Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Jumat, 14 November 2014

PT Duta Palma Diduga Suap Gubri untuk Legalkan Puluhan Ribu Hektar Kebun Sawit di Inhu

Kamis, 13 Nopember 2014 15:21
Big Bosnya Kembali Diperiksa KPK,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=83496&judul=
Untuk kali kedua bos besar PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng diperiksa KPK. Perusahaan tersebut diduga kuat terlibat suap untuk melegalkan puluhan ribu hektar kebun sawit di Inhu.

Riauterkini-PEKANBARU- Bos besar PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng kemarin, Rabu (12/11/14) kembali diperiksa Komisi Pemberasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Sebelumnya, pada Jumat (24/10/14) Apeng juga sudah diperiksa penyidik KPK di ruang Catur Prasetya Sekokolah Polisi Negara (SPN) Jalan Patimura Pekanbaru.

Selain Apeng, sejumlah petinggi perusahaan perkebunan tersebut juga telah diperiksa penyidik KPK terkait dugaan suap terhadap Gubernur Riau Annas Maamun untuk memuluskan proses izin alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan. Bahkan, kantor PT Duta Palma di belakang purna MTQ pada Senin (20/11/14) juga sempat digeledah penyidik lembaga anti rasuah itu.

Intensifnya perusahaan tersebut diperiksa penyidik KPK menguatkan dugaan adanya kaitan kuat dengan kasus yang menyebabkan Gubri nonaktif dan Gulat Manurut dijadikan KPK tersangka sekaligus ditahan. Sejumlah asumsi pun bermunculan terkait dugaan suap dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan data yang dirangkum riauterkinicom dari sumber di Dinas Kehutanan Provinsi Riau, setidaknya ada lima anak perusahaan PT Duta Palma yang kebun kelapa sawitnya ditanam di kawasan terlarang. Baik di Hutan Produksi bisa di-Korversikan (HPK) maupun di Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Seluruhnya berada di Kabupaten Indragiri Hulu.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Kencana Amal Tani dengan kebun sawit seluas 4.420 hektar berlokasi di HPK. Kedua, PT Banyu Bening Utama seluas 7.850 hektar di kawasan HPT dan HP. Ketiga, PT Palma Satu seluas 11.044 hektar di kawasan HPK.

Keempat PT Siberida Subur dengan kebun kelapa sawit seluas 2.340 hektar yang ditanam di kawasan HPT. Kelima, PT Panca Agrindo Lestari seluas 3.562 hektar di kwasan HPT dan HP.

Masih menurut sumber dari Dinas Kehutanan Riau yang menolak namanya disebutkan, bahwa usulan pelepasan kawasan dari group PT Duta Palma tak ada satupun yang masuk rekomendasi Tim Terpadu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun faktanya saat diusulkan pada Menteri Kehutanan untuk dijadikan SK, justru seluruhnya diminta untuk dijadikan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).

Terkait dengan dugaan asal Suap dari PT Duta Palma, juru bicara KPK Johan Budi menolak menanggapi. Ia hanya membenarkan kalau setiap saksi yang diperiksa dalam kasus Gubri nonaktif terindikasi punya kaitan dengan kasus tersebut.

“Itu masih diselidiki dari mana asal uang suap pada Gubernur Riau. Kalau memang ada kaitan langsungnya, nanti pasti ada perkembangan selanjutnya,” ujarnya menjawab wartawan yang menghubunginya, Kamis (13/11/14).***(mad) 

Sabtu, 08 November 2014

PT DPN Bisa Dikeluarkan dari Keanggotan RSPO

Jum’at, 7 Nopember 2014 17:32
http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=83234&judul=
Sengketa antara PT DPN dengan warga di empat kenegerian di Kuansing, bisa berujung dengan dikeluarkannya perusahaan itu dari RSPO. Bila sertifikat RSPO tak ada, produksi sawitnya tak akan dihargai pasar.

Riauterkini-TELUK KUANTAN- Sengketa Hak Guna Usaha PT Duta Palma Nusantara dengan masyarakat empat kenegerian di Kuansing belum kunjung cair.

Jika sengketa itu tidak bisa diatasi, maka tidak menutup kemungkinan, perusahaan pemilik modal asing itu tidak akan bisa memiliki sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Jika PT DPN tidak memiliki RSPO, maka hasil produksi sawitnya tidak akan di dihargai di pasar ekspor, keputusan ini akan berlaku mulai tahun 2015 mendatang," ujar Kadis Perkebunan Kuansing, Wariman.

Sebab kata Wariman, untuk memperoleh sertifikat tersebut ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya kejelasan status HGU yang dimilikinya, serta sertifikat izin dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Perusahaan itu hingga kini masih bersengketa HGU-nya dengan Pemerintah Kuansing, bahkan dengan sejumlah masyarakat kenegerian. "Ini akan jadi penghalang mereka untuk mendapatkan RSPO," cetusnya kepada riauterkinicom, kemarin.

Kata Wariman, tim yang akan memberikan RSPO itu memantau perkebunan, bagaimana status tanahnya, dan apakah sering berkonflik dengan masyarakat setempat atau lain-lain, "RSPO baru bisa keluar apabila perusahaan itu bersih dari permasalahan," sambung Wariman.

Senada, Ketua LSM Permata Kuansing, Junaidi Afandi menuturkan, peran LSM dan media massa terkait perebutan hak ulayat yang telah dirampas selama ini oleh perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kuansing sangat penting.

Bahkan saking strategisnya peran LSM selevel nasional dan international merupakan ujung tombak kekuatan. Pasalnya kekuatan uang dan jaringan yang dimiliki oleh perusahaan besar itu merupakan sebuah kekuatan besar yang harus dihadapi oleh masyarakat.

Kendatipun demikian sebut Junaidi, bukan berarti perusahaan tidak memiliki titik lemah. Titik lemah perusahaan berada pada produksi.

Hasil produksi mereka dapat diboikot konsumen apabila konsumen tahu bahwa produksi mereka dihasilkan melalui cara-cara yang tidak ramah lingkungan,mengkebiri hak-hak masyarakat lokal dan melanggar aturan yang ada.

“Sekarang kan konsumen dunia cukup sensistif. Kalau tahu CPO dihasilkan dari lahan yang berkonflik dengan masyarakat, konsumen dunia akan memboikot. Kalau sudah diboikot ya perusahaan otomatis bangkrut, karena konsumen dunia tidak mau minyak goreng atau bahan-bahan lain yang bahan bakunya CPO yang mereka gunakan berasal dari lahan-lahan yang bermasalah dengan masyarakat, apalagi yang membuat masyarakat tersingkir dan tidak memiliki lahan,”ujarnya.

Karena itu dirinya menyarankan, warga masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan, selain berjuang secara legal formal di lembaga-lembaga pemerintah dan legislatif, juga mengandeng LSM daerah, nasional dan internasional.

"Titik lemah perusahaan disitu, mereka akan mau berunding kalau produksi mereka kena boikot,” ujarnya.***(dri)

Selasa, 28 Oktober 2014

Dibantah Terdakwa, Humas PT SAL Tidak Akui Surat Penghentian Sementara dari Pemkab Inhil

Senin, 27 Oktober 2014 15:19
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=82660&judul=
Kasus pembakaran alat berat PT SAL di Desa Pungkat, Inhil, sudah masuk ke PN Tembilahan. Hari ini, 7 saksi dimintai keterangannya.

Riauterkini-TEMBILAHAN-Humas PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL) tidak mengakui adanya surat penghentian sementara sebelum aksi 'protes' warga Desa Pungkat dengan membakar 9 unit alat berat milik perusahaan sawit ini.



Keterangan ini disampaikannya dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi terhadap para terdakwa pembakar 9 unit alat berat milik PT SAL, Senin (27/10/14) di Pengadilan Negeri Tembilahan.

Sebanyak 7 saksi dihadirkan, yakni Thomas (humas PT SAL), Murdiono, Suharman, SM Nainggolan (anggota Kodim 0314 Inhil), Antoni, Imran (Kades Pungkat) dan Hasan Basri (Sekdes Belantaraya).

Para terdakwa didampingi para kuasa hukumnya Zainuddin SH, Wandi SH MH, Afrizal, SH dan Dolly Marpaung, SH.

Dalam kesaksiannya, Thomas mengakui adanya surat penolakan dari warga Desa Pungkat atas keberadaan perusahaan sawit ini kepada pihak Pemkab dan DPRD Inhil.

"Tidak ada surat penghentian sementara sebelum kejadian, yang ada sesudah kejadian," kilahnya. Padahal, diketahui pihak Pemkab Inhil melalui Asisten I Setdakab dan Badan Penanaman Modal, Perizinan dan Promosi Daerah (BPPMD) Inhil telah menyampaikan surat tersebut kepada perusahaan sawit ini.

Keterangan saksi Thomas ini dibantah tim kuasa hukum dan para terdakwa. Mereka menyebutkan, sebelum kejadian sudah ada surat penghentian sementara operasional PT SAL tersebut.

Kuasa hukum terdakwa juga mempertanyakan keberadaan enam orang anggota TNI yang bertugas sebagai pengamanan di PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL). Karena pengakuan Thomas, ada enam anggota TNI yang 'bertugas' di lokasi.

"Kami mempertanyakan keberadaan anggota TNI di lokasi, sebagai apa mereka disana," tanya kuasa hukum Zainuddin Acang, SH.

Majelis hakim juga mempertanyakan kapasitas Thomas sebagai humas PT SAL yang selalu tidak tahu atas berbagai pertanyaan yang diajukan, baik hakim dan kuasa hukum para terdakwa.

Lucunya, ketika ditanyakan terkait sejauhmana legalitas izin lokasi yang dikantongi perusahaan ini, ia mengarahkan dipertanyakan kepada pihak BPMPPD Inhil.***(mar)

Teks foto: Sidang keterangan saksi kasus Pungkat. 

Rabu, 15 Oktober 2014

Ancam Blokir Jalan ke Perusahaan, 4 Koptan Pola KKPA di Rohul Minta PT. SJI Lanjutkan MoU

Selasa, 14 Oktober 2014 21:08
http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=82097&judul=Ancam%20Blokir%20Jalan%20ke%20Perusahaan,4%20Koptan%20Pola%20KKPA%20di%20Rohul%20Minta%20PT.%20SJI%20Lanjutkan%20MoU
Empat Koptan di Rohul yang bermitra dengan PT Sumber Jaya Nusa Indah Coy, menuntut perusahaan itu tetap melanjutkan kerja sama yang telah disepakati sejak 14 tahun lalu. Bila tidak, mereka mengancam akan memblokir jalan perusahaan.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Empat pengurus kelompok tani (Koptan) pola kemitraan KKPA di Kecamatan Kepenuhan, bermitra dengan PT. Sumber Jaya Nusa Indah Coy (SJI) minta perusahaan ini melanjutkan MoU kerja sama yang telah disepakati sejak 2002 silam.

Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, 4 Koptan KKPA dari empat desa ini mengancam akan memblokir jalan ke perusahaan, sehingga aktivitas produksi perusahaan pun berhenti. Hal itu disampaikan pengurus saat mediasi dengan manajemen PT. SJI di Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rohul, Selasa (14/10/14).

Empat Koptan pola KKPA yang bermitra dengan PT. SJI, di antaranya Koptan Mekar Sari Desa Kepenuhan Timur, Koptan Karya Nyata Desa Kepenuhan Hilir, Koptan Bonai Maju Bersama Desa Ulak Patian dan Koptan Bunda Desa Rantau Binuang Sakti dengan luas lahan sekitar 1.500 haktar.

Namun demikian, dari 1.500 haktar yang dimitrakan dengan PT. SJI sejak 2002 silam, tidak sesuai hasil produksi perkebunan inti perusahaan. Hal itu yang membuat geram anggota dan pengurus dari 4 Koptan.

Dalam mediasi difasiltasi Dishutbun Rohul, 4 pengurus Koptan, didampingi kepala desa masing-masing menilai PT. SJI telah gagal membina kemitraan sesuai MoU yang telah disepakati.

Sebelumnnya, kedua belah pihak sebenarnya telah melaksanakan rapat koordinasi, namun tidak menemukan kesepakatan. Diharapkan, Dishutbun Rohul bisa mencarikan solusinya.

Kades Kepenuhan Timur Azhar mengatakan ada tiga permintaan warga dari itu, yakni meminta MoU dengan PT. SJI berjalan kembali, meminta perusahaan menyediakan bibit unggul atau asli, bukan bibit palsu. Dan ketiga, perawatan dilakukan perusahaan harus sesuai standar operasional perusahaan atau SOP.

Beberapa anggota Koptan yang ikut mediasi menambahkan, PT. SJI pintar berdalih saat diminta melaksanakan tanggung jawabnya sesuai MoU yang telah disepakati sejak berdirinya perusahaan. Padahal, sebelum berdiri, perusahaan ini mengaku siap sebagai bapak angkat kemitraan pola KKPA bagi 4 Koptan.

Sementara itu, General Manager (GM) PT. SJI, P. Siringo-ringo mengatakan tuntutan 4 Koptan dari empat desa akan direalisasikan, namun meski ada keputusan dari Direksi dan Direktur perusahaaan.

"Saya sebagai GM tidak bisa memberikan keputusan, karena hal ini adalah kewenangan menajemen perusahaaan," kata Siringo-ringo.***(zal) 

Selasa, 07 Oktober 2014

151 Perusahaan Perkebunan Sawit di Riau Terancam Kena Sanksi

Senin, 6 Oktober 2014 16:02
http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=81686&judul=
Sedikitnya, 151 perusahaan perkebunan di Riau terancam mendapatkan sanksi karena tak miliki sertifikat ISPO. 

Riauterkini-PEKANBARU- Dari 170 perusahaan perkebunan di Riau, baik swasta maupun BUMN, perusahaan besar atau kecil, baru 19 perusahaan yang sudah memiliki sertifikat Indonesian Suitainable Palm Oil (ISPO).

Artinya, sekitar 151 perusahaan perkebunan di Riau yang hingga kini belum memiliki sertifikat ISPO. Padahal, batas pengurusan sertifikat hingga akhir tahun nanti (Desember 2014).

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulher Senin (6/10/14) sesuai dengan aturan pemerintah, perusahaan perkebunan diwajibkan memiliki setifikasi ISPO paling lambat 31 Desember 2014.

"Jika tidak, perusahaan akan dikenai sanksi berupa penurunan klasifikasi perkebunan dan pelarangan ekspor Crude Palm Oil," terangnya.

Tidak bolehnya perusahaan untuk menjual buah CPO menurut Zulher adalah untuk menjaga image kelapa sawit indonesia yang ramah lingkungan dan sesuai dengan prinsip green industry.

"Jika perusahaan tidak memiliki sertifikat tersebut, maka Disbun Riau dalam penilaian usaha perkebunan akan menurunkan rangking kebunnya," terangnya.

Disinggung tentang kepengurusan ISPO, Zulher memperkirakan bahwa 19 jumlah perusahaan yang sudah mengurus ISPO itu akan terus naik menjelang akhir Desember tahun ini. Menurutnya, saat ini telah banyak perusahaan yang mengurus sertifikat

Jumat, 03 Oktober 2014

Tak 'Kantongi' ISPO Hingga 31 Desember, Perusahaan Tak Bisa Jual CPO dan Kelas Kebun Akan Turun

Kamis, 02 Oktober 2014 15:07 WIB
PEKANBARU, GORIAU.COM - Bagi perusahaan perkebunan yang tidak memiliki sertifikat ISPO (Indonesian Suistainable Palm Oil) hingga tanggal 31 Desember 2014, bakal dikenakan denda berupa tidak boleh lagi mengekspor CPO dan kelas kebunnya akan diturunkan.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Drs H Zulher MS, Kamis (2/10/2014). Menurut Zulher aturan tersebut ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk memberi peringatan kepada perusahan yang tidak mengurus sertifikat ISPO-nya,''Ada dua sanksi yang akan diberikan yaitu tak boleh lagi menjual CPO dan kelas kebunnya akan diturunkan,'' ujar Zulher.

Tidak bolehnya perusahaan untuk menjual buah CPO untuk menjaga image kelapa sawit Indonesia yang ramah lingkungan dan sesuai dengan prinsip green industry. Ketika diberitahu bisa saja perusahaan tersebut bisa menyiasati dengan menjual kepada perusahaan yang memiliki sertifikat ISPO maka menurut Zulher itu bisa-bisa saja. Tapi, katanya, yang perlu diingat perusahaan pembeli tersebut tentu juga mengawasi kualitas produk yang akan dibelinya. Imbasnya, menurutnya maka CPO yang akan dibeli oleh mereka akan lebih murah dari harga pasar.

''Disamping menjaga kualitas produknya, perusahaan yang punya sertifikat ISPO tentu akan menggunakan kebiasaan pasar dan memberi kesempatan kepada mereka untuk menekan harga seminimal mungkin. Tentu hal itu akan merugikan perusahaan yang non sertifikasi tersebut,'' ujar Zulher.

Sedangkan untuk kelas kebun, dia menerangkan bahwa kebun itu dibagi atas 4 kelas yaitu kelas A, B, C, D. Jika mereka tidak memiliki sertifikat tersebut, maka Disbun Riau dalam penilaian usaha perkebunan akan menurunkan rangking kebunnya. Tentu itu akan memberi imbas kepada perusahaan tersebut dalam penjualan buah.

''Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak mengurus sertifikat ISPO. Untuk itu, di setiap kesempatan baik secara langsung maupun melalui media massa saya selalu mengingatkan perusahaan agar menggesa pengurusan sertifikat ISPO-nya,'' terang Zulher.

Ketika ditanya tentang berapa banyak perusahaan yang telah menerima sertifikat ISPO, dia menjelaskan hingga sekarang ini data yang telah masuk ke Disbun Riau yaitu sebanyak 19 perusahaan dari 170-an perusahaan perkebunan.

''Namun perkiraan kita, kita optimis bahwa angka itu akan terus naik menjelang akhir Desember tahun ini dikarenakan sekarang ini telah banyak perusahaan yang mengurus sertifikat tersebut,'' tambah mantan Sekda Kampar ini. (rls)
- See more at: http://www.goriau.com/berita/ekonomi/tak-kantongi-ispo-hingga-31-desember-perusahaan-tak-bisa-jual-cpo-dan-kelas-kebun-akan-turun.html#sthash.N6NFOBqM.dpufhttp://www.goriau.com/berita/ekonomi/tak-kantongi-ispo-hingga-31-desember-perusahaan-tak-bisa-jual-cpo-dan-kelas-kebun-akan-turun.html

Jumat, 29 Agustus 2014

4.000 Warga Kuansing Mengamuk, Akibatnya PT DPN Telan Kerugian Rp30 Miliar

Kamis, 28 Agustus 2014 20:28 WIBhttp://www.goriau.com/berita/kuantan-singingi/4000-warga-kuansing-mengamuk-akibatnya-pt-dpn-telan-kerugian-rp30-miliar.html
TELUK KUANTAN, GORIAU.COM - Sekitar 4.000 orang warga Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau yang berasal dari empat kenegrian mengamuk di Kantor PT Duta Palma Nusantara (DPN). Dalam aksi yang awalnya damai berakhir ricuh tersebut, sejumlah bangunan dan aset milik DPN ludes terbakar.

Menurut Kapolres Kuansing AKBP Bayuaji Irawan saat dikonfirmasi GoRiau.com melalui Kasubbag Humas Ipda Musabi memperkirakan kerugian yang dialami PT DPN mencapai Rp30 miliyar.

"Setelah dikalkulasikan, kerugian mencapai Rp30 miliyar," ujar Musabi, Kamis (28/8/2014) melalui pesan 'Blackberry Messanger'.

Kerugian tersebut mengacu pada aset yang rusak warga Kuansing. Dimana, sekitar pukul 11.30 Wib, massa menuju kantor PKS PT DPN. Disini, massa membakar dua unit pos sekuriti, satu unit pos timbangan, kantor pabrik dan dua unit mobil perusahaan jenis Toyota Hilux dan Mitsubishi Strada serta enam sepeda motor.

Setelah itu, sekitar pukul 12.00 Wib massa bergerak menuju perumahan Margun (perumahan untuk staff dan manajer PT DPN). Di sini, 15 unit rumah yang dihuni karyawan PT DPN dibakar bersama satu unit mobil Toyota Hilux.

Usai dari perumahan Margun, sekitar pukul 13.30 Wib, massa membakar Workshop dan Kantor Divisi IIi Sei. Kuantan PT DPN. Tidak hanya itu, warga juga membakar satu unit truk Toyota Hino warna merah, gudang pupuk, kantor divisi dan merusak alat berat jenis loader.

Dalam pemberitaan sebelumnya, warga yang berasal dari empat kenegrian, yakni Kenegrian Kopah, Kenegrian Koto Rajo, Kenegrian Cengar dan Kenegrian Gunung Toar ingin melakukan perundingan dengan manajemen PT DPN. Perundingan tersebut terkait izin Hak Guna Usaha (HGU) yang akan berakhir dalam beberapa tahun mendatang.

Dalam perundingan tersebut, setiap kenegrian diwakili empat orang selaku ninik mamak dan disambut langsung oleh Manager Area PT DPN Muslimin. Ninik mamak atau datuk penghulu meminta PT DPN segera meninggalkan Kuansing. Sebab, selama ini PT DPN dinilai tidak memberikan kontribusi untuk masyarakat Kuansing.

Selain itu, HGU milik PT DPN juga diklaim masyarakat empat kenegrian sebagai tanah ulayat.

Namun, manajemen PT DPN tidak memenuhi keinginan masyarakat. Muslimin menjelaskan kepada masyarakat bahwa izin HGU PT DPN sudah diperpanjang untuk beberapa puluh tahun kedepan. Izin HGU tersebut akan mulai berlaku pada 2018 mendatang.

Akibatnya, massa yang sejak pagi melakukan aksi damai di luar kantor langsung marah dan membakar sejumlah aset.(san)

Kamis, 14 Agustus 2014

Menhut: Dua Juta Hektar Sawit di Riau tak Berizin

Rabu, 6 Agustus 2014 15:48 WIBhttp://antarariau.com/berita/40758/menhut:-dua-juta-hektar-sawit-tak-berizin-.html

Pekanbaru,  (Antarariau.com) - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan izin perkebunan kelapa sawit baru bagi Provinsi Riau tidak seharusnya dikeluarkan lagi karena luas kebun sawit yang sudah ada sekarang mencapai empat juta hektar dan dua juta diantaranya tidak berizin.

"Dari luas empat juta hektar, dimana dua juta hektar diantaranya merupakan kebun sawit ilegal karena tidak memiliki izin. Jadi secara teori, mestinya tidak boleh lagi mengeluarkan izin perkebunan," ujar Menhut dalam kunjungannya ke Pekanbaru, Rabu.

Ia mengatakan Riau selama ini memang menarik untuk perkebunan karena kontur tanahnya datar, subur dan potensi perkebunan sawit sangat luar biasa. Dengan luas geografis Riau ini sekitar delapan juta hektare, Menhut menilai areal perkebunan kelapa sawit sudah terlalu luas.

"Hanya dua juta hektar yang mengantongi izin resmi untuk mengalihfungsikan kawasan hutan. Jadi total ada empat juta hektar dan belum untuk keperluan lain seperti perkebunan karet dan tanaman sagu. Yang dua juta hektar sawit itu tidak berizin, tapi sudah berbuah yang berumur 10 tahun dan kemudian ada yang berumur 15 tahun," ujarnya.

Ia mengatakan kalau dipaksakan membuka kebun sawit baru, maka pastinya hal itu akan menggarap lahan yang berbahaya dan dulunya tidak mungkin ditanami karena berada di kawasan gambut dalam atau berada di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Tesso Nilo.

"Kalau diperluas lagi, pasti itu masuk lahan gambut atau kawasan berbahaya yang menimbulkan efek bagi ekosistem lingkungan. Apalagi membuka lahan dengan cara membakar dan itu akan menimbulkan dampak yang luar biasa," katanya.

Menhut mengatakan akan memberikan apresiasi kepada Polda Riau dalam penegakkan hukum di Riau mengingat hak itu dilakukan dengan cara yang tidak mudah. Sebab, ia mengatakan pemerintah dan aparat hukum mengedepankan pendekatan kesejahteraan dalam semangat reformasi, berdemokrasi dan aparat kepolisian tidak asal main tangkap seperti zaman dulu

Ia mengakui pendekatan kesejahteraan yang memberikan kesadaran kepada masyarakat belum berhasil. Karena itu, sekarang diambil dua opsi untuk tindak lanjut, yang pertama pedekatan kesejahteraan dan pendekatan melui sosialisasi.

"Apabila tetap melanggar aturan, maka opsi lainnya adalah kita tangkap walau siapa pun pelaku pembakaran apakah individu, oknum aparta atau perusahaan tidak pandang bulu," ujarnya.

Seperti di Taman Nasional Tesso Nilo, ia mengatakan penegakan hukum perlu diberlakukan terhadap seribuan orang pelaku alih fungsi lahan ke perkebunan sawit.

Dengan semangat kebersamaan melalui pemerintah provinsi yang mendukung penuh, Kapolda terjun langsung sampai menginap dilapangan, TNI dan semua bupati memiliki kesadaran dan pemahaman yang sama, Zulkifli berharap masalah perambahan di Tesso Nilo lambat laun bisa diatasi.

"Mudah-mudahan tidak akan terulang lagi apa yang terjadi di Tesso Nilo," katanya.

Apkasindo : 30 Persen di Pelalawan Perusahan Kebun Sawit Tak Miliki Izin

Senin, 11 Agustus 2014 09:03 WIB
Laporan artawan Tribunpekanbaru.com: Johanes TanjungTRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI- Pernyataan Mentri Kehutanan Zulkifli Hasan yang menyebutkan sebanyak 2 juta hektar kebun kelapa sawit di riau rak miliki izin. Hal itu disampaikan saat berkunjung ke Riau pekan lalu.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Perkebunan Kelapa Sawit (APKASINDO) Pelalawan mendesak Pemkab Pelalawan melalui instansi terkait untuk sesegara mungkin meninjau kembali semua perizinan perusahaan kelapa sawit. Diprediksi, dari jumlah yang disampaikan Menhut itu, kita yakin indikasinya ada 30 persen perkebunan kelapa sawit di Pelalawan.

"Jika ini ditemukan, berarti itu jelas secara otomatis milik Pemda, dan bisa saja oleh Pemkab Pelalawan dibagikan ke masyarakat yang kurang mampu. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang hidupnya berada di bawah taraf kemiskinan di daerah ini," tegas  Ketua Apkasindo, Jupri SE.

http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/08/11/apkasindo-30-persen-di-pelalawan-perusahan-kebun-sawit-tak-miliki-izinDikatakannya, jika Pemkab Pelalawanmerasa kurang mampu atau kurang siap dalam menangani, maka Apkasindo Pelalawan siap untuk membantu karena ini juga menyangkut pendapatan daerah.(*)
Penulis: johanes
Editor: zid
Sumber: Tribun Pekanbaru

Setelah di 'Ultimatum' Petani Tiga Kecamatan, PT BPLP Bersedia Ganti Kerugian Sebesar Rp 100 Ribu Perbatang

http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=79135&judul=Setelah%20di%20%27Ultimatum%27%20Petani%20Tiga%20Kecamatan,%20%20PT%20BPLP%20Bersedia%20Ganti%20Kerugian%20Sebesar%20Rp%20100%20Ribu%20Perbatang
Rabu, 13 Agustus 2014 20:43
Akhirnya kata kesepakatan terjalin antara masyarakat Inhil dengan PT BPLP. Perusahaan bersedia melakukan ganti rugi kepada petani.

Riauterkini-TEMBILAHAN-Setelah menerima 'ultimatum' dari petani agar segera mengganti kerugian kerusakan tanaman kelapa mereka, akhirnya pihak manajemen PT Bumi Palma Lestari Persada (PT BPLP) bersedia mengganti kerugian perbatang tanaman kelapa sebesar Rp 100 ribu.

Selain membayar ganti kerugian berupa uang tersebut, pihak PT BPLP juga berjanji akan menanam kembali tanaman kelapa yang rusak dan kepemilikan 100 bagi petani, syaratnya setelah berproduksi petani mengganti biaya investasinya.

Asisten II Setdakab Inhil, Fauzan Hamid membenarkan adanya komitmen PT BPLP membayar ganti kerugian sebesar Rp 100 ribu perbatang dan membangun kebun kelapa yang rusak dengan menanam tanaman kelapa sawit.

“Setelah melakukan pembicaraan dengan PT BPLP akhirnya perusahaan sepakat untuk mengganti sebesar Rp 100 ribu perbatang dan bagi masyarakat yang ingin lahannya ditanami sawit bisa membangun kemitraan untuk penanaman kelapa sawit dengan PT BPLP dengan kepemilikan lahan 100 persen milik masyarakat,” ungkap Fauzan.

Ditambahkan, selama empat tahun sebelum kebun warga berproduksi, warga akan berkerja dengan PT BPLP hingga kebun warga kembali berproduksi.

“PT BPLP hanya meminta nantinya setelah kebun warga telah berproduksi untuk menjual hasil kebunnya kepada PT BPLP. Saya kira hal tersebut tidak masalah yang penting sesuai dengan harga pasar,” tandasnya.

Fauzan juga mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan keputusan final dari Pemkab Inhil dan PT BPLP. “Harapan kita masyarakat menerima hasil ini. Bagi masyarakat yang tidak terima dan ingin nilai ganti rugi yang lebih besar kita silahkan untuk menempuh jalur hukum,” imbuhnya.

Kuasa Hukum petani dari Kecamatan Enok dan Keritang, Zainuddin mengaku senang dengan adanya komitmen tersebut. Zainuddin mengaku puas dengan hasil kesepakatan yang menurutnya sesuai denga kerugian yang dialami warga selama ini.

“Karena pihak perusahaan sebelumnya hanya bersedia memberikan kompensasi ganti kerugian sebesar Rp 2,5 miliar bagi lebih kurang 51 ribu tanaman kelapa dan eks tanama kelapa dalam yang rusak dilakukan penanaman sampai produksi dengan tanaman kelapa sawit, dengan syarat biaya investasi pembangunan tanaman kelapa sawit ini ditanggung petani setelah tanaman menghasilkan,” katanya.

Ganti kerugian sebesar Rp 100 ribu perbatang, menurutnya merupakan nilai yang pantas atas kerugian yang dialami oleh warga selama ini.

“Ya, telah ada kenaikan harga dari sebelumnya sesuai dengan apa yang kita minta. Kita berterimaksih kepada Pemkab Inhil yang telah berupaya selama ini demi kebaikan masyarakat,” ujarnya.***(mar) 

Peraturan Tak Jelas, Banyak Investor Asing Buka Kebun Sawit di Riau

Rabu, 13 Agustus 2014 19:53http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=79130&judul=%20Peraturan%20Tak%20Jelas,%20Banyak%20Investor%20Asing%20Buka%20Kebun%20Sawit%20di%20Riau
Belum jelasnya regulasi yang mengatur investasi membuat banyak pengusaha asing memiliki kebun sawit di Riau puluhan bahkan ratusan ribu hektar.

Riauterkini-PEKANBARU-Kehadiran investor asing dalam industri perkebunan sawit di Indonesia harus diawasi. Jika asing dibiarkan dominan bisa berdampak negatif. Hal tersebut dikatakan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Riau Wisnu Oryza Soeharto Rabu (13/8/14).

Ia menyebutkan dari sekitar 7 juta hektar areal lahan perkebunan sawit di Indonesia, 30 persen di antaranya dimiliki asing. Dan 20 persen dari seluruh perusahaan perkebunan sawit di Riau dimiliki investor asing yang sebagian besar berasal dari Malaysia.

“Kehadiran asing sudah harus diawasi, jangan sampai bisnis yang strategis dan menguntungkan di bidang industri perkebunan sawit malah justru dikuasai asing,” ujarnya.

Untuk menghindari dominasi asing, menurut Wisnu, diperlukan peran pemerintah dalam memperketat izin kepemilikan asing. Sejauh ini regulasi tentang kepemilikan asing di bisnis sawit dinilai masih kabur dan tak mengatur secara tegas.

Kata dia, dominasi asing di bisnis sawit nasional sangat berbahaya. Pasalnya, banyak orang pribumi yang menggantungkan hidup di sektor industri sawit.

“Izin kepemilikannya harus diperketat dan diatur sedemikian rupa supaya mereka (asing, red) tidak dominan, karena itu berbahaya. Jika tidak diatur secara tegas dan diperketat, bukan tidak mungkin asing akan mendominasi dan ini sangat merugikan nantinya. Kita bukan minta pemerintah berat sebelah, tapi harus ada pengawasan dan izin yang lebih ketat bagi kepemilikan asing karena banyak orang pribumi yang menggantungkan hidup di bisnis ini,” tambah Wisnu.

Data Konsulat Jendral Malaysia di Riau tahun 2009 menyebutkan bahwa TH. Indo Plantation yang memiliki kebun sawit seluas 80.000 ha, Di Pelalawan ada TH Indo Plantation yang memiliki kebun sawit seluas 12 ribu hektar, Di Rohil ada Minamas Plantation yang memiliki kebun sawit seluas 30 ribu hektar.

Di Mandau Bengkalis ada PT Adei Plantation Industri yang memiliki 9 ribu hektar kebun sawit dan 4 ribu hektar kebun karet, Untuk di Pelalawan ada PT Adei Plantation yang memiliki kebun sawit seluas 12 ribu hektar. Di Kampar ada PT Adei Plantation yang memiliki 6 ribu hektar kebun sawit sawit. Dan di Inhil, ada Minamas Plantation yang memiliki 25 ribu hektar kebun sawit.

Riau memiliki kebun sawit seluas 2.258.553 Ha atau 26,25% dari total luas sawit nasional sekitar 8 juta Ha. Dari total luas kebun sawit di Riau, sekitar 53% atau 1.205.498 Ha kebun sawit rakyat, 905.979 Ha atau sekitar 43% milik swasta, dan 79.545 Ha atau 4% milik perkebunan sawit perusahaan besar negara sekitar.***(H-we)

Selasa, 12 Agustus 2014

Peraturan di Riau Banyak Memihak ke Perusahaan

Selasa, 12 Agustus 2014 18:24
Rapat Bersama Pemkab Kampar-Kemendagri,http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=79068&judul=Rapat%20Bersama%20Pemkab%20Kampar-Kemendagri,Peraturan%20di%20Riau%20Banyak%20Memihak%20ke%20Perusahaan
Asisten Pemkab Kampar gelar rapat bersama dengan Tim Survey Konflik Pertanahan Kemendagri. Ia mengeluhkan peraturan lebih memihak kepada perusahaan bukan kepada masyarakat.

Riauterkini-BANGKINANGKOTA -Asisten Pemerintahan Setda Kampar H Nukman Hakim didampingi Kabag pemerintah umum Setda Kampar Sugianto melaporkan masalah konflik tanah di Indonesia sudah merupakan “PR” bagi pemerintah dan tidak menjadi rahasia lagi.

Hal ini dikarenakan kepastian peraturan perundang-undangan yang berlaku masih mengambang dan masih memihak kepada perusahaan-perusahan yang ada di provinsi Riau bukan memihak kepada masyarakat. Hal tersebut dikatakannya pada rapat Bersama Tim Survey Konflik Pertanahan Kemendagri di ruang rapat Asisten Pemerintahaan Setda Kampar. Selasa, (12/8/14).

Nukman mencontohkan tentang peraturan perundang-undangan keberadaan tanah ulayat yang banyak sekali diserobot oleh pihak perusahaan tanpa surat legalitas yang jelas karena pasal demi pasalnya melemahkan aturan tanah ulayat itu sendiri dan masih memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat menguasai daerah tersebut.

“Kasihan masyarakat kita pak, bersengketa sampai pertumpahan darah bahkan bukan korban materi saja namunsudah nyawa mereka menjadi taruhan dalam mempertahankan tanah ulayat tersebut”.ucap Nukman

Untuk itu Nukman meminta agar pemerintah pusat mempertimbangkan hal ini dengan melihat atau menunjau kembali peraturan perundang-undangan yang ada sehingga daerah dapat kepastian aturan mana yang mesti dipakai.

Dit Kawasan dan pertanahan Ditjen Pemerintahan Umum kementerian dalam negeri RI Hendri Firdaus membenarkan bahwa memang aturan perundang-undangan kita tentang pertanahan saat ini banyak sekali tumpang tindih, baik itu undang-undang pertanahan, kehutanan dan perkebunan.

Untuk itu lanjut Hendri Dit Kawasan dan pertanahan Ditjen Pemerintahan Umum kementerian dalam negeri melalui PT Surveyor Indonesia (Persero)untuk penyelesaiannya mendata, memetakkan serta inginn mengetahui apa permasalahan yang ada baik itu dimasyarakat maupun perusahaan melalui pemerintah Kabupaten Kampar selaku fasilitator.

Ketua PT Surveyor Indonesia (Persero) Edison Manurung menjelaskan bahwa kegiatan Survey dan Pendataan Konflik Pertanahan ini dengan maksud mendapatkan informasi (data) dan dokumentasi pendukung (teknis) terkait permasalahan pertanahan di 6 lokasi termasuk provinsi Riau.

“Maksud dari survey yang dilakukan ini adalah mendapatkan informasi dan dokumentasi pendukung (teknis) terkait permasalahan pertanahan di 6 lokasi termasuk provinsi Riau termasuk pendataandan pemetaan pemanfaatan tanah terkait Sumber Daya Alam (SDA) khususnya sektor perkebunan dan kehutanan,”ucap Hendri.

Kemudian nantinya Tim akan menganalisa akibat muncuknya konflik baik itu pemberian izin, pengadaan tanah untuk kepentingan umum, penyelesaian sengketa tanah garapan, penyelesaian sengketa ganti rugi, pemberian izin membuka lahan dan lainnya. Lanjut Hednri.

Tujuan kegiatan ini sebagai dasar Pemerintah Daerah dalam perencanaan penggunnaan dan pemanfaatan tanah, meminimalisir potensi konflik permasalah pertanahan di daerah melalui tersedianya basis data untuk penyesaian sengketa konflik serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam melaksnakan kebijakan teknis di daerah dalam hal pemanfaatan dan penggunaan tanah.***(man)

WALHI RIAU: Izin Areal Sawit SAL Afiliasi Dengan Surya Dumai Grup

Bisnis.com, PEKANBARU — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menilai izin Areal perkebunan sawit PT Setia Agro Lestari (SAL) yang terafiliasi dengan Surya Dumai Grup di Kecamatan Gaung, Indragiri Hilir bermasalah.
 
Riko Kurniawan, Eksekutif Daerah Walhi Riau, mengatakan lahan perkebunan sawit milik PT SAL seluas 17.095 hektare di Kecamatan Gaung masih tumpang tindih dengan moratorium revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPIB) V/2014.
 
“Sebagian besar areal perkebunan PT SAL ada di atas hutan gambut, dan sekitar 4.000 hektare hutan alam yang ada dalam areal itu akan ditebang perusahaan,” katanya di Pekanbaru, Selasa (12/8).
 
Riko menuturkan pada 2012 Tim Balai Besar Pengembangan dan Sumber Daya Lahan Pertanian telah menyatakan areal tersebut masuk ke dalam PIPIB III, karena terdapat pada lahan gambut dengan fungsi hutan produksi konversi (HPK) dan areal penggunaan lain (APL).
 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 juga telah memberlakukan moratorium izin baru untuk kawasan hutan primer dan lahan gambut. Moratorium itu kemudian diperpanjang pada 2013 hingga dua tahun ke depan.
 
“Seharusnya izin atas hutan alam dan lahan gambut untuk perusahaan itu tidak dikeluarkan, karena bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat,” katanya.
 
Izin pengelolaan lahan PT SAL dikeluarkan pada 2012 oleh Bupati Indragiri Hilir, meskipun Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah wilayah itu menyatakan perusahaan belum mendapat izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
 
Sementara itu, Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari, mengatakan keberadaan PT SAL di wilayah itu juga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar. Alasannya, lahan yang akan dijadikan perkebunan sawit oleh perusahaan akan menggusur lahan yang selama ini digunakan untuk perkebunan kelapa dan pembuatan perahu.
 
Tumpang tindih perizinan untuk areal perkebunan kerap terjadi di Riau, karena belum adanya kebijakan yang dapat menjadi acuan dalam menetapkan lokasi industri. Bahkan tidak jarang persoalan lahan di wilayah itu berujung pada kekerasan yang akhirnya mengganggu iklim investasi.
 
Pemerintah Riau sendiri sedang berupaya menyelesaikan rencana tata ruang wilayah agar segera difinalisasi dan ditetapkan. Menteri Kehutanan meminta pemerintah daerah melakukan koreksi terhadap Surat Keputusan Perubahan Peruntukan tata ruang, agar dapat segera dikeluarkan Surat Keputusan Penunjukkan tata ruang wilayah.
 
Dengan RTRW tersebut, maka Pemerintah Riau dapat lebih mudah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya. Selain itu, penegak hukum juga akan lebih mudah melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan, karena ada acuan wilayah mana saja yang masuk dalam kategori hutan lindung.
 
Penyelesaian RTRW juga diyakini dapat mempercepat pengembangan infrastruktur di Riau. Selama ini pembangunan di provinsi itu terkesan stagnan, karena kekhawatiran pemangku kepentingan melanggar tata ruang.

Editor : Martin Sihombing

Pemkab Inhil Evaluasi Kelanjutan Izin PT SAL

Sabtu, 09 Agustus 2014 - 04:50:28 WIB
TEMBILAHAN - Pemkab Inhil melalui Asisten II, H Fauzan menyatakan bahwa Pemkab Inhil sejak awal sudah memantau kasus sengketa yang terjadi antara warga dan PT SAL dan tengah melakukan berkoordinasi dengan DPRD Inhil serta mengevaluasi kelanjutan izin yang diberikan kepada PT SAL.

"Kita semua menghormati proses penegakan hukum dalam peristiwa hukum yang terjadi tersebut, namun kita juga akui bahwa fakta di lapangan, perusahaan memang tidak mengindahkan surat agar perusahaan menghentikan sementara aktifitasnya saat itu dengan tetap melakukan aktifitas perusahaan," sebut Fauzan ketika menerima perwakilan warga Desa Pungkat yang didampingi kuasa hukumnya, Zainuddin Acang, Jum'at (9/8).

Jelas Fauzan, pasca aksi pembakaran alat berat perusahaan, lahan tersebut saat ini ditetapkan dalam status quo dan kemungkinan, kalau ada pelanggaran perizinan, izinnya akan dicabut dan kalau tidak akan dilakukan evaluasi terhadap permasalahan ini.

Pemkab Inhil juga sudah melakukan tindakan pro aktif dengan melakukan investigasi atas akar permasalahan kasus ini, tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum warga Zainuddin Acang, SH saat pertemuan tersebut meminta Pemkab Inhil kiranya menyikapi dengan tegas dan jelas permasalahan.

Pertemuan yang juga dihadiri Kesbangpol, Sirajuddin, Kadisbun, Mukhtar T dan Kabag Tapem, Yun Hawarius memang sangat diharapkan warga dapat menemukan solusi yang bisa berpihak kepada masyarakat yang lahan ekonominya terganggu.

"Kami meminta Pemkab Inhil dapat menyikapi dengan tegas dan jelas permasalahan ini, karena peristiwa ini terjadi karena ada sebab (pemicunya) yang juga harus dilihat dengan arif pihak penegak hukum," tegas Acang.

Jelas Zainuddin Acang, pihaknya mengakui memang benar terjadi peristiwa hukum pembakaran alat berat PT SAL. Namun ini semua juga dipicu aksi provokasi dan tindakan perusahaan yang 'melecehkan' surat resmi Pemkab Inhil agar perusahaan menghentikan sementara operasional perusahaan sampai permasalahan dengan masyarakat setempat selesai.

Selain itu, Acang juga menyebutkan bahwa pihaknya baru ada satu kali menerima surat panggilan, namun tiba-tiba kepolisian menyebutkan warga sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan sebagai saksi dan langsung melakukan aksi represif penangkapan warga.

"Kami minta lakukan penegakan hukum secara adil, kenapa masyarakat terus diobok-obok lagi, masyarakat bukan teroris dan perampok tapi mereka ini memperjuangkan hak mereka," sesalnya. (zul) http://riautrust.com/read-118952-2014-08-09-pemkab-inhil-evaluasi-kelanjutan-izin-pt-sal.html

Disbun Riau Bantu Replanting Kebun Kelapa Petani Mandah Inhil

Ahad, 10 Agustus 2014 15:07

http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=78942Dinas Perkebunan Riau membantu meremajakan kebun kelapa para petani di Mandah, Inhil yang memang sudah tergolong kritis. Jika tidak, dapat mengganggu pengembangan subsektor perkebunan kelapa di sana.

Riauterkini - PEKANBARU - Komoditas Perkebunan di Provinsi Riau pada umumnya sudah seharusnya dilakukan peremajaan. Peremajaan (Replanting) dalam artian adalah melakukan penebangan terhadap kebun kelapa yang rusak dan tidak produktif dan menanam kembali dengan komoditas yang sama dan lebih berkualitas.

Di antaranya adalah komoditas kelapa di Kabupaten Inhil. Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 89.030 hektar dari 392.193 hektar kebun kelapa petani di Inhil sudah tergolong kritis. Jika hal itu tidak diantisipasi maka dapat menyebabkan terganggunya pengembangan dan kelangsungan subsektor perkebunan khususnya kelapa di Inhil.

Hal itu terungkap dalam kegiatan sosialisasi peremajaan komoditas kelapa di aula kantor camat mandah kabupaten Indragiri Hilir pada hari Jumat (8/8) lalu, yang dihadiri langsung oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Drs H Zulher MS, Perwakilan Disbun Inhil, Yusran, Unsur kecamatan Mandah dan perwakilan petani kecamatan Mandah.

Zulher dalam sambutannya menerangkan bahwa kelapa merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Riau. Namun ancaman terhadap kelangsungan komoditas ini tergolong besar seperti tanaman yang tidak produktif, Intrusi air laut hingga biaya transportasi dan perawatan yang semakin mahal.

Kepada petani, Zulher mengharapkan dapat segera melakukan replanting (peremajaan) terhadap lahan yang tergolong kritis dan tidak produktif.

“Inhil sebagai salah satu daerah penghasil kelapa harus dibuat sebuah grand desaign khusus bagaimana caranya subsektor perkebunan khususnya kelapa di Inhil ini terus berkembang. Dengan perkembangan komoditas ini diharapkan juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa” terang Zulher.

Pada kesempatan yang sama, dia juga menyatakan bahwa pada tahun anggaran 2014 ini, Disbun Riau juga memberikan bantuan peremajaan terhadap lahan petani yang tergolong kritis. Di Mandah sendiri dibantu 2 (dua) kelompok tani (poktan) yaitu Poktan Tunas Muda seluas 20 hektar dan Poktan Furmula seluas 30 hektar. Kepada kedua poktan tersebut dibantu bibit kelapa, pupuk pospat, pupuk nitrogen, herbisida, upah pembersihan dan juga tenaga pendamping.

“Anggaran yang dikelola oleh Disbun Riau terbatas. Untuk itu tidak semua petani dan lahan akan dibantu. Disbun Riau membantu peremajaan kebun kelapa warga ini dengan harapan poktan yang menerima bantuan tersebut dapat menjadi contoh dan penggerak bagi petani yang lainnya dalam hal peremajaan,” harap Zulher.

Ketua Poktan Tunas Muda Mandah, M. Tahir, dalam sambutannya menyambut gembira bahwa komoditas kelapa di Mandah diperhatikan Disbun Riau. Untuk itu, dalam waktu dia akan mengkoordinasikan dengan anggota kelompoknya agar melakukan penebangan terhadap lahan yang mereka miliki.

“Tadi sudah diminta oleh Kadisbun Riau kepada kami untuk melakukan penebangan pohon kelapa dan pembersihan lahan. Insya Allah, kami akan berusaha maksimal bahwa peremajaan yang kami lakukan dapat menjadi contoh bagi peremajaan-peremajaan kebun kelapa petani yang lainnya”ujar Tahir. ***(mok)

Apkasindo Desak Pemkab Pelalawan, Tinjau Ulang Semua Ijin Perkebunan Kelapa Sawit

Ahad, 10 Agustus 2014 18:23
http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=78955
Apkasindo Pelalawan mendesak Pemkab segera meninjau ulang semua perizinan kelapa sawit di daerah itu, menyusul pernyataan Menhut bahwa 2 juta ha kebun di Riau tak berizin.

Riauterkini-PANGKALANKERINCI- Asosiasi Perkebunan Kelapa Sawit (Apkasindo) Pelalawan mendesak Pemkab Pelalawan melalui instansi terkait untuk sesegara mungkin meninjau kembali semua perizinan kelapa sawit yang ada di daerah ini. Hal ini menyusul adanya pernyataan Mentri Kehutanan Ir Zulkifli Hasan beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa ada 2 juta hektare perkebunan kelapa sawit di Riau yang tidak memiliki izin.

"Pernyataan pak Mentri itukan jelas tak main-main. Bayangkan saja, ada 2 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang tak memiliki izin. Dari jumlah yang disampaikan Menhut itu, kita yakin indikasinya ada 30 persen perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan yang belum memiliki izin seperti pernyataan Menhut. Karena itu, kita mendesak Pemkab Pelalawan untuk meninjau kembali semua perizinan kelapa sawit yang ada di daerah ini," terang Ketua Asosiasi Perkebunan Kelapa Sawit (APKASINDO) Pelalawan, Jupri SE, Ahad (10/8/14).

Jupri mengatakan bahwa pihaknya selaku Ketua Apkasindo menyakini bahwa indikasi dari jumlah yang disebutkan oleh Menhut bahwa 2 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang tak memiliki izin itu berada di Kabupaten Pelalawan. Karena itu, pihaknya menginginkan agar pemkab Pelalawan selaku instansi terkait dapat secepatnya menindaklanjuti pernyataan Menhut itu.

"Jika ini ditemukan berarti itu jelas secara otomatis milik Pemda, dan bisa saja oleh Pemkab Pelalawan dibagikan ke masyarakat yang kurang mampu. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang hidupnya berada di bawah taraf kemiskinan di daerah ini," tegasnya.

Dan jika Pemkab Pelalawan merasa kurang mampu atau kurang siap dalam menangani hal ini, sambungnya, maka Apkasindo Pelalawan siap untuk membantu karena ini juga menyangkut pendapatan daerah. Seingatnya, saat Menhut menyatakan hal tersebut pada waktu hadir juga Wakil Ketua DPRD Riau yang masih dijabat oleh Taufan Andoso Yakin dan sejumlah rombongan anggota DPRD Riau lainnya diantaranya H Ramli FE.

"Tapi anehnya, sampai saat ini, pernyataan Menhut itu seperti tidak ada tindaklanjutnya sama sekali dari Pemkab Pelalawan. Padahal jika itu ditindaklanjuti maka ini memberi peluang pada Pemkab dalam menambah pendapatan daerahnya, jika memang ditemukan ada perkebunan kelapa sawit yang tak memiliki izin," ungkapnya.

Ditambahkannya, untuk itu, pihaknya menginginkan agar Pemkab Pelalawanmelalui instansi terkait dapat segera action guna menindaklanjuti hal ini. Pasalnya, selama ini dirinya menilai Pemkab terlalu lamban dalam menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat luas.

"Jika instansi terkait kekurangan tenaga untuk menangani hal ini, maka kami dari Apkasindo Pelalawan akan siap membantu secara maksimal," tutupnya.***(feb)

10 Ribu Hektar Lahan PT DPN Diambil Paksa Warga Kuansing

Ahad, 10 Agustus 2014 23:05
http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=78962

Konflik PT DPN dengan warga kuansing terus berkelanjuta. Masyarakat mematok lahan perusahaan yang diklaim milik warga.

Riauterkini-TELUK KUANTAN- Sekitar 10 ribu hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang selama ini di kuasai oleh PT Duta Palma Nusantara(DPN), Minggu(10/8/14) diambil paksa oleh segenap warga dari Kenegerian Teluk Kuantan, Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuansing.

Pengambilan paksa itu dilakukan karena masyarakat setempat mengklaim, lahan yang dikuasai oleh perusahaan itu merupakan tanah ulayat milik kenegerian tersebut. Tidak hanya lahan PT DPN, mereka juga mematok lahan adat yang dikuasai oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Dalam aksinya, warga melakukan pemasangan patok diatas lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat. Aksi berlangsung aman dan terkendali karena tidak ada reaksi dari pihak perusahaan atas kedatangan warga tersebut.

Dalam aksi tersebut warga kenegerian yang terdiri dari tujuh desa dan 3 kelurahan itu berjanji akan terus mempertahankan haknya meskipun pihak perusahaan akan bersikeras mengambilnya kelak.

"Tanah ini adalah untuk peningkatan kesejahteraan anak dan cucu kemenakan kami dimasa sekarang dan yang akan datang," tutur salah seorang warga setempat, Ultra menegaskan.

Kata Ultra, masyarakat kenegerian Teluk Kuantan melakukan aksi tersebut karena pihak perusahaan sudah semena-mena merampas hak warga setempat. Sehingga masyarakat saat ini merasa kesulitan dan tidak lagi memiliki lahan untuk bercocok tanam.

"Kami melakukan aksi dengan dukungan data yang kuat, dan berdasarkan peta Kenegerian Teluk Kuantan yang sudah ada sejak lama," tutur komando Ketua Laskar Pemuda Kenegrian Teluk Kuantan (LPKT), Emerson.

Kata Emerson, perjuangan masyarakat kenegerian Teluk Kuantan tidak main-main dalam mengambil kembali hak masyarakatnya."Ini akan terus berlanjut sampai titik darah penghabisan," tambah Emerson.

Dalam rombongan tersebut juga tampak terlihat datuk penghulu nan berompek, datuk mudo bisai, para perangkat desa se Kenegrian Teluk Kuantan dan elemen masyarakat lainnya.

Selain itu juga turut hadir, Kepala Desa, Seberang Teluk Kuantan, Emil Harda, yang bertindak sebagai humas dari tim yang dibentuk oleh masyarakat Kenegrian Teluk Kuantan.

"Kami pasang patok diatas tanah ulayat kami. Oleh karena itu kepada pihak perusahaan kami minta agar tidak melakukan aktivitas lagi di lahan ini," tutur Emil Harda.

Terkait itu, Kapolres Kuansing, AKBP Bayuaji Irawan, mengakui adanya aksi warga ini. Oleh karena itu, Kapolres menghimbau warga dan pihak perusahaan yang akan mempertahakan hak masing-maisng untuk tidak menjurus kepada aksi-aksi diluar hukum.

“Kami dari Kepolisian meminta warga dan perusahaan untuk duduk semeja membicarakan permasalahan, dan menghindari aksi-aksi diluar aturan dan hukum,”kataperwira berpangkat dua bunga dipundaknya ini mengharapkan.***(dri)

Pengesahan RTRW Riau Turut Dukung Investasi Perkebunan


Senin, 11 Agustus 2014 21:34
http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=79031&judul=Pengesahan%20RTRW%20Riau%20Turut%20Dukung%20Investasi%20Perkebunan
Disbun Riau merupakan salah satu pihak yang senang dengan disahkannya RTRW Riau. Itu berarti, memberi ruang kepastian kepada dunia investasi, khususnya di subsektor perkebunan.

Riauterkini - PEKANBARU - Pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau oleh Presiden SBY beberapa hari yang lalu, memberi ruang kepastian kepada dunia investasi di Provinsi Riau. Setidaknya itu dirasakan oleh para pelaku usaha yang berinvestasi di subsektor perkebunan.

Dinas Perkebunan Provinsi Riau sebagai satker yang mengoordinasikan investasi subsektor perkebunan yang ada di Provinsi Riau turut merasa senang akan hal itu.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulher MS, Senin (11/8) mengungkapkan rasa senangnya dengan pengesahan RTRW tersebut. Menurutnya seluruh komponen pelaku usaha perkebunan baik petani maupun pengusaha menjadikan rujukan dalam pengembangan usahanya.

Kepastian RTRW ini akan menjawab sebagian persoalaan yang ada di Disbun Riau. Persoalan selama ini, sebutnya, seperti Penyusunan Tata Ruang Perkebunan, tumpang tindih penguasaan lahan antar perusahaan dan masyarakat, perlambatan pengembangan subsektor perkebunan, terhambatnya pengurusan perizinan, pengukuran ulang lahan perusahaan.

Persoalan yang pelik yang dirasakan oleh disbun adalah konflik lahan baik antar perusahaan dengan masyarakat tempatan. Menurut Zulher, hingga terjadi pertumpahan darah karena persoalaan tersebut.

“Dengan adanya RTRW ini telah menjawab sebagian dari persoalan subsektor perkebunan. Dan harapan kami, RTRW tersebut dapat menjadi rujukan yang tepat dalam pengembangan usaha perkebunan ke depannya” ujar Zulher.

Dengan RTRW tersebut, Zulher juga mengaku lega bahwa selama ini potensi perkebunan khususnya kelapa sawit turut menjadi kambing hitam. Hal itu diakibatkan oleh ulah oknum tertentu yang merambah hutan dan menanamnya dengan kelapa sawit.

Seperti yang terjadi di beberapa kawasan hutan seperti kawasan hutan tesso nilo dan juga Giam Siak Kecil (GSK).

“Dengan adanya RTRW yang baru ini, kita juga berharap bahwa penegak hukum dapat melakukan penindakan terhadap oknum tersebut," tegas Zulher lagi. ***(mok)

Deadline Perusahaan Satu Pekan, Kuasa Hukum Petani Tiga Kecamatan Menghadap Bupati


Kuasa hukum petani tiga kecamatan, menghadap Bupati Inhil, untuk menyampaikan surat agar Bupati menghentikan operasional PT Bumi Palma Lestari Persada.

Riauterkini-TEMBILAHAN-Kuasa hukum petani dari tiga kecamatan, yakni Reteh, Keritang dan Enok menghadap Bupati Inhil, HM Wardan, Senin (11/8/14). Mereka menyampaikan surat agar bupati menghentikan operasional PT Bumi Palma Lestari Persada (PT BPLP).

Kuasa hukum yang terdiri dari Zainuddin, SH dan Chairul Salim, SH diterima Bupati Inhil HM Wardan di ruangan kerjanya.

"Kedatangan kami kesini untuk menyampaikan surat agar operasional perusahaan dihentikan sampai permasalahan dengan petani selesai. Kami beri waktu satu minggu, karena saat ini masyarakat sudah resah," ujar Chairul Salim didampingi Zainuddin, SH sambil menyerahkan surat tersebut.

Perusahaan diberi waktu satu minggu menyelesaikan ganti-rugi ini. Dikhawatirkan, lambannya penyelesaian ganti-rugi atas kerusakan tanaman kelapa petani ini akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bersama dan masyarakat akan turun menggelar demo besar-besaran.

Bupati Inhil HM Wardan menyampaikan, akan segera menindaklanjuti surat yang disampaikan kuasa hukum petani ini segera.

"Saya akan tindaklanjuti segera berdasarkan surat yang sudah saya terima ini," ujarnya.

Disebutkannya, seharusnya pihak perusahaan harus pro aktif dan merespons segera permasalahan dengan petani ini, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang terjadi seperti saat ini, seperti kasus di Desa Pungkat.

Untuk diketahui, sebelumnya ratusan petani dari Kecamatan Reteh, Keritang dan Reteh berencana akan menggelar aksi demo besar-besaran, Senin (11/8/14) ke perusahaan sawit ini untuk menuntut komitmen mereka mengganti-rugi kerusakan tanaman kelapa warga.

Namun, aksi ini mereka tunda dulu, karena masih yakin pihak Pemkab Inhil masih dapat menjembatani permasalahan ini dengan baik dan adanya itikad baik perusahaan memberikan ganti-rugi yang sesuai dan tidak merugikan masyarakat.

Pihak perusahaan baru bersedia memberikan kompensasi ganti-rugi sebesar Rp 2,5 miliar bagi lebih kurang 51 ribu tanaman kelapa dan eks tanama kelapa dalam yang rusak dilakukan penanaman sampai produksi dengan tanaman kelapa sawit, dengan syarat biaya investasi pembangunan tanaman kelapa sawit ini ditanggung petani setelah tanaman menghasilkan.

Dalam hal ini yang masih menjadi keberatan petani mengenai besaran nilai kompensasi sebesar Rp 2,5 miliar tersebut, karena kalau seperti ini berarti tanaman kelapa yang rusak hanya dihargai hanya sekitar Rp 51 ribu saja. Petani minta nilai kompensasi ini ditingkatkan lagi dari harga itu.***(mar).

Teks foto: Tim kuasa hukum petani saat menghadap Bupati Inhil HM Wardan.http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=79008&judul=

Rabu, 30 April 2014

Datangi Hutan yang Ditebang, Ratusan Warga Inhil Desak Penarikan Alat Berat PT SAL

Rabu, 30 April 2014 10:52
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=74435&judul=Datangi%20Hutan%20yang%20Ditebang,Ratusan%20Warga%20Inhil%20Desak%20Penarikan%20Alat%20Berat%20PT%20SAL

Aktivitas alat berat PT SAL memicu protes warga Gaung, Inhil. Mereka. Mendatangi hutan yang ditebang perusahaan dan mendesak penghentian operasional.

Riauterkini-TEMBILAHAN-Ratusan warga Desa Pungkat, Kecamatan Gaung kembali mendatangi lahan kawasan hutan yang dikelola perusahaan sawit PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL), Rabu (30/4/14).

Ratusan warga ini menuju lokasi dengan menggunakan puluhan pompong dan perahu dari ibukota desa Pungkat. Setibanya di lokasi mereka langsung menuju kamp yang dibangun di tengah lahan dan ternyata para pekerja perusahaan sudah \'melarikan diri\', di kamp itu hanya ditunggui seorang anggota TNI mengaku dari Kodim 0314/ Inhil.

"Saya mohon alat (eksavator) jangan diganggu, saya juga tidak tahu permasalahan dan sampai saat ini tidak ketemu pihak perusahaan,\" pinta anggota TNI AD tersebut.

Tak jauh dari kamp juga tampak satu unit alat berat yang sebelumnya diketahui mengerjakan penggalian parit dan membersihkan kawasan hutan yang diduga masuk kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan. Menurut info, ada empat unit eksavator yang berada dilokasi yang digarap tersebut.
 
"Kami minta hari ini juga alat berat ini keluar dari lokasi, kalau tidak akan kami bakar,\" teriak ratusan warga tersebut.

Menurut warga, selama ini mereka selalu dibohongi pihak perusahaan, sebelumnya alat berat ini sudah mundur dari lokasi, namun ternyata diam-diam dan sembunyi pihak perusahaan menggarap lahan ini.

\"Keberadaan perusahaan ini mengancam lahan penghidupan kami, akibat hutan digarap perusahaan ini, beruk pun mulai turun merusak kebun kelapa kami. Lebih kami mati berjuang daripada mati kelaparan,\" pekik warga lainnya.

Sampai saat ini ratusan warga ini masih bertahan di lokasi, mereka mengancam akan terus bertahan sampai alat berat ini hengkang dari lokasi ini.***(mar)

Teks photo : Ratusan warga saat menuntut alat berat perusahaan ditarik dari lokasi kawasan hutan yang digarap PT SAL.

Senin, 20 Januari 2014

Menginap di Kantor Satpol PP Rohul, Eks Karyawan PT Budi Murni, Enggan Pulang Kampung

Ahad, 19 Januari 2014 21:03http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=69134
Dengan alasan tidak punya keluarga lagi, tidak punya pekerjaan bahkan rumah di kampung halaman, banyak eks karyawan PT Budi Murni yang enggan pulang kampung. Hingga saat ini mereka masih ditampung di Kantor Satpol PP Rokan Hulu.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Nasib sekitar 37 karyawan PT Budi Murni Panca Jaya (BMPJ) termasuk anak-anak, di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Kabupaten Rokan Hulu di Pasirpangaraian, masih menunggu keputusan Disdikpora dan Disosnakertrans Rohul.

Mereka merupakan korban dari belum jelasnya legalitas PT Budi Murni karena perusahaan milik warga keturunan asal Selat Panjang Kepulauan Meranti itu dituding sudah menyerobot lahan 700 hektar milik Koperasi Sawit Timur Jaya, Desa Kepenuhan Timur, Kecamatan Kepenuhan yang masih bermitra dengan PT Agro Mitra Rokan (AMR).

Seorang karyawan PT Budi Murni Suwito (71) merupakan warga Kecamatan Batang Sarangan Stabat, Kabupaten Langkat, Sumut, mengaku selama menginap di Kantor Satpol PP Rohul mereka diperlakukan baik oleh personel Satpol PP.

Selama di sana, mereka juga mendapatkan jatah nasi bungkus pada siang hari dan sore hari, sedangkan pada pagi hari hanya mendapat jatah nasi goreng.

"Malamnya kami sering dibelikan gorengan (jajanan goreng-red) oleh bapak-bapak ini (anggota Satpol PP), bahkan bagi kami yang sakit diajak berobat ke rumah sakit," kata pria yang kerjanya memperbaiki jalan di PT Budi Murni lima tahun terakhir, Ahad (19/1/14).

Sama dengan yang lain, kepada riauterkinicom, Suwito juga tidak tahu alasan barak mereka dikosongkan. Sepulang kerja sekitar pukul 13.00 WIB, dia disuruh mengumpulkan semua barang-barangnya dan segera keluar barak sebelum barak disegel.

"Kalau saya dipulangkan, saya mau usaha apa disana. Rumah kami sempit, dan kini ditempati anak saya. Rencananya saya mau menumpang di rumah saudara di Jalan Baru PT EMA, karena dia punya kebun kelapa sawit di sana," ujar pria yang selama di PT Budi Murni menerima gaji Rp55 ribu per hari kerja.

Liani boru Bancin (35) warga Medan, Sumut, yang sudah lima tahun bekerja di PT Budi Murni juga mengaku bingung jika benar akan dipulangkan ke daerah asalnya. Dia ingin tinggal di Rohul karena satu dari dua anaknya masih duduk di sekolah dasar dekat bekas perusahaan tempatnya bekerja.

"Kalaupun pulang kampung, kami tidak tau kemana. Kami belum punya rumah di Medan," kata Liani lesu.

Beda lagi dengan Kusmiati (51). Wanita asal Kabupaten Garut Jawa Barat tersebut mengaku tidak tahu lagi dimana anak-anak dan saudaranya. Pasalnya, selama mengikuti Trans di Langsa Aceh Timur pada 1985 silam, dia tidak pernah bertemu keluarganya. Saat pulang ke daerahnya pada 2006, anak-anak dan keluarganya sudah pindah daerah dan sampai kini belum bertemu.

Dia sendiri hijrah ke Rohul dan bekerja di PT Budi Murni serta meninggalkan lahan Transmigrasinya di Aceh Timur karena semua surat tanah yang diberikan pemerintah semasa Presiden Soeharto, dirampas oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Saya tidak tahu lagi mau kemana. Saya ini korban penganiayaan GAM dan tidak punya harta benda dan keluarga lagi," keluh Kusmiati.

Untuk diketahui, puluhan karyawan ini merupakan korban dari pengosongan areal PT Budi Murni dilakukan Satpol PP Rohul, Jumat (17/1/14) lalu. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Rohul Nomor 100/Pen/2013/398, tertanggal 3 Desember 2013 untuk pengosongan lahan, ratusan personel Satpol PP menyegel empat barak milik perusahaan.

Dampak dari pengosongan areal itu, puluhan karyawan PT Budi Murni dan anak-anaknya yang tidak tahu masalah, termasuk harta bendanya dibawa ke Kantor Satpol PP Rohul. Rencananya mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya yang rata-rata berasal dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Satpol PP Bantah Sekap Karyawan PT Budi Murni dan Anak-anak

Menurut Kepala Satpol PP Rohul Roy Roberto, rencananya Senin (20/1/14) besok, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Rohul serta Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Rohul untuk kelanjutan nasib pendidikan anak-anak usia sekolah dan karyawan PT Budi Murni.

"Kami akan siapkan tiket bus bagi yang akan dipulangkan ke daerah asalnya. Namun bagi yang ingin tetap di Rohul, besok kita koordinasikan ke dinas terkait," kata Roy kepada riauterkinicom, Ahad.

Roy mengakui dari 30 kepala keluarga atau 65 jiwa karyawan PT Budi Murni dan anak-anaknya, sebagian sudah diantarkan kepada keluarganya yang masih di sekitar Rohul. Dan yang dibawa ke Kantor Satpol PP merupakan keluarga yang masih bingung nasibnya.

"Jadi kami bukan menyekap 37 karyawan dan anak-anak ini seperti SMS yang beredar saat ini. Mereka kami layani layaknya keluarga sendiri. Mereka kami beri makan tiga kali sehari, minum bebas mau buat kopi juga bisa. Dan ada yang sakit juga kami obatkan dan kami bawa ke rumah sakit," jelasnya.

"Ada juga anak karyawan yang kena paku sebelum kami mengosongkan barak sudah menjalani operasi. Pokoknya sampai susu bayi karyawan pun kami sediakan sesuai merk susunya," tambah Roy dan mengakui segala kebutuhan konsumsi, susu bayi, termasuk jajan anak-anak karyawan ditanggung pihak Satpol PP.

Surya, Ajudan Roy juga mengakui anak karyawan yang dioperasi karena paku bernama Ardi. Murid kelas 2 sekolah dasar tersebut kena paku saat bermain dengan teman-temannya beberapa hari sebelum personel Satpol PP Rohul melakukan pengosongan.

"Yang jelas walau mereka sakit dari sana (PT Budi Murni), disini kami obatkan. Mereka kami perlakukan seperti saudara sendiri. Segala kebutuhan konsumsi, rumah sakit, semua dibiayai," ungkap Surya.***(zal)

Bupati Rohul: PT Budi Murni Perusahaan Ilegal

Ahad, 19 Januari 2014 21:32
http://www.riauterkini.com/rohul.php?arr=69137Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Bupati Rokan Hulu Achmad mengakui pengosongan areal PT Budi Murni Panca Jaya (BMPJ) di Desa Kepenuhan Timur, Kecamatan Kepenuhan, karena perusahaan itu "ilegal".

Menurutnya, perusahaan milik warga keturunan asal Selat Panjang, Kepulauan Meranti itu sudah seharusnya ditertibkan. Namun begitu, Pemkab Rohul tetap memperhatikan nasib karyawan dan anak-anaknya karena merupakan masih warga Rohul.

"Hanya perusahaannya yang ditertibkan, sementara orang-orangnya (karyawan-red) tetap kami pedulikan. Bagi yang mau pulang akan kami pulangkan dan disiapkan tiket. Rencananya Senin besok (20/1/14) kami selesaikan masalah ini," kata Bupati Achmad, Ahad (19/1/14).

Diakuinya, pengosongan areal PT Budi Murni dilakukan ratusan Satpol PP Rohul, Jumat (17/1/14) lalu menjadi tanggung jawab Pemkab Rohul. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) akan bekerja sama dengan Satpol PP Rohul akan melakukan proses pemulangan.

Sementara, Kapolres Rohul AKBP H. Onny Trimurti Nugroho mengatakan Kantor PT Budi Murni dan beberapa barak karyawan sudah disegel menggunakan papan dan dipaku oleh Satpol PP Rohul. Meski begitu, sekitar 10 karyawan perusahaan masih berada di lokasi untuk menjaga aset perusahaan.

Kapolres Onny mengakui sesuai keterangan dari pihak Satpol PP Rohul, dalam merekrut tenaga kerja PT BMPJ tanpa melalui prosedur Disnakertrans Rohul. Tambahnya, selain pekerja tidak mengantongi izin lengkap, perusahaan juga tidak mengindahkan Surat Keputusan Bupati Rohul tentang pengosongan lahan yang sudah tiga kali dikirimkan yakni SK Nomor 100/Pen/2013/398, tertanggal 3 Desember 2013.***(zal/fit)