TBS mengalami kenaikan. Harga TBS umur di atas 10 tahun naik menjadi Rp1.047/kg, atau naik Rp18 dari harga sebelumnya Rp1.027/kg. Sedangkan untuk TBS kelapa sawit umur tiga tahun Rp749,59/kg, umur 4 tahun 837,61/kg, umur lima tahun 896,52. Kemudian umur enam tahun Rp922,41/kg, umur 7 tahun 957,76/kg, umur 8 tahun Rp 987,59, 9 tahun Rp1.019/kg Naiknya harga TBS saat ini menurutnya, salah satunya disebabkan permintaan CPO di luar negeri mulai meningkat. "Karena petani swadaya tersebut tidak bermitra, maka selalu di nomor duakan oleh pihak PKS. Pihak PKS lebih mendahulukan petani yang merupakan mitra binaannya, sehingga petani swadaya harus antre. Akibatnya, TBS petani swadaya tadi mengalami penyusutan dan berpengaruh terhadap kualitas komoditi, yang seharusnya agregat A menjadi agregat C, dan tentunya juga berpengaruh terhadap harga," ujarnya. Belum lagi biaya dodos/panen yang mencapai Rp100 hingga Rp200/kg yang harus dikeluarkan petani swadaya. "Faktor cuaca seperti hujan saat ini yang mengakibatkan rusaknya jalan, Sehingga mobil untuk mengangkut hasil panen tidak dapat masuk ke lokasi kebun. Akibatnya, petani harus menambah biaya angkut dan memerlukan waktu untuk menjual hasil panen itu," tambahnya. Menurut Feri, di Provinsi Riau saat ini sekitar 50 persen merupakan petani swadaya, dan 50 persen lainnya merupakan petani PIR BUMN maupun swasta. "Dari 1.700.000 hektar lahan sawit di Riau, 50 persennya dikelola petani swadaya," ungkapnya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Susilo, yang ditemui menambahkan, perlu adanya keberpihakan Pemerintah Daerah Provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengatasi persoalan infrastruktur perkebunan yang dirasakan petani saat ini. "Akses jalan yang jelek, ditambah kondisi hujan saat ini mengakibatkan petani sulit untuk mengumpulkan hasil panennya untuk kemudian dipasarkan. Untuk itu perlu keberpihakan pemerintah daerah," ujarnya.
Ia mencontohkan di Provinsi Sumatera Barat, kondisi jalan-jalan di persawahan umumnya telah diaspal, sehingga petani tidak memiliki kendala untuk mengangkut dan memasarkan hasil panennya. "Hendaknya hal seperti ini juga dilakukan di Provinsi Riau," ujarnya.(tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar