KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT / Kompas Images Bonar Simanjuntak (43) menunggu proses pengisian minyak sawit mentah di Dermaga Ujung Baru, Pelabuhan Belawan, Medan, Rabu (22/10). Tetesan minyak sawit mentah ini dijual ke penampung yang membeli dengan mengikuti harga CPO di pasar. Seiring menurunnya harga CPO, Bonar ikut menelan kenyataan pahit. Bapak dua anak ini pun tetap mencari tetesan CPO meski harganya anjlok di pasaran. |
Oleh ANDY RIZA HIDAYAT
Angin barat berarak ke Laut China Selatan. Menerpa wajah Bonar Simanjuntak (43) dan Hendrik Sinaga (41) di Terminal Curah Cair, Dermaga Ujung Baru, Pelabuhan Belawan, Medan. Sudah dua tahun keduanya meleles—mencari barang sisa—minyak sawit mentah atau CPO.
Siang itu, Rabu (22/10), para pencari barang sisa di pelabuhan ikut merasakan gejolak harga CPO. April lalu, saat harga CPO melambung tinggi menembus angka Rp 10.000 per kilogram (kg), mereka menikmati manisnya. Kali ini saat CPO jatuh pada kisaran Rp 4.000 per kg, mereka merasakan pahitnya.
Meski tanpa modal, mencari barang lelesan ternyata menjadi sumber pendapatan utama. Terutama bagi Bonar dan Hendrik. Bukan hanya warga Kampung Kurnia, Simpang Sicanang, Belawan, itu saja yang mencari lelesan. Ada sekitar 20 orang hidup dari CPO lelesan. Mereka berada di dermaga, di titik paling steril sebuah pelabuhan internasional. Tanpa pengenal, tanpa permisi.
Aktivitas ini sudah dianggap biasa bagi siapa saja di pelabuhan. Toh petugas sendiri juga membawa kendaraan pribadi masuk ke area dermaga. Batas antara dermaga dan area umum hanya berdiri pagar kawat. Tak terkecuali Bonar yang memancal sepeda kayuhnya keliling dermaga, hampir setiap hari.
Meleles CPO hanya butuh modal tempat. Para peleles minyak biasa mencari itu dengan menjungkirkan saluran pipa pengisian CPO yang terbuat dari karet keras. Pipa berdiameter 15 centimeter (cm) itu hampir pasti masih menyimpan endapan minyak yang diisi dari tangki timbun ke kapal tanker. ”Cukup dengan ini, kami bisa dapat minyak,” kata Hendrik sambil menunjukkan karung plastik atau jeriken isi 10 kilogram.
Hasil pencarian minyak lelesan itu selanjutnya mereka jual ke seorang penadah di Belawan. Baik Hendrik maupun Bonar tak bersedia menyebut nama penadahnya. Di Belawan dia bisa jual Rp 4.000 per kg. Namun, saat ini dia hanya bisa jual antara Rp 400 dan Rp 500 per kg jika kualitas CPO kotor. ”Kalau bersih bisa jual Rp 1.000 per kg,” katanya.
Pekerjaan ini sudah mereka lakukan dua tahun belakangan. Hendrik bertetangga dengan Bonar, mantan buruh pabrik pengolahan kayu di Belawan. Perusahaan memecatnya tiga tahun silam. Dia lantas mencari nafkah dengan menarik betor (becak motor). Sayangnya penghasilan sebagai penarik betor ini, dirasakan tidak mencukupi untuk memberi makan satu istri dan lima anaknya.
”Cemana, tak cukup saya hidup dari betor. Ya kesinilah, cari sisa minyak,” katanya. Siang itu di dermaga, kapal tanker berbendera Liberia, Marshal Island, Balize, dan Vietnam sedang mengisi CPO dari tangki timbun. Bonar dan Hendrik menunggu pengisian ke kapal-kapal itu selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar