Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Kamis, 30 Desember 2010

PT LIH Timbun 10 Anak Sungai

Rabu, 29 Desember 2010 16:47
Temuan Anggota DPRD Pelalawan,
Anggota Komisi B DPRD Pelalawan mengungkapkan temuan mengejutkan. Ia menyebutkan PT LIH telah menimbun 10 anak sungai untuk membuka kebun kelapa sawit.

Riauterkini-PANGKALANKERINCI-PT Langgam Inti Hibrido (LIH) yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit mengabaikan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal). Sedikitnya, 10 anak sungai yang berada di areal perkebunan tersebut, ditutup dan ditimbun. Kondisi ini berdasarkan temuan anggota DPRD Pelalawan dari Komisi B, Herman Maskar dengan masyarakat desa Kuala Terusan.

"Kita meminta kepada instansi terkait baik itu dari tingkat pemerintah pusat sampai ke tingkat Pemerintah Kabupaten untuk dapat segera mencabut seluruh izin PT LIH, sebab saat ini perusahaan itu banyak melanggar aturan yang sudah ditetapkan termasuk Amdalnya," terang Herman Maskar, kepada sejumlah wartawan, Rabu (29/12/10) di Pangkalankerinci.

Katanya, pelanggaran yang fatal dilakukan oleh PT LIH tersebut adalah, perusahaan tersebut telah melakukan tindakan diluar dugaan yaitu menutup dan meratakan sedikitnya 10 anak sungai kampar yang ada dilingkungan perkampungan Kuala Terusan Kecamatan Pangkalan Kerinci.

Atas penutupan anak sungai tersebut lanjut Herman,warga Kuala Terusan sampai sekarang tidak bisa lagi mencari ikan di anak sungai tersebut yang biasa dilakukan mereka setiap hari untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka, "Saya sudah lihat dan rasakan kondisi mereka disana, terlebih lagi saya dilahirkan di daerah itu, sejak ditutupnya anak sungai itu warga kuala terusan sudah tidak bisa mencari ikan lagi di anak sungai itu", kata Herman.

Herman juga menambahkan, Atas kejadian itu masyarakat setempat sudah melakukan perundingan kepada pihak perusahaan untuk menuntut ganti rugi berupa pembangunan kebun masyarakat dengan pola KKPA, dengan adanya kebun pola KKPA tersebut diharapkan selain bisa mengganti sumber pencaharian warga karena anak sungainya sudah ditutup, hal itu juga dianggap sudah kewajiban perusahaan untuk membangunnya demi kesejahteraan warga disekitar perusahaan.

"Tapi setelah mereka minta ganti rugi soal KKPA itu, ternyata sampai sekarang pihak perusahaan tidak merespon, hal inikan menunjukan bahwa mereka menggap dirinya hebat dan kebal hukum, untuk itu saya minta kepada pemerintah agar dapat mencabut semua izin PT LIH karena dianggap tidak memberikan manfaat positif bagi masarakat sekitar,".tandasnya.

Sementara itu terkait masalah ini manajemen, PT LIH hingga berita ini diposting belum berhasil dikomfirmasi. Humasnya, Yusherman telephon genggamnya tak bisa dihubungi karena sedang tidak aktif.***(feb)

Kamis, 23 Desember 2010

2,9 Hektare Sawit Ancam Lahan Gambut

22 DECEMBER 2010

PEKANBARU (RP)- Perkebunan sawit di lahan gambut sejauh ini masih berkembang di Riau. Padahal kondisi ini sangat membahayakan lingkungan. Sawit yang banyak menghabiskan air tanah akan menyebabkan lahan gambut semakin kritis. Akibatnya, daerah-daerah pesisir dapat kekurangan air dan intrusi air laut akan makin meluas.

‘’Untuk itu dari sekarang kita ingatkan beberapa daerah pesisir seperti Inhil, Rohil, Siak dan Bengkalis agar lebih selektif memberikan izin perkebunan sawit di kawasan gambut ini,’’ ujar Kepala Balitbang Riau, Prof Dr H Tengku Dahril MSc.

Hal itu dikatakannya kepada Riau Pos, Selasa (21/12) di Pekanbaru dalam ekspos hasil penelitian Balitbang Riau bekerja sama dengan Badan Pengkajian Lahan dan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Di Riau, ujar Dahril, dari seluruh luas lahan terdapat 45 persen atau sekitar 4 juta hektare kawasan gambut. Sedangkan perkebunan sawit di Riau saat ini sudah mencapai 2.056.008 hektare. Data terbaru dari Ditjenbun, angkanya lebih luas lagi, yakni 2.948.319 hektare. Perluasan kebun sawit ini di satu sisi memang dianggap penting bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Namun diingatkan Tengku Dahril, bahwa kajian akademis memaparkan bahwa perkebunan sawit yang sudah mulai merambah kawasan lahan gambut akan sangat membahayakan lingkungan. Akan terjadi intrusi air laut, penurunan atau elevasi tanah, dan sejumlah bahaya lingkungan lainnya. ‘’Saat ini kita belum dalam tahap melarang. Dari hasil penelitian ini kita hanya mengingatkan agar hati-hati dalam membuka lahan sawit di daerah berlahan gambut,’’ ujar Dahril.

Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan itu, sebutnya, maka ada beberapa rekomendasi yang hendaknya dilakukan instansi dan dinas terkait. Pertama, perlunya penanggulangan karhutla saat pembukaan lahan dengan cara membuat dam atau kanal yang efektif. Kedua, pengaturan tinggi muka air dengan penataan drainase. Ketiga, membatasi pembangunan perkebunan, hanya sampai gambut berkedalaman 4 meter. Keempat, harus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang konservasi lahan gambut, dan kelima, perlunya dikembangkan model berkelanjutan baik dari aspek sosial, ekonomi serta politik.

‘’Rekomendasi ini akan kita sampaikan kepada instansi terkait, termasuk di kabupaten yang bersangkutan agar keberadaan kebun sawit di Riau tak malah menjadi bencana lingkungan di kemudian hari,’’ ujar Dahril.(muh)

20 Persen Kebun Sawit Indonesia Dikuasai Investor Malaysia

Kamis, 23 Desember 2010 18:40

2,1 juta hektar dari 7 juta hektar kebun sawit di Indonesia dikuasai negara asing. Pemerintah diharapkan untuk menerapkan batasan kepemilikan lahan oleh warga asing.

Riauterkini-PEKANBARU-Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau Wisnu Oriza Soeharto kepada Riauterkinidi sela acara Diskusi Panel Ekonomi Riau Akhir Tahun 2010, di Kantor Bank Indonesia Pekanbaru, Kamis (23/12/2010) mengatakan bahwa luas kebun sawit di Indonesia mencapai 7 juta hektar.

20 persen diantaranya atau sekitar 1,4 juta hektar milik investor asal negeri jiran Malaysia. 10 persen lainnya atau sekitar 700 ribu hektar milik perusahaan indikasi luar negeri.

Ia mengakui bahwa Kehadiran investor asing dalam industri perkebunan sawit di Indonesia sangat diharapkan. Tentunya agar dapat mendongkrak iklim investasi di dunia usaha Indonesia umumnya. Namun harus dilakukan pengawasan. karena jika dibiarkan dominan bisa berdampak negatif.

Untuk menghindari dominasi asing, menurut Wisnu, diperlukan peran pemerintah dalam memperketat izin kepemilikan asing. Soalnya, regulasi tentang kepemilikan asing di bisnis sawit dinilai masih kabur dan tak mengatur secara tegas.

Kata dia, dominasi asing di bisnis sawit nasional sangat berbahaya. Pasalnya, banyak orang pribumi yang menggantungkan hidup di sektor industri sawit.

“Izin kepemilikannya harus diperketat dan diatur sedemikian rupa supaya mereka (asing, red) tidak dominan. Jika tidak diatur secara tegas dan diperketat, bukan tidak mungkin asing akan mendominasi kepemilikan lahan di Indonesia," harapnya.***(H-we)

Ribuan Hektar Kebun Sawit Perusahaan di Bengkalis Diduga Ilegal

Kamis, 23 Desember 2010 16:14

Keberadaan kebun kelapa sawit perusahaan di Kabupaten Bengkalis belum seluruhnya berizin. Diduga ada ribuan hektar yang legalitasnya meragukan.

Riauterkini-BENGKALIS- Kalangan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) temukan kejanggalan dalam pemaparan tata tapal batas wilayah lahan, di Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukitbatu Kabupaten Bengkalis. Keanehan tersebut terungkap saat sosialisasi tapal batas yang dilaksanakan oleh PT. Sekato Pratama Makmur (SPM) anak perusaahan PT Indah Kiat Pulp dan Paper/PT Arara Abadi (AA) Sinarmas Forestry beberapa waktu lalu.

Tata batas PT. SPM yang terletak di kawasan Dusun Air Raja terdapat hutan garapan sekitar 2000 hektar lahan. Ribuan hektar lahan yang digarap oleh perusahaan untuk perkebunan sawit tidak sesuai dengan izin yang dimiliki oleh perusahaan (PT. SPM, red). Lahan tersebut berguna sebagai taman kayu-kayuan, dan termasuk hutan lindung gambut.

“Kita temukan kejanggalan mengenai keberadaan dan kodisi lahan seluas 2000 hekter di Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban. Dimana pada saat sosialisasi terungkap, lahan itu digarap secara illegal oleh pendatang, harusnya lahan itu ditanami oleh kayu-kayuan bukan untuk kelapa sawit,” ujar Direktur Badan Anti Korupsi (BAK) LIPUN Bengkalis Abdul Rahman Siregar, kepada wartawan Kamis (23/12/10).

Abdul Rahman juga mengungkapkan, pada pertemuan itu pihak perusahaan menjelaskan, jika tata batas tersebut sangat mempengaruhi keberadaan sejumlah lahan lainnya. Sehingga perusahan harus mengganti tanaman sawit yang sudah ditanami itu dengan tanaman sesuai izin seperti, pohon karet. Bahkan, untuk lahan hutan tanam industri (HTI), Bina Marga dan Pengairan Bengkalis pernah menggarap lahan untuk dijadikan jalan Pakning-Duri, dan turut serta menggarap lahan buffer hutan lindung dan mengganti rugi sebesar Rp 2 milyar.

“Upaya inventarisir dilakukan untuk mengetahui siapa pemiliknya, dari mana asal usul sampai mereka bermukim dilahan tersebut, siapa cukong dibalik hal ini, dan juga kami menduga kuat ada indikasi jual beli lahan diwilayah sektor hamparan lahan,” katanya lagi.

Terpisah, Camat Bukit Batu Andris Wasono, ketika dikonfirmasi terkait adanya kebun sawit ilegal ini, mengatakan pihaknya belum mengetahui secara detail masalah tersebut. Namun sesuai dengan arahan pemerintah kabupaten, masalah lahan itu konservasi yang berada diwilayah perusahaan, tetap menjadi tanggungjawab perusahaan.

“Informasi itu baru saya dengar, kita akan coba pelajari permasalahannya. Memang mengenai konservasi hutan dan lahan gambut sepanjang dikelola oleh perusahaan, tanggungjawabnya juga dibebankan ke perusahaan. Namun, untuk memastikannya kita akan coba mencari tahu mengenai informasi ini,” tandasnya.***(dik)

Jumat, 17 Desember 2010

Menteri BUMN: Riau Harus Mampu Kelola Sawit

Tribun Pekanbaru - Jumat, 17 Desember 2010 12:53 WIB
TRIBUNNEWSPEKANBARU.COM- Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar mengatakan bahwa Riau harus mampu mengelola industri sawit mulai dari hulu hingga hilir.

"Riau harus mampu mengelola potensi sawit yang ada. Apalagi sejak dicanangkannya kluster sawit, Maret lalu. Pihak Kementrian BUMN sendiri menargetkan Riau bisa mengelola mulai dari hulu ke hilir pada tiga atau empat tahun mendatang," ujar Mustafa di Pekanbaru, Jumat dini hari.

Ia mengatakan industri pengelohan sawit berkembang menjadi produk yang besar. Nantinya, kata Mustafa, jika produksi maupun kuantitan sudah cukup secara ekonomi maka pihaknya akan menyokong jika daerah ingin mengelolanya.

"Kita akan menutup keran dari pihak luar yang ingin masuk ke kawasan tersebut. Biarkan kita mengelolanya sendiri,"jelasnya.

Dikatakannya, Riau mempunyai potensi cukup besar dalam industri sawit. Pihaknya mencatat, saat ini jumlah sawit Riau mencapai 2 juta hektare dan terus mengalami peningkatan.

Terlebih lagi, Riau diuntungkan dengan adanya kandungan minyak bumi dibawah tanah dan minyak nabati di atasnya. Terlebih lagi kedepannya, minyak nabati mempunyai peran 3F yakni Food, Feed dan Fuel. Artinya nantinya minyak nabati tidak hanya bisa digunakan sebagai bahan makanan, makanan ternak dan bahan bakar.

"Secara keseluruhan untuk seluruh Indonesia, kedepannya bidang perkebunan mempunyai peran yang cukup besar.Hal ini dikarenakan pertumbuhan di berbagai sektor mengalami kejenuhan seperti perbankan," kata dia.

Gubernur Riau, Rusli Zainal, mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan infrastruktur pendukung untuk klaster industri sawit Riau yang terdapat di Riau. Salah satunya, kata Rusli adalah jalan tol.

"Dengan demikian, nantinya industri sawit di Riau tidak hanya hulu saja tetapi terintegrasi mulai dari hulu ke hilir," katanya.

Ia mengharapkan bantuan dari pihak pusat untuk mendukung program yang dicanangkannya tersebut. Terlebih lagi, nantinya dengan adanya klaster ini akan berdampak banyak dengan perekonomian Riau.

Penulis : vina
Editor : vina
Sumber : Antara

Kamis, 09 Desember 2010

Ingkar Janji, PT CSS Diadukan ke DPRD Inhu


Kamis, 9 Desember 2010 17:50

Sejumlah masyarakat Kecamatan Peranam dan Batang Peranap mengadukan sikap PT CSS ke DPRD Inhu. Perusahaan tersebut dituding ingkar janji karena tak kunjung membuatkan kebun kelapa sawit bagi masyarakat.

Riauterkini -RENGAT- Belasan masyarakat yang berasal dari lembaga Adat Masyarakat Tiga Lorong Kecamatan Batang Peranap dan Kecamatan Peranap mengadu ke DPRD Indrgiri Hulu (Inhu), Kamis (9/12/2010).

Kedatangan tokoh masyarakat ini terkait dengan permasalahan ingkar janjinya PT. Citra Sumber Sejahtera (PT. CSS) untuk membangun kebun kelapa sawit bagi masyarakat. Mereka diterima oleh wakil ketua DPRD Inhu Zaharman Kaz serta anggota DPRD Inhu Arifuddin Ahalik, Tomimi Comara, Marjuki dan Suradi.

Dalam pengaduannya ke DPRD Inhu tokoh masyarakat menyampaikan bahwa PT. CSS tidak melaksanakan kesepakatan yang sudah dibuat tanggal 9 Mei 2004 lalu.

Dalam kesepakatan tersebut PT. CSS memberi kebun sawit pola kerja sama dengan desa pauh Ranap seluas 100 hektar untuk lembaga adat tiga lorong. Serta 140 hektar untuk desa-desa yang ada dalam lembaga adat tiga lorong yang meliputi Desa Semelinang Tebing, Gumanti, Kelurahan Peranap, Kelurahan batu Rijal Hilir, Desa Batu Rijal Hulu, Desa Pematang, Desa Selunak, Desa Puntikayu, Desa Pesajian, dan Desa Semelinang Darat.

“Oleh sebab itu kami meminta kepada dewan agar dapat memanggil pihak PT. CSS guna dilaksanakan hearing. Sehingga nantinya akan diperoleh jalan keluar mengenai permasalahan yang diadukan masyarakat,”jelas Datuk Danang Lelo yang pernyataanya juga disampaikan secara tertulis ke DPRD Inhu.

Wakil Ketua DPRD Inhu H. Zaharman Kaz dalam menyikapi pengaduan masyarakat lembaga adat tiga lorong tersebut mengatakan bahwa dewan jelas menampung pengaduan masyarakat. Untuk selanjutnya menyangkut dengan permasalahan permintaan hearing dengan PT. CSS akan diagendakan dan disampaikan kepada ketua DPRD Inhu.

Selanjutnya Zaharman juga mengharapkan agar nantinya dalam hearing yang akan dilaksanakan diminta kepada semua yang hadir adalah yang bisa membuat keputusan. Terutama sekali pihak PT. CSS agar dapat mengutus pimpinan perusahaan yang bisa membuat keputusan sehingga permasalahan dapat segera di tuntaskan.***(guh)

Jumat, 03 Desember 2010

Program Revitalisasi Sawit Riau Mandek

Tribun Pekanbaru - Jumat, 3 Desember 2010 12:44 WI
TRIBUNNEWSPEKANBARU.COM - Program peremajaan (revitalisasi) perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 20.117 hektare di Provinsi Riau mandek karena belum ada kesepakatan mengenai kemitraan dengan perusahaan.

"Belum ada realisasi dari program revitalisasi kelapa sawit di Riau," kata Kepala Bidang Pengolahan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Ferry HC, Jumat.

Ia menjelaskan, puluhan ribu hektare kebun sawit tersebut perlu segera diremajakan karena sudah berusia lebih dari 25 tahun. Dalam usia tersebut, produksi tandan buah sawit dari pohon sudah menurun drastis.

Menurut dia, lokasi paling luas berada di daerah Sungai Tapung Kabupaten Kampar dan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Peremajaan sawit telah lama diusulkan dengan sumber pendanaan dari program pemerintah.

Namun hingga kini program itu masih terkendala kesepakatan dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). "Mereka dulu ada mitra dari PTPN V, namun sekarang belum ada kesepakatan lanjutan kemitraan setelah revitalisasi," ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Riau, luas perkebunan sawit di Riau kini mencapai sekitar 2,06 juta hektare. Dari luasan tersebut, sekitar 49 persen dikelola perusahaan dan sisanya merupakan sawit rakyat.

Penulis : vina
Editor : vina
Sumber : Antara

Sabtu, 27 November 2010

200-an Hektar Kebun Sawit di TNTN Dimusnahkan

Jum’at, 26 Nopember 2010 15:15
Operasi penertiban perambah di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo terus dilakukan. Tim gabungan membongkar paksa kelapa sawit seluas 200-an hektar.

PANGKALANKERINCI-Dengan menggunakan dua alat berat jenis exkapator, tim gabungan Jumat (26/11/10) baru berhasil memusnakan 20 hektar kebun sawit dari 200 hektar di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Rata-rata kebun yang dimusnakan tersebut berumur dua sampai empat tahun. Seperti yang dikwatirkan sebelumnya, bakal ada perlawanan dari pemilik kebun namun kekwatiran tersebut tidak terbukti. Tim gabungan begitu mulus melakukan pemusnahan.

Kepala Balai TNTN, Hayani Surahman, yang mengaku masih berada dilapangan mengatakan, 20 hektar kebun sawit yang dimusnakan tersebut dari 200 hektar kebun sawit yang terdata, berada di kebun kelompok tani Bagan Limau. "Tim bekerja aman, tanpa ada hambatan, sebab, pemilik kebun tidak berada ditempat. Apalagi yang memilki kebun tersebut mayoritas warga pendatang, yakni berasal dari Pekanbaru, dan Jawa," terang Hayani.

Tim gabungan ini kata Hayani melanjutkan, keesokan harinya yakni pada hari Sabtu ditempat berbeda. Pada penertiban hari pertama, hanya para pekerja yang berada di kebun. "Hanya beberapa orang saja yang berada dikebun tersebut, itupun hanya para pekerja saja," imbuhnya.

Pihaknya, kata Hayani lebih lanjut, sebelum pemusnahan tersebut telah melakukan sosialisasi kepada pemilik kebun. Sosialiasasi tersebut yakni berupa pemberitahuan melalui surat. Namun himbauan tersebut tak kunjung di indahkan. "Kita sudah melakukan sosialiasi kepada mereka yang memiliki kebun tersebut," paparnya.

Ditambahnya lagi saat ini setidaknya, hampir 28 ribu hektar taman Tesso Nilo dikuasai oleh perseorangan maupun kelompok. Jika ditaksir dengan besaran angka tersebut hampir 34 persen TNTN sudah dirambah.***(feb)

Minggu, 26 September 2010

Pasca Lebaran, Produksi Kelapa Sawit di Rohul Meningkat

Ahad, 26 September 2010 11:32

Perkebunn kelapa sawit menjadi sektor unggulan bagi masyarakat Kabupaten Rohul. Pasca Lebaran ini, produksi komoditas ini terus meningkat.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Produksi komoditas andalan Indonesia saat ini, yaitu buah kelapa sawit, perkebunan rakyat, di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), dua pekan terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan, dibandingkan dengan dua pekan sebelumnya.

"Peningkatan hasil produksi perkebunan kelapa sawit, dalam dua pekan terakhir ini, mencapai 258.978 ton. Ini karena ada penundaan masa panen pasca lebaran kemarin," terang Agung Nugroho, Kepala Bidang Produksi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Rohul, Ahad (26/9/10).

Kata dia, jumlah produksi kelapa sawit perkebunan rakyat pada masa panen dua pekan terakhir telah mencapai 258.978 ton, setiap panen (dua pekan sekali), dibandingkan hasil produksi tiga pekan sebelumnya, yang hanya mencapai 172.650 ton, per dua pekan masa panen.

"Total luas lahan perkenunan rakyat 86.325 hektar. Normal produksi sawit hanya 200.000 ton, per dua pekan," imbuhnya.

Jelas dia, terjadi peningkatan 33 persen dari sebelumnya. Penyebabnya, karena faktor masa panen yang sempat tertunda, karena akan menyambut lebaran lalu, dibiarkan hingga selesai lebaran baru dipanen. Sehingga tandan buah segar (TBS), buah kelapa sawit lebih banyak dari biasanya.

Pihaknya memprediksi, masih pada tahun 2010 ini, produksi sawit semakin meningkat. Selain luas lahan penanaman sawit yang semakin meluas, masa penurunan produksi (trek), juga sudah berakhir pada bulan September ini.

"Kita perkirakan, beberapa bulan ke depan, hasil produksi sawit akan terus meningkat. Selain intensitas hujan cukup tinggi, masa trek juga sudah berlalu," jelasnya.

Menurutnya, produksi kelapa sawit di 16 kecamatan hampir merata. Dan warga di Kecamatan Tambusai Utara, yang paling banyak petani kelapa sawit, dikuti oleh Pendalian IV koto, dan Rokan IV Koto.

Suharman (43), peningkatan hasil produksi, harus diimbangi dengan harga yang tinggi. Sebab biaya perawatan, dan pemupukan juga tinggi.

"Percuma jika produksi tinggi, tetapi harga belinya rendah. Namun pekan ini harga sudah lumayan, mencapai Rp1.175 per kilo gram (kg). Ada peningkatan dari dua pekan sebelumnya, yang hanya Rp1.130 per kg nya," terangnya.

Dia berharap pemerintah, persediaan pupuk yang mencukupi, dengan harga yang normal, dan bisa dijangkau petani. Akan lebih meningkatkan produksi kelapa sawit ke depannya.***(zal)

Sabtu, 25 September 2010

Setengah Kebun Sawit Riau Illegal

Friday,
24 September 2010 09:44

PEKANBARU, TRIBUN - Provinsi Riau memang dijuluki daerah penghasil kelapa sawit terbesar nasional. Namun, di balik itu, ada yang perlu disorot. Sebabdiindikasikan separuh dari total luas kebun sawit mencapai 1,7 juta hektar merupakan kebun yang dikelola secara ilegal.

Para pemiliknya sebagian besar merupakan pemodal yang diduga memanfaatkan masyarakat sebagai pengelola, meski tidak pernah mencicipi basil bumi tersebut. Dengan memperalat warga tempatan, maka kewajiban usaha perkebunan yang harus dibayar pemilik kebun bisa dihindari.

Praktik ini merupakan modus kejahatan lama yang kini jadi target tim terpadu lintas institusi untuk diusut tuntas.

Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ir Ferry HC menjelaskan, hasil verifikasi sementara dari sebanyak 1,7 juta hektar kebun sawit di Riau, hanya seluas 816 ribu hektar saja yang memiliki izin usaha perkebunan yang sah.

Jumlah tersebut mencapai 48 persen dari total lahan kebun sawit di Riau. Kebun sawit "resmi" itu dimiliki oleh 168 izin usaha resmi.

Sementara, lebih separuh atau sekitar 884 ribu hektare merupakan kebun tergolong ilegal. Ferry menjelaskan, kebun ilegal tersebut dibagi menjadidua kelompok, yakni usaha Perkebunan yang sudah berdiri, namun belum memenuhi persyaratan serta kebun yang sama sekali meat-tang tidak memiliki ijin perkebunan.

Menurutnya, kebun sawit di Riau yang ilegal tersebut lantaran memang belum memiliki ijin usaha. Kebanyakan, kebun terbentur pada tidak terbitnya izin pelepasan kawasan hutan oleh kementerian terkait sehingga proses lanjutan mandeg.

Selain itu, persyaratan lain yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tidak dipenuhi pemilik kebun. Namun meski pemerintah belum mengalihfungsikan kawasan hutan, tetap saja pengelola memaksakan diri untuk tetap mengelola. Alhasil sawit dibangun di kawasan yang tidak diperuntukan untuk perkebunan.

"Tapi, ada juga yang memang sejak awal tidak memiliki itikad untuk melakukan pengurusan. Biasanya pemodal menggunakan tangan-tangan koperasi dan usaha swadaya masyarakat," kata Ferry kepada sejumlah wartawan, Kamis (23/ 9) di kantor Gubernur Riau.

Menurutnya, penyebaran kebun ilegal tersebut ditemukan di setiap kabupaten/ kota di Riau. Daerah Bengkalis, Rokan Hilir (Rohil), Rokan Hulu (Rohul), Pelalawan dan Kampar merupakan yang paling banyak diidentifikasi. "Penyebarannya memang merata. Kebun sawit dibangun di kawasan yang bukan untuk peruntukkannya," tegas Ferry.

Ditanya tentang banyaknya tertahan izin usaha dan pelepasan kawasan, Ferry menyatakan masalah tersebut tidak menjadi ranah instansi Dinas Perkebunan Riau. "Ada dinas terkait untuk itu. Tidak tepat kalau saya yang menjelaskan," tambah Ferry.

Menurutnya, maraknya kebun sawit ilegal tersebut selain menyebabkan alih fungsi kawa¬san secara tidak sah yang merusak lingkungan, juga tidak terpungutnya potensi pendapatan daerah secara maksimal. Sebab, tanpa izin usaha resmi, tentu saja pemda tidak memungkinkan untuk mendapatkan PAD.

Ditanya tentang langkah konkret terkait maraknya kebun ilegal tersebut, Ferry menyatakan scat ini telah dibentuk tim terpadu lintas institusi yang melibatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupetan. Aparat pengak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK juga ikut dalam tim tersebut. Ia menjelaskan, Oktober ini tim akan turun ke Riau untuk melakukan penyelidikan lapangan. Hasil penyelidikan nantinya, lanjut Ferry akan dijadikan dasar melakukan penertiban dan penindakan. Ia menambahkan, pemilik kebun sawit yang ditemukan berada di kawasan hutan, akan diperintahkan untuk mengembalikan lahan pada kondisi awal.

Sumber: Tribun Pekanbaru

Rabu, 01 September 2010

Kampar Miliki 330 Ribu Ha Lahan Sawit dan 31 PKS

27 Agustus 2010 

BANGKINANG (RP) - Pada zaman yang penuh dengan persaingan yang semakin kompetitif seperti saat ini, kemampuan daya saing menjadi kata kunci dalam menentukan keberhasilan.

Hal tersebut disampaikan oleh Bupati Kampar Drs H Burhanuddin Husin MM ketika menyampaikan pengarahan pada acara silaturahim Bupati dengan guru-guru yang ada di Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar, Kamis (26/8) di aula kantor camat.

Bupati mengatakan bahwa Kabupaten Kampar memiliki Sumber Daya Alam (SDA), namun SDA yang melimpah tersebut belum mempunyai nilai tambah bagi masyarakat akibat lemahnya daya saing yang dimiliki masyarakat.

‘’Perlu kita pahami bahwa masyarakat kita masih lemah pada daya saing. Hal ini sangat erat kaitannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini tentunya pendidikan. Kita memiliki SDA yang melimpah namun belum mampu menjadi nilai tambah dari kekayaan yang kita miliki itu,’’ ungkapnya.

Bupati menyebutkan bahwa Kabupaten Kampar yang memiliki lahan sawit yang mencapai 330.000 hektare lahan sawit dengan 31 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ternyata hanya mampu menghasilkan produk hulu. Padahal dari sawit banyak jenis produk turunan yang dihasilkan seperti sabun, kaspul, kosmetik dan ratusan produk turunan lainnya. Namun akibat pendidikan dan daya saing yang lemah akhirnya sawit yang begitu luas yang belum mampu dihasilkan produk hilirnya.

Disebutkan Burhanuddin, daya saing ditentukan oleh beberapa faktor seperti karakter, cara berfikir dan perilaku masyarakat. Selain itu juga dipengaruhi oleh motivasi, semangat juang dan ethos kerja yang rendah. ‘’Kita harus siap bertarung ditengah kompetisi yang semakin ketat ini. Perilaku mudah menyerah hanya menandakan kita tidak siap bersaing padahal ditengah kondisi seperti sekarang dituntut semangat yang kuat serta motivasi yang berlipat ganda,’’ sebutnya.

Bupati juga menyorot masalah angka kelulusan yang setiap tahun sebenarnya cukup mencengangkan. Setiap tahun angka kelulusan di Kabupaten Kampar disetiap tingkatan cukup tinggi bahkan di propinsi Riau Kampar selalu medndominasi. Namun menurut Bupati angka kelulusan tersebut hanya pada kuantitas bukan kualitas.

Oleh karena itu, tambah Bupati, Pemkab Kampar terus berupaya membangun dunia pendidikan dengan melakukan langkah-langkah seperti pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana, penyelenggaraan pendidkan yang bermutu, murah dan terjangkau, meningkatkan jumlah guru dan mutu tenaga pendiddik, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi serta meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik.(why)

Senin, 30 Agustus 2010

Garap Lahan Sengketa Malam, PT MAI Panaskan Perbatasan Rohul-Sumut

Ahad, 29 Agustus 2010 20:51

PT MAI terus saja memprovokasi masyarakat Rohul dengan menggarap lahan sengketa di malam hari. Kondisi tersebut kembali memanaskan situasi di perbatasan dengan Sumut.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Lahan sengketa sekitar 500 hektar, yang berada di Dusun Huta Parit/ Tanjung Beringin, Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai, Riau. Tetap digarap oleh PT Mazuma Agro Indonesia (MAI), Padang Lawas. Padahal Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasirpangarian, pada Rabu 18 Agustus 2010 lalu, sudah memutuskan, bahwa lahan sengketa milik warga.

Lahan yang sudah diputuskan milik warga Batang Kumu, masih dalam tahap proses banding dari PN Pasirpangaraian, ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, terhitung 14 hari, sejak diputuskan, Rabu (18/8/10) lalu. Namun PT MAI sepertinya sengaja memancing emosi warga, melakukan aktifitas di lahan sengketa pada malam hari, sehingga warga berbuat anarkis.

“Mereka melakukan aktifitas pada malam hari. Selain menurunkan alat berat, PT MAI juga mencuri dan menanam sisa bibit kelapa sawit kami yang dibakar kemarin,” ungkap Husin Sinaga (56), salah seorang tokoh masyarakat Batang Kumu, Minggu (29/8/10).

Husin menduga, sepertinya PT MAI kebal Hukum, dan seperti orang barbar (babi buta). Karena dengan sengaja mencari masalah dengan warga. Ditakutnya, warga kehilangan kontrol dan lepas kendali, sehingga berbuat anarkis, dan terulang pertumpahan darah seperti tahun 1998 lampau. Apalagi warga warga yang memiliki lahan disana, siap mati demi untuk kebutuhan keluarga. Karena sudah banyak biaya, keringat keluar ketika menggarap lahan tersebut.

Pihaknya meminta kepada PT MAI, agar mematuhi putusan hukum yang berlaku di Indonesia. Dinilai banyak duit, sehingga PT MAI sesuka hati melangar peraturan hukum. Apalagi putusan PN Pasirpangaraian, sudah jelas warga yang menang.

“Aktifitas mereka menggunakan dua unit alat berat, dan tetap dikawal tiga oknum BKO Brimob Polda Sumut, lengkap dengan senjata Api laras panjang. Namun kenapa mereka berani menggarap lahan pada malam hari,” katanya.

Kuasa hukum warga Batang Kumu, M Nasir Sihotang SH, meminta Pimpinan Pihak perusahaan PT. MAI, Muslim Batubara, agar berlapang dada menerima putusan PN Pasirpangaraian. Karena lahan memang terletak di Riau, bukan di Sumut, seperti yang dituduhkan pengacara PT MAI, Mulkam Lubis dan Ridwan Siregar, dalam persidangan beberapa waktu lalu.

“Kita minta tolong, agar Muslim Batubara menghargai keputusan hukum tersebut. Warga diam bukan berarti takut, tapi saya dan tokoh masyarakat yang mencegah agar tidak terulang pertumpahan darah. Jika itu terjadi, siapa yang disalahkan,” harap M Nasir Sihotang, Minggu (29/8/10).

Katanya, pengorbanan dan perjuangan warga Desa Batang Kumu sudah sepuluh tahun. Itu hanya untuk mempertahankan lahan garapan, sebagai satu-satunya mata pencarian. Sementara PT MAI, mengklaim lahan tersebut miliknya.

“Cukuplah Rumah mereka dibakar, harta mereka dijarah, dan beberapa orang masih sampai saat ini masih mendekam di penjara oleh Polres Padang Lawas, Sumut. Kalau mau banding silahkan, tapi jangan menganggu lahan yang sudah dimenangkan warga,” himbaunya.

Nasir juga mengatakan, dua minggu setelah pembakaran rumah warga, yang dilakukan warga Sei Korang Padang Lawas, atas suruhan PT MAI. Sampai saat ini, tidak ada anggota Polres Rohul yang berjaga di daerah konflik. Menurutnya Kapolres Rohul, sudah melakukan pembohongan publik, dengan mengatakan ada anggotanya di lapangan. Padahal dia masih berkoordinasi denga Polda Riau.

“Kita harapkan, masyarakat tidak betindak anarkis. Kita ikuti proses hukum. Dan yang paling kami harapkan, agar Polres Rohul mau menerima laporan warga soal konflik lahan ini, dan secepatnya menindaklanjutinya. Untuk antisipasi kerusuhan, kita minta agar diturunkan personil Polres di lokasi. Karena kita sudah menang, tapi di usik,” harapnya lagi.***(zal)

Jumat, 27 Agustus 2010

Petani Prediksi Harga TBS Akan Turun Menjelang Lebaran

Dipostingkan tanggal 23 August 2010 08:44:00 oleh Iwan Suhatno

Pasir Pengaraian, Riau, 23/8 (ANTARA) - Sejumlah petani di Kabupaten Rokan Hulu, Riau memprediksi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akan turun menjelang lebaran Idul Fitri 1431 Hijriyah.

"Penurunan harga itu sudah biasa terjadi menjelang lebaran diduga karena permainan pihak pabrik untuk menurunkan harga untuk memberi THR kepada karyawannya", kata petani sawit Irwan Hidayat (26) kepada ANTARA di Pasir Pengairan, Senin.

Dia mengatakan, manajemen pabrik kelapa sawit di Rokan Hulu belum sepenuhnya memperhatikan kesejahteraan masyarakat sebab setiap akan ada hari besar keagamaan maupun hari besar lainnya perusahaan selalu menurunkan harga TBS secara sepihak.

"Turunnya harga itu jika menjelang lebaran biasanya cukup tinggi, tetapi nanti setelah lebaran kenaikannya hanya sedikit", ujarnya.

Menurut dia, saat ini harga TBS masih Rp1.100 per kilogram (kg), namun biasanya menjelang lebaran harga turun drastis hanya berkisar Rp800 per kg sehingga sangat merugikan petani.

"Penurunan harga TBS berimbas kepada berkurangnya penghasilan petani, jika penghasilan petani menurun tentu petani tidak sejahtera, jika demikan berarti perusahaan pabrik sawit tidak bisa mensejahterakan rakyat", ujarnya.

Untuk mengatasi anjloknya harga TBS menjelang Idul Fitri ke depan, para petani berharap kepada pemerintah untuk memantau harga beli TBS di sejumlah pabrik kelapa sawit sehingga harga TBS tetap stabil.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan intervensi kepada perusahaan soal harga TBS sehingga perusahaan benar-benar berpihak kepada rakya.

"Kita harapkan pemerintah mulai memantau perusahaan serta bisa menetapkan harga dan mengawasinya agar tidak terjadinya permainan harga secara sepihak", katanya.

Kamis, 19 Agustus 2010

Ratusan Ha Sawit KPPA Ditanam

31 Juli 2010
 
Laporan Wiwik Werdaningsih, Sungaimandau wiwikwerdaningsih@riaupos.com
MENINGKATKAN kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat Desa Muara Kelantan Kecamatan Sungai Mandau, Koperasi Kelantan Jaya mengadakan kerja sama dengan PT Surya Intisari Raya (SIR) Mandau dengan sistim Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) perkebunan sawit.

Agar pelaksanaan kerja sama ini berjalan sesuai harapan, dilakukan penanaman sawit oleh Camat Sungai Mandau, perwakilan Polsek, Kepala Desa Muara Kelantan, General Meneger PT SIR Budi Santoso, Manejer Umum Robi Susanto dan pihak koperasi, Kamis (29/7). Sekitar 252 hektare (Ha) lahan masyarakat akan ditanami sawit.

Camat Sungai Mandau Renaldi, kepada warga yang hadir berpesan agar anggota koperasi dapat ikut serta membantu, jangan sampai kegiatan ini terhenti seperti sebelumnya.

‘’Selaku anggota koperasi, diharapkan turut serta mengelola, jangan sampai terhenti. Anggaplah kegiatan ini, walaupun melakukan kerja sama dengan pihak lain, tetapi ini untuk kita. Tentu harus ada rasa yang memiliki yang tinggi dan nanti akan kita petik hasilnya secara maksimal,’’ ujar camat.

Diharapkan camat, warga bisa belajar dari pengalaman, apabila kebun sudah jadi, pembagian sudah imbang, maka pihak yang membantu tidak akan terlalu ikut berkecimpung di sana lagi.

General Manager PT SIR, Budi Santoso mengatakan, adanya kerja sama dengan Koperasi Kelantan Jaya bertujuan untuk memberdayaan masyarakat atau anggota koperasi dalam perkebunan sawit menggunakan pola KKPA. Dalam hal ini, perusahaan yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat.

Dalam KKPA, masyarakat wajib menyediakan lahan, sedangkan prusahaan menyiapkan tenaga, bibit dan finansial. Hasilnya nanti seluruhnya untuk masyarakat. Pembayaran utang dicicil dengan di diambil dari hasil kebun, sebab masyarakat merasakan beratnya membangun kebun. Setelah selesai dilunasi, nanti akan terbit sertifikat hak milik.

Kepala Desa Muara Kelantan Amir Mahmud mengatakan, 200 kepala keluarga masuk dalam anggota Koperasi Kelantan Jaya Desa Muara Kelantan. Dirinya berharap adanya dukungan dari masyarakat membangun kebun KKPA ini. ‘’Agar sama-sama bisa memikirkan dan mendukung, hingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dengan dibangunnya kebun sawit,’’ paparnya.(rnl)

PN Kabulkan Tuntutan Warga Batang Kumu

 19 Agustus 2010 
PASIRPANGARAIAN (RP)-Pengadilan Negeri Pasirpengaraian Rabu (18/8), memutuskan lahan seluas 500 hektare sah milik warga Batang Kumu. Kasus sengketa lahan di daerah perbatasan Riau-Sumut, antara warga Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai Rokan Hulu dengan PT Mazuma Agro Indonesia (MAI), terjadi sejak 1998 lalu.

Dipenuhinya tuntutan perdata dari warga Batang Kumu, terbukti dari keputusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim Ketua KSH Sianipar SH, sesuai bukti surat sah yang dimiliki oleh warga Batang Kumu. Selain sesuai dengan tuntutan warga sebelumnya kepada PT MAI, yang beroperasi di Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara (Sumut) sejak 1998 lalu, warga sudah menguasai lahan tersebut. Meski sempat terjadi beberapa kali tindakan pidana, seperti pembakaran lahan dan rumah.

Dari putusan Majelis Hakim tersebut, PT MAI diwajibkan membayar biaya perkara selama persidangan Rp2,5 juta. ‘’Kita terima putusan hakim, karena sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun kita masih menunggu keputusan PT MAI, yang masih tahap pikir-pikir dalam menerima putusan mejelis hakim PN Pasirpengaraian,’’ ungkap M Nasir Sihotang SH, selaku kuasa hukum warga Desa Batang Kumu kepada wartawan, Rabu (18/8) di Pengadilan Negeri Pasirpengaraian.

Menurutnya, lahan yang diperebutkan oleh PT MAI dari masyarakat Desa Batang Kumu hanya 500 hektare. Mereka mengklaim lahan tersebut masuk ke dalam kawasan perkebunan PT MAI. Namun Pengadilan Negeri Pasirpengaraian memutuskan lahan tersebut sah milik warga Batang Kumu.

Disinggung tentang pembakaran 1.500 bibit kelapa sawit milik warga Batang Kumu di daerah perbatasan Riau-Sumut, beberapa waktu lalu, Sihotang mengatakan TKP-nya masih masuk ke dalam wilayah Rohul. Karena, lahan tersebut berada di RT 08 Dusun Kuta parit Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai, bukan Kecamatan Sosa seperti yang disampaikan Polres Rohul di media masa.

‘’Kami minta pemerintah daerah dan Polres Rohul memberikan perlindungan dan pengamanan warga di perbatasan Riau-Sumut. Sehingga ke depan, tidak terjadi lagi bentrok seperti yang terjadi belum lama ini,’’ tuturnya.

Kuasa hukum PT MAI Darwin Siregar yang dijumpai wartawan, Rabu (18/8), mengaku pihaknya menghormati dan menerima putusan majelis hakim, yang menyatakan lahan seluas 500 hektar itu milik warga Batang Kumu. Namun, ia mengaku masih dalam tahap pikir-pikir selama sepekan. ‘’Kita masih pikir-pikir terkait putusan majelis hakim PN Pasirpengaraian ini,’’ katanya.(epp)

Rokan HuluDishutbun Diminta Tuntaskan KKPA

16 Agustus 2010
 
Laporan HARJONO, Pasirpengaraian harjono@riaupos.com
BUPATI Rokan Hulu Drs H Achmad MSi meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) segera menuntaskan permasalahan sengketa kebun Pola KKPA di Rohul.

Sebab, sebagian Pola KKPA yang dilaksanakan antara masyarakat dengan perusahan masih ada yang belum terelisasi.

‘’Bila terus dibiarkan tanpa ditanggapi dengan penyelesaian, akan berdampak dan berimbas kepada Pemkab Rohul. Justru itu, dinas terkiat agar bertanggung jawab dan tanggap dengan permasalahan itu,’’ ujar bupati kepada sejumlah wartawan, Sabtu (14/8).

Menurutnya, Dishutbun harus tanggap dan cekatan bila mendapatkan informasi masyarakat yang komplain terhadap perusahaan terutama mengenai permasalahan Pola KKPA. ‘’Pola KKPA sangat membantu masyarakat secara langsung dan sangat kompeten mengubah ekonomi masyarakat. Perlu diketahui, Pola KPPA merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat lingkungan,’’ tuturnya.

Dikatakan, masih banyak terjadi kasus perusahaan yang melalaikan kewajibannya terhadap masyarakat. Bahkan ada di antara perusahaan yang sudah mendapatkan HGU yang tidak melaksanakan kegiatan pembuatan kebun sehingga merugikan masyarakat.

‘’Di beberapa kecamatan, kasus sengketa perusahaan dengan masyarakat terkait Pola KKPA, banyak yang belum dituntaskan. Artinya, masih banyak masyarakat yang belum dapat haknya. Makanya saya tegaskan kepada pihak Dishutbun maupun pihak lainnya yang terlibat, agar merespon dan menindaklanjuti permasalahan mengenai Pola KKPA itu,’’ tegasnya.(tie)

Senin, 16 Agustus 2010

Perubahan Blog Sawit Sumatera

Pemberitahuan:

Kepada seluruh "pengikut" blog Sawit Sumatera, bahwa terhitung dari tanggal 17 Agustus 2010 Blog "Sawit Sumatera" berubah nama menjadi RIAU INFO SAWIT. Perubahan ini didasarkan atas keterbatasan Admin dalam mengelola informasi terhadap perkelapa sawitan di region Sumatera. Perubahan ini juga tidak mengurangi maksud dan tujuan dari dasar pembuatan blog "Sawit Sumatera". Ini lebih kepada mempersempit wilayah cakupan informasi sehingga harapannya menjadi contoh dalam pengelolaan perkelapa sawitan di Indonesia. Riau merupakan propinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. 

Demikian perubahan ini, semoga tetap bermanfaat dan dapat menjadi penyumbang pengelolaan perkelapa sawitan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Salam

Admin

Total 24.896 Hektar, 1.200 Hektar Lahan KPPA di Rohul Masih Bermasalah

Senin, 16 Agustus 2010 17:16

Program KKPA di Rohul menempati lahan seluas 24.896 hektar. Dari total tersebut, tedapat 1.200 hektar yang masih bermasalah.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Dari 24.896 hektar, lahan sistem pola kemitraan Kebutuhan Kelompok Primer Anggota (KKPA) di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Sebanyak 1.200 hektar (ha) masih terjadi konflik, antara masyarakat dengan perusahaan.

“Terjadinya konflik, disebabkan perusahaan tidak sepakat dengan harga kredit yang ditawarkan oleh Pemkab. Padahal masyarakat sudah sepakat menerimanya,” ungkap Kepala Seksi Kemitraan dan Pelayanan Usaha Bidang Usaha Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Rohul, Suryanto, Senin (16/8/10).

Dari 18 perusahaan, yang telah melaksanakan pola KKPA, dengan luas mencapai 24.896 ha. Sesuai ketentuan, ketika tanaman sudah berumur 48 bulan, sudah saatnya dibagikan kepada masyarakat. Namun karena adanya kelambatan pengolahan lahan dan kegiatan penanaman, sehingga perusahaan sering berdalih, bahwa belum waktunya dibagikan.

Beberapa perusahaan perkebunan, yang masih bermasalah pola KKPA nya, diantaranya, PT Jaya Saputera Perdana (JSP), Tambusai Utara, dengan warga Simpang Harapan, seluas 230 ha, dengan harga plafon Rp9,7 juta. Sementara warga Desa Mekar Jaya, mendapatkan lahan seluas 272 ha, dengan harga plafon sebesar Rp3,96 juta, sejak tahun 2007 lalu, belum dibagikan oleh perusahaan, dinilai sangat murah.

Selanjutnya, PT Hutahaean, dengan warga Desa Teluksono Bonaidarussalam, dan warga Desa Muara Nilam, Kuntodarussalam. Dengan luas lahan 360 ha, dan 200 ha. Kemudian PTPN V Sei tapung, sertifikat belum terbit. Untuk tahap I, II, III, seluas 400 ha, tahun tanam 2004 seluas 200 ha, dan tahun tanam 2006, seluas 200 ha. Pembangunan kebun sudah selesai, namun sertifikat yg belum selesai.

"Perjanjian awal PT Hutahaean dengan warga Teluksono, seluas 7.700 ha, namun luas lahan yang di dapat hanya 3.600 ha. Seharusnya 10 persen dari luas kebun, dibagikan ke masyarakat tahun 2006 lalu.

PTPN V Sei Tapung, hanya masalah sertifikat yang hingga kini belum dikeluarkan, namun kebun sudah di kuasai masyarakat. Sementara PT Eluan Mahkota Agro (EMA), belum mempunyai pola kemitraan KKPA. Konflik terjadi karena HGU yg diberikan sebelumnya, tidak bisa digarap. Karena sudah diobservasi masyarakat setempat, karena belum ada ganti rugi HGU nya.

"Kita tidak bisa menindaknya, tapi hanya memfasilitasi, dan telah melakukan pendekatan secara persuasif kepada perusahaan dan masyarakat. Tapi sebagian perusahaan tetap tidak mensetujuinya", katanya.

Untuk sitem Perkebunan Inti Rakyat (PIR), tidak ada masalah. Karena sudah jelas dan diatur dalam peraturan pemerintah, sejak pembukaan lahan. Sementara pola KKPA, hanya perjanjian kerjasama kedua belah pihak. Dan baru PTPN V, dengan PT Perdana Inti Sawit (PIS) Kota Tengah, yang sudah menerapkan sistem itu. Bahkan PIR PTPN V, yang berada Sei Tapung, Sungai Intan, Sei Asam, sudah mencakup 13 desa, dengan luas 19.700 ha. Sementara PT SJI, baru 4700 ha.

“Untuk menghindari konflik. Perusahaan harus menepati janji, sesuai perjajnjian awal. Selanjutnya, secepatnya mengerjakan lahan, sehingga bisa cepat produksi. Dan jangan dibiarkan berlarut,” harapnya.***(zal)

Amdal dan Bisnis Plant Klaster Industri Sawit Selesai

Senin, 16 Agustus 2010 09:50

Meskipun petunjuk teknis dari pemerintah pusat belum turun, namun Pemprov Riau tetap serius mempersiapkan klaster industri sawit. Amdal dan bisnis plantnya sudah siap.

Riauterkini-PEKANBARU-Pemerintah provinsi Riau sudah menyelesaikan Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan Bisnis Plant klaster industri sawit Kuala Enok dan Dumai. Namun hingga kini belum ada petunjuk tekhnis dari Menteri Perindustrian tentang kelangsungan pengembangan down stream kelapa sawit ini.

Hal ini diungkapkan Gubernur Riau HM Rusli Zainal melalui Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan dan Kesra Setdaprov Riau Emrizal Pakis kepada wartawan di Pekanbaru kemarin. "Kita sudah menyelesaikan Amdal dan bisnis plant klaster industri hilir kelapa sawit di Dumai dan Kuala Enok, tetapi kita masih menunggu petunjuk tekhnis dari pemerintah pusat sebagai dasar hukum kita menentukan wilayah untuk pengembangan industri hilir ini nantinya,"ungkap Emrizal.

Dijelaskan Emrizal, Kota Dumai selain ditetapkan sebagai lokasi pengembangan isndutri hilir kelapa sawit juga merupakan wilayah yang dipersiapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Indonesia wilayah Barat, sehingga diperlukan aturan hukum pembagian wilayah antara klaster dan KEK.

"Jadi dengan adanya petunjuk tekhnis ini kita akan mengetahui mana batasan wilayah yang menjadi kawasan industri klaster sawit dan mana yang akan menjadi areal KEK Dumai itu. Meskipun ini bisa dijadikan satu paket namun tetap perlu ada aturanya juga,"ungkap Emrizal

Lebih jauh Emrizal menyatakan, sejak Dumai dan Kuala Enok pertama kali dicanangkan sebagai kawasan industri hilir pertanian (oleo chemical,red) awal 2009 lalu, belum juga terbit petunjuk tekhnis industri hilir ini, sehingga realisasi pengembangan industri hilir belum bisa di wujudkan.

"Kalau sudah ada aturan dan petunjuk tekhnis dari pemerintah pusat, insyaallah kita langsung tancap gas, karena kita sudah menyiapkan semua persyaratanya, mulai dari Amdal dan bisnis plant,"ungkap Emrizal.***(mad)

Minggu, 15 Agustus 2010

Bupati Minta Dishutbun Rohul Segera Tuntaskan Kisruh KKPA

Ahad, 15 Agustus 2010 21:06

Sejumlah program KKPA di Rohul bermasalah dan berpotensi memicu konflik. Bupati Achmad meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan segera menuntaskannya.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN– Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), didesak segera selesaikan sengketa sejumlah masyarakat dengan perusahaan, melalui program pola Kebutuhan Kelompok Primer Anggota (KKPA), yang bermasalah. Karena menghambat proses pembangunan di Rohul.

”Adanya konflik KKPA, dengan perusahaan. Saya sebagai Kepala Daerah yang disalahkan oleh masyarakat. Untuk itu Dishutbut, agar cekatan jika mendapatkan informasi, dan secepatnya selesaikan konflik seperti itu,” ungkap bupati Achmad, pada acara Safari Ramadan di Kecamatan Pagarantapah Darussalam, Jum’at (15/8/10).

Kata Achmad lagi, sudah sepantasnya sebuah perusahaan memberikan hidup sejahtera kepada masyarakat tempat perusahaan operasi. Sehingga operasional perusahaan tetap lancar. Bahkan ada perusahaan yang sudah mempunyai Hak Guna Usaha (HGU), tapi belum juga mengerjakan lahan itu hingga saat ini. Sehingga masyarakat merasa dirugikan secara sepihak.

Konflik pola KKPA, sudah lama terjadi di Rohul, seperti antara masyarakat Kecamatan Kepenuhan dengan PT Eluan Mahkota Agro (EMA). Masyarakat Desa Tandun, dengan PTPN V, Sei Tapung. Masyarakat Desa Teluksono, Kecamatan Bonaidarussalam dengan PT Hutahaean. Dan terakhir antara masyarakat Desa Aliantan, Kecamatan Kabun dengan PT Sari Sania. Semua belum terselesaikan hingga saat ini.

”Seharusnya Dishutbun cepat respon dengan sejumlah pemberitaan di media. Sehingga masyarakat tidak negative thinking terhadap Pemkab Rohul,” tandas bupati.

Selain Dsihutbun Rohul. Bupati juga mengharapkan peran DPRD Rohul, untuk membantu konflik masalah KKPA itu. Pengaduan masyarakat, segera dikoordinasikan ke pihak Pemkab, sehingga inspirasi masyarakat terpenuhi, dan visi-misi Rohul, untuk menjadi kabupaten terbaik di Provinsi Riau, tahun 2016 mendatang, dapat terealisasi.

”Pembangunan dimulai dari manusianya. Jadi jika kehidupan sejahtera, otomatis pembangunan pun lancar,” tandasnya.

Sementara itu, Kadishutbun Rohul, M Munif, yang dikonfirmasi via telepon, mengaku, dia tidak tahu masalah pola KKPA. Karena dia baru menjabat di Dishutbun beberapa waktu lalu. ”Saya tidak tahu masalah KKPA. Konfirmasi saja kepada anggota saya. Karena saya baru menjabat di Dishutbun Rohul,” kata M Munif, Minggu (15/8/10).***(zal)

Perbatasan Riau-Sumut ”Panas” Lagi

Riau Pos,
11 Agustus 2010

Laporan ENGKI PRIMA PUTRA, Pasirpengarayan engkiprimaputra@riaupos.com
Permasalahan sengketa lahan dengan belum tuntasnya tapal batas antara Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau dengan Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, Senin (9/8), pukul 13.00 WIB kembali memanas lagi.

Sekitar 70 warga Dusun Kuta Parit Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai Rokan Hulu nyaris bentrok dengan dua oknum Brimob Kompi C Sipirok yang PAM di Perkebunan Kelapa sawit PT Mazuma Agro Indonesia (MAI), yang berlokasi di daerah perbatasan Riau-Sumut.

Kapolres Rohul AKBP Adang Suherman MSi yang dikonfirmasi Riau Pos, Selasa (10/8) menegaskan, terjadinya pertikaian antara warga Batang Kumu dengan PT MAI di daerah perbatasan, locus delicty bukan di Rokan Hulu. Karena TKP-nya di Kecamatan Sosa Kabupaten Padang Lawas.

‘’Situasi di daerah perbatasan Riau-Sumut kondusif. Kita sudah menempatkan anggota Polres dan Polsek Tambusai di daerah perbatasan, untuk menghindari terjadinya konflik. Kita tetap mem-back-up wilayah hukum Polres Rohul. Masyarakat sudah kita inventarisir dan meninggalkan lokasi tersebut,’’ ujarnya.

Menurutnya, dua oknum Brimob yang dilaporkan warga ke Polsek Tambusai tidak bisa diproses, karena mereka bekerja sesuai dengan tugasnya, BKO di PT MAI. ‘’Saya imbau masyarakat jangan terprovokasi dan melakukan tindakan yang dapat merugikan, karena kasus sengketa lahan ini, sedang dalam proses perdata di Pengadilan Negeri Pasirpengaraian,’’ ujarnya.

Informasi yang dirangkum Riau Pos di lapangan, ketegangan bermula ketika warga Dusun Kuta Parit diminta untuk membakar ribuan bibit kelapa sawit yang sudah di tanam di lahan sengketa (perbatasan Riau-Sumut) yang kini masih dalam proses perdata di Pengadilan Negeri Pasirpengaraian.

Akibatnya, situasi kembali memanas di daerah perbatasan Riau-Sumut, ketika dua oknum Brimob BKO di PT MAI sempat mengeluarkan tiga kali tembakan ke udara, guna menakuti warga Batang Kumu yang sedang menanam sawit di lahan garapan mereka.

Mendengar tembakan tersebut, sejumlah warga dan anak-anak ketakutan dan lari ke hutan. Dimana oknum polisi itu memaksa warga untuk membakar bibit sawit warga dengan menggunakan bensin yang telah mereka persiapkan.

Kedatangan oknum Brimob yang di dampingi Humas PT MAI, menuduh warga melakukan penyerobotan lahan seluas 20 hektere milik PT MAI sesuai dengan izin yang mereka peroleh. Sementara masyarakat Dusun Kuta Parit Desa Batang Kumu menilai lahan tersebut sebelumnya hutan belantara dan digarap sendiri oleh warga.

‘’Ketika sedang beristirahat makan siang, kami mendengar tiga kali tembakan ke udara. Terkejut anak dan istri berhamburan menyelamatkan diri ke balik semak belukar. Selang beberapa menit, muncul tiga orang, yang dua orang mengaku Brimob dan satu orang Humas bertugas di PT MAI. Kami disuruh pulang secara paksa di bawah todongan dua senjata laras panjang. 1.500 bibit sawit yang kami tanam dibakar mereka,’’ ucap Sinaga (57), salah seorang warga pemilik bibit sawit (56) kepada Riau Pos, Senin (9/8) malam, usai peristiwa tersebut.

Sinaga menduga, pelaku itu adalah dua oknum Brimob asal Provinsi Sumatera Utara dan seorang Humas PT Mazuma Agro Indonesia (MAI) yang sedang patroli, sebab lahan yang akan ditanami warga tersebut berbatasan dengan milik perusahaan itu. ‘’Warga dengan oknum aparat Bantuan Kekuatan Anggota (BKO) PT MAI sempat perang mulut, ketika menghalangi warga melakukan penanaman dan membakar bibit sawit yang akan ditanam. Sekitar puluhan warga, melakukan perlawanan dengan dua oknum aparat. Karena kami ramai, mereka yang bersenjata laras panjang dan Humas PT MAI bernama Siregar digiring oleh warga ke Polsek Tambusai untuk diproses,’’ ujarnya.

Sihombing, warga setempat menjelaskan, rasanya warga Dusun Kuta Parit Desa Batang Kumu sudah bersabar selama ini, atas tindakan dan perbuatan dari pihak PT MAI. ‘’Sejak 1998 kami ditindas mereka, rumah kami dibakar, harta kami di jarah, warga kami ditahan sampai sekarang enam orang kami belum tahu nasibnya,’’ tuturnya.

Sementara itu, Kapolres Rokan Hulu AKBP Adang Suherman MSi melalui Kanit Reskrim Polsek Tambusai Bribka Huta Julu, Senin (9/8) malam kepada wartawan, membenarkan adanya laporan warga Batang Kumu dengan membawa dua orang oknum Brimob berinisial GT dan SB dan Humas PT MAI Siregar ke Mapolsek Tambusai.

Oknum Brimob dan Humas PT MAI malamnya dilepas, dengan alasan warga disuruh untuk melaporkan kejadian penembakan dan pembakaran bibit sawit ke Polres Rohul dan kesatuan Brimob yang bersangkutan di Kompi C Sipirok Kabupaten Padang lawas.

‘’Kita tidak bisa menahan mereka, yang berhak menahan Provos Polres Rohul dan tempat kesatuan mereka di Kompi C Sipirok, warga sudah disarankan untuk melaporkan, karena menolak sehingga mereka malamnya dilepas,’’ ujarnya.

Menanggapi pelayanan di Mapolsek Tambusai yang berbelit, puluhan warga Batang Kumu yang sudah susah payah membawa dua oknum Brimob dan Humas PT MAI dari daerah perbatasan, sangat kecewa. Karena Polri itu satu kesatuan. ‘’Seharusnya kalau menerima laporan, Polsek harus menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan institusinya (Polres). Karena proses pelaporan berbelit-belit, makanya warga malam itu langsung pulang meninggalkan Mapolsek,’’ ujar salah seorang warga Batang Kumu.

Sementara itu, Oknum Brimob berinisial GT yang diwawancarai di ruang Reskrim Polsek Tambusai, atas tindakannya melepaskan tembakan untuk menakuti warga, GT terlihat banyak diam dan tidak bersedia berkomentar, ia berdalih kepalanya sedang pusing. ‘’Kepala saya sedang pusing, dari siang belum ada makan,’’ tuturnya.

Humas PT MAI R Siregar mengklaim, lahan yang ditanami bibit sawit oleh warga itu, milik perusahaan. Dia membantah jika dituduh melakukan pembakaran bibit sawit milik warga.

‘’Lahan yang ditanaman warga itu, milik PT MAI, karena tidak mungkin kami berani mengusir warga kalau tidak ada dasarnya.Kami tidak membakar bibit sawit warga Batang Kumu,’’ ujarnya.(izl)

Rabu, 28 Juli 2010

Tuntut Pembagian Kebun KKPA, Ratusan Warga Rohul Panen dan Kuasai Kebun PT Hutahaean

Rabu, 28 Juli 2010 16:50

Ratusan warga Desa Teluksono, Bonai Darussalam, Rohul memanen dan menduduki kebun kelapa sawit PT Hutahaean. Aksi tersebut untuk mendesak pembagian kebun pola KKPA.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Karena lahan pola KPPA (Bapak angkat) belum dikembalikan. Ratusan masyarakat Desa Teluksono, Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu (Rohul), Rabu (28/7/10), memaksa memanen kelapa sawit di lahan pola KPPA, di blok Barak Lama seluas 200 hektar, yang masih dikuasai oleh PT Hutahaean.

Sebelumnya, Senin (26/7/10) kemarin, masyarakat juga telah menutup jalan akses menuju ke lahan pola KPPA. Sehingga aktifitas pihak PT Hutahaean tidak berjalan. Bahkan pihak perusahaan yang akan memasuki lahan masyarakat juga tidak diizinkan masuk.

Menurut salah seorang warga Desa Teluksono, Intanpilih, aksi sekitar 300 orang masyarakat Desa Teluksono itu, merupakan bentuk kekesalan terhadap PT Hutahaean. Masyarakat menilai pihak perusahaan mengingkari janjinya. Melalui pola KPPA yang dilakukan pada tahun 2002 lalu.

Rancanya, dari sekitar 3000 hektar lahan milik PT Hutahaean, sekitar 2000 hektar di daerah itu. Seluas 200 hektar akan diberikan kepada masyarakat melalui pola KPPA. Selanjutnya pada 2006, pihak perusahaan berjanji akan membagikan kemasyarakan. Namun hingga tahun 2010 ini, kebun tidak juga dibagikan kepada masyarakat. "Kita hanya mau lahan kita dikembalikan. Kalau sawitnya mau dimatikan juga tidak apa-apa. Karena akan tanami padi atau sayuran," harap Intan.

Berdasarkan pengamatan lapangan riauterkini, jika dikalkulasikan, buah dari pohon dengan tinggi 1 meter lebih, yang sudah berumur 8 tahun itu. Berat per buahnya diperkirakan lebih dari 20 kilogram. Jadi diperkirakan sekitar 200 ton setiap kali panen. Namun sejak tahun 2006 lalu, masyarakat belum pernah merasakan hasilnya sama sekali.

"Ini hak kita, jadi sudah sepantasnya kita yang memanen kebun ini," tegas salah seorang tokoh masyarakat Desa Teluksono, H Zulkarnaen, yang ikut dalam aksi tersebut, Rabu (28/7/10).

Sejauh aksi itu, puluhan Satpam PT Hutahaean, hanya melihat aksi yang dilakukan masyarakat, tanpa berkutik. Apalagi massa puluhan kali lipatnya dari mereka.***(zal)

Kamis, 15 Juli 2010

Sungai Tercemar Limbah PKS, Warga Okura Mengadu ke LBH PBB

Kamis, 15 Juli 2010 16:47

Masyarakat yang tinggal di tepian sungai Ukai, Tebing Tinggi Okura mengadu ke LBH PBB. Mereka mengeluhkan pencemaran limbah dua perusahaan pemilik PKS.

Riauterkini-PEKANBARU- Puluhan masyarakat RT 03/RW05 Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum Partai Bulan Bintang (LBH PBB) di Jalan Kapling Amilin Pekanbaru, Kamis (15/7/10). Mereka datang untuk mengadukan pencemaran lingkungan di Sungai Ukai yang diduga akibat limbah dua perusahaan yang mengelola pabrik kelapa sawit (PKS).

"Pencemaran di Sungai Ukai saat ini semakin mengkhawatirkan, bahkan beberapa hari lalu kami menemukan ratusan ikan mati," ujar Ketua RT 03 Edi Candra kepada wartawan di sela-sela membuat pengaduan.

Dipaparkan Edi Candra, dua perusahaan pengelola PKS yang diduga menjadi pemicu pencemaran dengan membuang limbah ke sungai adalah PT Modrat Mina Jaya (MMJ) dan PT Siak Inri Raya (SIR). Indikasi pencemaran akibat limbat dikuat dengan temuan ikan mati hanya berada di hilir kedua PKS kedua perusahaan. "Kami memang tak berani menuduh langsung, tetapi indikasinya, pencemaran sungai tersebut akibat limbah PKS kedua perusahaan," tuturnya.

Merespon pengaduan masyarakat tersebut, Direktur LBH PBB Muharnis mengatakan, pihaknya secepatnya akan melayangkan somasi kepada kedua perusahaan. "Besok somasi akan kita kirim. Isinya meminta kedua perusahaan bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan yang terjadi di Sungai Ukai," tegasnya.

Sebelum melakukan somasi, jelas Muharnis, pihaknya telah terlebih dahulu melengkapi sangkaan pencemaran akibat limbah PKS kedua perusahaan dengan melakukan investigasi. "Kami telah mengivitigasi lapangan. Di sana kami temukan pipa pembuang limbah ke sungai dan adanya pencemaran di Sungai Ukai," demikian penjelasannya.***(mad)

Gerakan Mahasiswa Mentawai Tolak Sawit

Laporan wartawan KOMPAS Ingki Rinaldi
Kamis, 15 Juli 2010 | 19:48 WIB

PADANG, KOMPAS.com - Sekitar 1.500 orang yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Mentawai, Kamis (15/7/2010) melakukan gerakan pengumpulan dana Rp 1.000 per mahasiswa sebagai dana kampanye penolakan penanaman kelapa sawit di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ketua Forum Mahasiswa Mentawai, Daudi Silvanus Satoko mengatakan, dana yang terkumpul akan dipergunakan mencetak pamflet dan stiker yang berisikan informasi mengenai dampak sesungguhnya dari rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit.

Pasalnya, imbuh Daudi, informasi yang diterima oleh kebanyakan warga Mentawai saat ini hanya soal dampak positif berupa keuntungan yang bisa diperoleh jika lahan warga ditanami kelapa sawit. Seperti sebelumnya diwartakan Kompas, Bupati Kepulauan Mentawai telah menerbitkan izin lokasi guna pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional Mentawai, total luas areal yang akan dipergunkan untuk kepentingan tersebut mencapai 73.500 hektar yang diberikan pada lima perusahaan dan meliputi seluruh kawasan kepulauan tersebut.

Senin, 28 Juni 2010

Edan, Pulau Pun Dirambah Kelapa Sawit

Laporan wartawan KOMPAS Ingki Rinaldi
Minggu, 27 Juni 2010 | 23:00 WIB

PADANG, KOMPAS.com - Rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kepulauan Mentawai mengancam Taman Nasional Siberut dan kebedaraan masyarakat Mentawai secara keseluruhan.

Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Judas Sabaggalet yang ditemui di Padang pada hari yang sama mengatakan, saat ini izin pembukaan lokasi perkebunan sawit telah diberikan di Pulau Siberut, Pulau Sipora, dan Pulau Pagai Utara. Masing-masing dengan luasan sekitar 40.000 hektar di Pulau Siberut dan masing-masing 15.000 hektar di Pulau Sipora dan 15.000 hektar di Pulau Pagai Utara.

Ketua Fo rum Mahasiswa Mentawai, Daudi Silvanus Satoko, Minggu (27/6/2010) mengatakan pihaknya menolak dengan tegas rencana tersebut. Kata Daudi, hal itu didasarkan pada fakta yang harus ditanggung masyarakat kebanyakan saat izin pengelolaan hutan dalam bentuk hak penguasaan hutan (HPH) diberikan pada sejumlah perusahaan.

Jumat, 11 Juni 2010

8 Ribu Matrik Ton Biofuel Riau Tak Laku

Kamis, 10 Juni 2010 16:36

Biofeul dari Riau ternyata tidak lau di pasaran. Buktinya, tahun 2009 lalu, 8 ribu matrik ton biofuel dari Riau hingga kini tak kunjung terjual.

Riauterkini-PEKANBARU-Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ferry HC Putra kepada Riauterkini mengatakan bahwa biofuel asal Riau tak laku di pasar. Bahkan biofuel yang diproduksi tahun 2009 lalu hingga kini masih belum kunjung terjual.

Katanya, biofuel sebanyak 8 ribu matrik ton yang belum terjual itu diproduksi oleh salah satunya pabrik pengolahan biofuel di Duri Bengkalis. Bahkan, karena biofuel-biofuel tersebut tak kunjung terjual, pabrik pengolahan biofuel tersebut harus berhenti berproduksi untuk mengurangi resiko kerugian.

Disinggung mengenai peran serta pemerintah dalam mencarikan solusi dari kendala tersebut, Ferry mengatakan bahwa pemerintah sudah berupaya untuk memperkenalkan product biofuel asal Riau ke pasaran. Termasuk menjajal market luar negeri (mancanegara) dengan melakukan promo tour ke luar negeri.

"Sebenarnya potensi pasar biofuel sangat tinggi sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui. Jadi kita tidak perlu kuatir karena saat ini dunia membutuhkan biofuel untuk bahan bakar pengganti. Apalagi emisinya cukup rendah," terangnya. ***(H-we)

Selasa, 08 Juni 2010

Pergolakan di Kebun Sawit Polisi Tembak 2 Petani dari Belakang

Laporan wartawan Kompas Syahnan Rangkuti
Selasa, 8 Juni 2010 | 20:32 WIB

PEKANBARU, KOMPAS.com - Korban kerusuhan di Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, pada Selasa (8/6) bertambah menjadi dua orang.

Apakah itu yang dinamakan membela diri? Perempuan yang mati ditembak polisi itu tidak bersenjata dan ditembak dari belakang.


Kepala Bidang Humas Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Zulkifli mengungkapkan, korban yang tewas adalah petani perempuan bernama Yusniar (47) dan lelaki bernama Disman (40).

Polisi, katanya, terpaksa menembak karena warga menjarah kelapa sawit milik PT TBS. "Selain itu warga juga membakar mobil patroli dan 30 buah rumah milik PT TBS," ujar Zulkifli dihubungi Selasa (8/6/2010) malam.

Kepala Polres Kuantan Singingi, Ajun Komisaris Besar RA Kasenda, yang dihubungi terpisah berdalih, polisi terpaksa menembak karena warga menyerang terlebih dahulu. Polisi telah melakukan tembakan peringatan namun warga tetap melawan.

"Jumlah warga mencapai 500 orang dan kebanyakan membawa senjata tajam, sementara jumlah polisi cuma 200 orang," alasan Kasenda.

Namun berdasarkan versi warga, polisi jelas-jelas memihak PT TBS. Justru polisi yang memprovokasi warga agar terjadi kerusuhan. Syamsir, salah seorang warga mengungkapkan, polisi menembak dengan cara membabi buta.

Yusniar yang tewas akibat tembakan polisi mengalami luka di dada dari arah belakang dan tembus ke dada depan.

"Apakah itu yang dinamakan membela diri? Perempuan yang mati ditembak polisi itu tidak bersenjata dan ditembak dari belakang!" gugat Syamsir.

Syamsir menambahkan, Disman juga mengalami luka tembak di bagian dada. Disman sempat dibawa ke rumah sakit, namun di tengah jalan nyawanya sudah melayang.

Selasa malam, kondisi di Kuantan Mudik semakin panas. Ribuan warga mengepung Mapolsek Kuantan Mudik, meminta pertanggungjawaban polisi yang menembak mati warga. Warga juga meminta 12 rekannya yang ditahan polisi dibebaskan tanpa tuntutan.

Sengketa Tanah Polri Tembak 2 Petani Riau, 1 Tewas

Selasa, 8 Juni 2010 | 17:51 WIB

PEKANBARU, KOMPAS.com — Dua warga tertembak, satu di antaranya meninggal dunia, akibat bentrokan antara polisi dan warga di areal kebun plasma perusahaan kelapa sawit PT Tribakti Sari Mas (TBS) di Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, Selasa (8/6/2010).

Insiden tersebut merupakan buntut dari ketidakpuasan warga terhadap bagi hasil panen kebun plasma seluas 9.340 hektar (ha) yang dikelola perusahaan bersama KUD Prima Sehati.

Konflik memanas dan ratusan warga pada siang tadi memanen paksa kebun sawit seluas sekitar 100 ha yang diklaim menjadi milik mereka.

Bentrokan tak bisa dihindari ketika sekitar 200 personel polisi dari Polres Kuansing dan Brimob Polda Riau berusaha menghentikan aksi warga. "Dua warga ditembak dan seorang di antaranya meninggal dunia," kata seorang warga, Sutiman, dihubungi dari Pekanbaru.

Menurut dia, warga yang tewas ditembak polisi bernama Yusniar, perempuan dan berusia 35 tahun. Sedangkan seorang yang terluka bernama Siman, 40 tahun.

Selain itu, kata dia, seorang warga bernama Supri Suyardi juga ditahan polisi. Ketiganya merupakan warga Desa Koto Cengar. Menurut dia, warga telah berulang kali unjuk rasa agar ada transparansi dalam bagi hasil kebun plasma. Namun, hingga kini belum ada keputusan dari perusahaan terkait hal tersebut.

Hal itu, lanjutnya, membuat warga hilang kesabaran dan mulai memblokir jalan dari kebun menuju pabrik kelapa sawit PT TBS selama 12 hari terakhir.

Ia menjelaskan, kerja sama kebun plasma tersebut mulai berlangsung sejak tahun 1998. Bagi hasil mulai diterima warga mulai tahun 2006, tetapi jumlahnya hanya sekitar Rp 70.000 untuk hasil panen satu kavling atau dua hektar lahan per bulannya.

"Padahal, bagi hasil normalnya bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per kavling dalam sebulan," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Riau AKBP Zulkifli mengakui adanya bentrokan antara polisi dan warga di Kuansing. Ia mengatakan, personel kepolisian masih berada di tempat kejadian sore ini. "Kondisi memanas hingga satu mobil patroli polisi juga dibakar massa," katanya.

Alamak, Perempuan Petani Ditembak Polisi

Rusuh di Kuantan Singingi
Alamak, Perempuan Petani Ditembak Polisi
Laporan wartawan Kompas Syahnan Rangkuti
Selasa, 8 Juni 2010 | 18:03 WIB

PEKAN BARU, KOMPAS.com- Niar (35) perempuan petani dari Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, tewas ditembak aparat Brimob Kepolisian Resor Kuantan Singing (Kuansing), Selasa (8/6/10) siang tadi. Seorang petani lainnya, Siman (47), luka serius akibat terjangan peluru tajam. Sebaliknya, kemarahan petani diluapkan dengan membakar satu truk Brimob Polres Kuansing.

Penembakan itu terjadi menyusul sengketa antara warga petani dan perkebunan kelapa sawit PT Tri Bakti Sarimas. Sampai Selasa petang ini, ratusan petani masih bertahan di lokasi, sementara polisi berjaga-jaga di areal pabrik dan perkantoran PT TBS.

Belum ada keterangan resmi dari Polda Riau. Kepala Bidang Humas Polda Ajun Komisaris Besar Zulkifli mengatakan masih menanti laporan dari Polres Kuansing. "Aparat polres masih di lokasi saat ini. Tunggulah laporan dari Polres," kata Zulkifli.

Sutiman, warga Desa Koto Cengar mengungkapkan, peristiwa berdarah Selasa siang itu bermula dari perselisihan antara PT TBS dan warga selaku anggota Koperasi Unit Desa Prima Sehati. KUD dan PT TBS bekerjasama menanam kelapa sawit. Petani KUD Prima Sehati menyediakan lahan seluas 9.300 hektar, sementara PT TBS yang melakukan penanaman sampai panen.

Penanaman sudah dilakukan sejak tahun 1998, namun petani baru mendapatkan hasil usaha pada tahun 2008 atau setelah enam tahun masa panen. Hasil panen yang diberikan PT TBS juga dinilai sangat rendah, yakni Rp 70.000 sebulan untuk lahan seluas dua hektar. Padahal di luar, kelapa sawit yang sudah berumur 10 tahun sudah dapat menghasilkan uang Rp 4 juta.

"PT TBS membohongi petani," kata Sutiman.

Warga anggota KUD kemudian berupaya untuk membicarakan kenaikan setoran hasil panen PT TBS. Namun, perusahaan itu tidak menggubris tuntutan petani. Petani akhirnya berdemo dan sejak dua pekan lalu warga petani memblokir jalan di areal plasma sehingga panen terhenti.

Pada Selasa pagi, ratusan petani KUD Prima Sehati memanen sendiri kelapa sawit plasma di areal yang disengketakan. Sementara pihak perusahaan rupanya berupaya menghentikan upaya paksa petani itu dengan mendatangkan aparat Brimob dari Polres Kuansing.

Polisi meminta petani menghentikan pemanenan namun tidak digubris. Bentrokan akhirnya pecah dan polisi menghalau massa dengan tembakan. Dua orang tertembak dan seorang diantaranya meninggal dunia. Ketua KUD Prima Sehati, Supri Suryadi, ditahan dan dibawa ke Mapolres Kuansing di Taluk Kuantan.

Senin, 24 Mei 2010

Industri Minyak Sawit Masih Jadi Bulan-bulanan

Senin, 24 Mei 2010 | 15:32 WIB
KOMPAS.com — Tak cuma di Indonesia, di negeri jiran Malaysia, industri minyak sawit masih jadi bulan-bulanan banyak kalangan terkait tudingan kerusakan hutan dan sumber daya alam. Menurut catatan Bernama (24/5/2010), Dewan Minyak Sawit Malaysia Datuk Lee Yeow Chor mengemukakan pandangannya mengenai hal itu. "Informasi mengenai tudingan itu pun masih menghiasi media massa," katanya.

Berbicara dalam Konferensi Internasional tentang Kesinambungan Minyak Sawit, Yeow Chor mengatakan, bukan cerita baru kalau industri besar makanan menghentikan sementara waktu pembelian minyak kelapa sawit dari sejumlah pemasok. Di Indonesia, Unilever dan Nestle adalah salah satu contoh. Gara-gara kebijakan itu, kelompok Sinar Mas terpaksa menjadwal ulang pasokannya.

Maka dari itulah, untuk menghadapi tantangan ini, kata Yeow Chor, produsen minyak sawit mesti bergerak cepat untuk memberikan pengertian kepada khalayak soal peran sertanya dalam pelestarian lingkungan. "Kalangan produsen harus terus-menerus melakukan promosi kembali untuk menangkis persoalan-persoalan menyangkut kampanye yang kurang menguntungkan soal kelapa sawit," demikian Yeow Chor.

Unilever Bahas Rencana Somasi Dutapalma

Kamis, 15 April 2010 | 10:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rachmat Hidayat, External Affair Manager PT Unilever Indonesia Tbk, mengaku sudah mendengar rencana somasi yang akan dilayangkan oleh PT Dutapalma Nusantara.


"Sekarang kami sedang pembahasan pandangan internal. Nanti (hal itu) akan kami sampaikan,” katanya kepada Kontan.

Perusahaan kelapa sawit PT Dutapalma Nusantara bakal melayangkan somasi kepada Unilever. Pasalnya, Unilever menuding PT Dutapalma termasuk sebagai perusahaan yang melakukan pelanggaran lingkungan dalam pengelolaan kebun kelapa sawit. Tudingan serupa sebelumnya juga dialamatkan ke PT Smart Tbk.

Saat ini, Dutapalma memiliki areal perkebunan seluas 60.000 hektar yang ada di Riau dan 40.000 hektar di Kalimantan Barat. Menurut Sasanti selaku pihak dari Dutapalma, perusahaannya sudah menjadi anggota dari Rountable on Suistainable Palm Oil atau RSPO dan memiliki komitmen tidak menanam sawit di lahan gambut. (Asnil Bambani Amri/Kontan)

Rabu, 12 Mei 2010

Limbah PKS Riskan Cemari Lingkungan, Komisi IV DPRD Kampar Minta BLH Perketat Pengawasan

Rabu, 12 Mei 2010 07:40

Komisi IV DPRD Kampar melihat langsung kondisi limbah sejumlah pabrik kelapa sawit atau PKS. Faktanya, limbah berpotensi mencemarkan lingkungan, karena itu BLH diminta perketat pengawasan.

Riuterkini-BANGKINANG – Pekan ini, persoalan limbah pabrik sepertinya menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kampar. Selama dua hari, Senin (10/5) hingga Selasa (11/5), para wakil rakyat di komisi itu melakukan peninjauan pengolahan limbah beberapa pabrik di Kampar. “Ada perusahaan yang cukup bagus pengolahan limbahnya. Ada pula yang sangat buruk,” ungkap Repol, ketua Komisi IV DPRD Kampar.

Setelah melakukan peninjauan ke pabrik karet milik PT Harvenia Kampar Lestari (HKL) di Desa Sungaipinang, Kecamatan Tambang dan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Tasma Puja di Kecamatan Kampar Timur, pada Senin (10/5), rombongan Komisi IV kembali melanjutkan peninjauan pada Selasa (11/5). Tujuannya adalah dua pabrik kelapa sawit di Tapung Raya, yakni PKS milik PT Tunggal Yunus Estate (YTE) di Desa Petapahan, Tapung dan PKS milik PT Riau Kampar Sahabat Sejati (RKSS) di Desa Sukaramai, Tapung Hulu.

Di PKS milik PT YTE, pengolahan limbahnya lumayan bagus. Limbah termanfaatkan oleh perusahaan sebagai pupuk perkebunan sawit seluas 4080 hektar —sebagai kebun inti— yang berada di sekitar areal pabrik. “Jadi, tidak ada limbah yang terbuang. Sebab, bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sawit,” terang SM Herlambang, Mill Manager Pabrik Topaz PT YTE yang didampingi Alison Marbun, Estatet Manajer kebun Topaz saat menerima rombongan Komisi IV dan tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar.

Menurut Ali Sabri, Kabid Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) LH BLH Kampar, limbah PKS milik PT YTE sesuai pengujian laboratorium sejak Januari hingga April, masih dibawah standar baku mutu. Saat kunjungan, Ali Sabri hadir bersama Kasubid Pencemaran Raidel Fitri dan Kasubid Perizinan Syafaruddin. Sedangkan dari Komisi IV hadir Ketua Komisi IV Repol SAg bersama anggota komisi IV lainnya, yakni; Muhammad Arif, H Sahidin, Safii Samosir, M Faisal, Zulfan Azmi, Juswari Umar Said dan Marzuki Malik.

Dibuang ke Sungai

Pemandangan kontras terjadi saat rombongan Komisi IV melakukan kunjungan ke pabrik PT RKSS di Tapung Hulu. Ada bekas terjadinya pembuangan limbah pabrik tanpa olah langsung melewati drainase yang hilirnya menuju anak sungai. Namun, ketika Komisi IV melakukan peninjauan, drainase tersebut sudah ditutup. Keterangan yang didapat, penutupan terjadi setelah sebelumnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar memberikan peringatan agar tidak dilakukan pembuangan limbah cair tanpa melewati proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL), bulan lalu. “Kita memang memberi saran agar drainase itu ditutup dalam kunjungan bulan lalu,” kata Ali Sabri yang diamini Karim, Kepala Personality General Assistance (PGA) T RKSS.

Teknik IPAL yang dilakoni PKS milik PT RKSS ini adalah sanitasi limbah dengan melewati 15 kolam. Namun, limbah cair akhir tetap dibuang ke sungai yang menurut pihak perusahaan adalah sungai mati. Menurut Ali Sabri, pembuangan limbah cair ke media lingkungan oleh PT RKSS memang sudah mendapat izin. Alasannya, “standar limbahnya sesuai uji labor, masih dibawah baku mutu, sehingga tidak berdampak pada kerusakaan lingkungan,” katanya.

Pembuangan ke sungai itu mungkin disebabkan karena PT RKSS tidak memiliki kebun inti. Ketika didiririkan pada tahun 2001, PKS ini bermodal 6000 hektar kebun sawit pendukung milik masyarakat di sekitarnya. Dan, hingga saat ini, suplay sawit berasal dari kebun masyarakat. Anggota dewan menyarankan agar limbah tetap jangan sampai dibuang ke media lingkungan. “Walaupun sudah diolah dan dikatakan sudah ramah lingkungan, limbah tetap saja limbah. Jangan dibuang ke sungai,” ungkap Marzuki Malik.

Anggota dewan pun memberi saran agar limbah instalasi limbah cukup berawal dan berakhir di kawasan pabrik. Atau, limbah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sawit milik masyarakat yang ada di sekitar pabrik, seperti dilakukan beberapa perusahaan lainnya.

Perketat Pengawasan

Anggota Komisi IV lainnya, Zulfan Azmi, menyarankan agar BLH Kampar memperketat pengawasan terhadap Amdal setiap perusahaan terutama pabrik yang operasionalnya dapat mengeluarkan limbah. Bahkan, untuk membantu pihak BLH dalam melakukan monitoring, Komisi IV menurut Zulfan juga akan melakukan uji sampel limbah cair yang diambil dari hasil akhir pengolahan limbah pabrik di laboratorium. “Ini sekaligus sebagai bentuk pengawasan terhadap lingkungan yang dilakukan dewan,” katanya.***(rls)

Jumat, 07 Mei 2010

Realisasi Klaster Kelapa Sawit Banyak Temui Hambatan

Jum’at, 7 Mei 2010 14:37
Realisasi Klaster Kelapa Sawit Banyak Temui Hambatan

Meksipun telah dicanangkan, namun keberadaan Klaster kelapa sawit di Riau masih jauh untuk bisa diwujudkan. Sejumlah hambatan harus diatasi terlebih dahulu.

Riauterkini-PEKANBARU- Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Riau Feisal Qomar Karim mengungkapkan hasil pertemuan BPMPD 16 provinsi di Bali yang membahas kebijakan klaster berbagai komoditas yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Dari pembahasan tersebut, terungkap, sebuah kawasan baru bisa diwujudkan sebagai klaster jika seluruh prasarana pendukung tersedia dan didukung payung hukum yang pasti.

“Untuk dua kawasan klaster yang ada di daerah kita, kondisinya masih sangat jauh dari ideal. Sangat banyak hambatan yang belum teratasi sampai sekarang,” ujarnya menjawab riauterkini di kantornya, Jumat (7/5/10).

Sejumlah hambatan yang dimaksud, seperti ketersediaan infrastruktur dan energi. Di Dumai dan Kuala Enok, yang ditetapkan sebagai kawasan klaster kelapa sawit, sampai saat ini tak memiliki daya dukung infrastruktur dan juga energi. “Untuk energi bisa saja pihak swasta yang memenuhi sendiri, tetapi kalau untuk membangun jalan? Mana ada perusahaan yang mau,” tukasnya.

Selain itu, sebuah kawasan klaster hanya bisa terwujud jika ada daya dukung kebijakan, termasuk ketentuan yang menjadi jaminan tersediaan bahan baku. Sementara saat ini produk CPO di Riau sudah terpetakan untuk pasar ekspor. “Kalau tidak ada jaminan akan pasokan bahan baku, mustahil ada investor yang bersedia,” ujarnya lagi.

Lebih lanjut Feisal mencontohkan keberhasilan Malaysia dalam membentuk klaster kelapa sawit. Negeri tetangga tersebut saat ini telah memiliki tiga klaster kelapa sawit yang sukses membuat berbagai produk turunan kelapa sawit, seperti minyak goreng, sabun, margarin dan produk lainnya. ***(mad)

Cegah Konflik Lanjutan, Kemendagri Didesak Segera Tuntaskan Tata-batas Riau-Sumut

Jum’at, 7 Mei 2010 15:05
Cegah Konflik Lanjutan,
Kemendagri Didesak Segera Tuntaskan Tata-batas Riau-Sumut

Masalah tata-batas Riau-Sumut telah memicu konflik berdarah di Rohul, karena itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rohul mendesak Kemendgari menuntaskannya.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN-Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Desak Menteri Dalam Negeri (Mendagri), secepatnya selesaikan masalah tapal batas Kabupaten Rohul, antara Desa Batangkumu dengan Desa Sungai Korang Padanglawas Sumatera Utara (Sumut).

Kadishutbun Rohul, Drs M.Munif M.Si, menanggapi aksi demo, Kamis (6/5/10), dalam keterangannya kepada Riauterkini mengaku, pihak Pemkab Rohul dan pihak Propinsi Riau, sudah berkali-kali melaporkan sengketa tata batas itu ke Mendagri, Gamawan Fauzi SH.MM. Namun tidak ada titik terang dan kabar menggembirakan hingga saat ini,

"Kita selalu dipersalahkan masyarakat, padahal wewenang tata batas propinsi, merupakan wewenang Mendagri," jelas M Munif, dikantornya, Jum'at (7/5/10).

Disinggung mengenai kawasan hutan lindung Mahato dan Hutan Produksi terbatas (HPT), yang semula luasnya sekitar 30.000 hektar. Pihaknya mengaku, hutan lindung Mahato dan HPT dulunya memang ada. Namun sekarang sudah menjadi perkebunan. Baik dikelola perusahaan, maupun dikelola oleh masyarakat.

"Kita sudah tidak mengetahui lagi mana hutan lindung. Karena sudah menjadi perkebunan. Sehingga kita minta Mendagri agar secepatnya selesaikan tata batas itu," harap Munif.

Dibeberapa kawasan yang ada diMahato. Informasi dari masyarakat Kecamatan Tambusai dan Tambusai utara. Hutan Lindung dan HPT, sudah tidak bisa dibedakan lagi. Karena hutan lindung sudah berubah jadi perkebunan, bahkan sudah berdiri Pabrik Kelapa Sawit (PKS).***(zal)

Berdemo, Masyarakat Rohul Desak Penuntasan Tata-batas Riau-Sumut

Kamis, 6 Mei 2010 16:25
Berdemo, Masyarakat Rohul Desak Penuntasan Tata-batas Riau-Sumut

Persoalan tata-batas Riau-Sumut telah memicu konflik berdarah di Rohul. Karena itu, dengan berunjuk rasa, masyarakat mendesak pemerintah daerah dan pusat segera menuntaskannya.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN-Masyarakat Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai, dan Barisan Muda Rokan Hulu (BMR), Kamis (6/5/10) sekitar pukul 11.00 Wib, dalam aksi demo di kota Pasirpangaraian. Mendesak Pemkab Rohul dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), agar secepatnya menyelesaikan tapal batas Sumatera Utara (Sumut) - Riau.

Tapal batas Sumut - Riau, antara desa Batang Kumu Tambusai dan Desa Sungai Korang Kecamatan Sosa Kabupaten Padang Lawas Sumut. Karena sejak tahun 1998 hingga saat ini belum selesai. Padahal sudah lama masyarakat Desa Batang Kumu ingin segera terselesaikan masalah tapal batas antara Propinsi Riau - Sumut. Sehingga masyarakat bisa hidup aman dan nyaman, serta tidak terjadi aksi anarkis seperti pembakaran rumah warga lagi.

Massa demo merupakan masyarakat Desa Batang Kumu sekitar 230 orang, dengan massa dari BMR sekitar 50 orang sebagai bentuk solidaritas, karena adanya tindakan anarkis dengan pembakaran rumah warga.

"Kita sebagai anak Rohul, tetap memperjuangkan dan menyampaikan aspirasi rakyat. Apalagi adanya pembakaran rumah dan tindakan anarkis. Sehingga kita mengesalkan atas tindakan itu," tegas aktivis BMR, Maulana Syahputra alias Imul, kepada wartawan di sela-sela demo di taman kota Pasirpangaraian, Kamis (6/5/10).

Massa demo dalam orasinya ditaman kota, yang dimulai sekitar pukul 11.00 Wib itu, mendesak Pemkab Rohul dan Mendagri agar secepatnya menyelesaikan tapal batas Riau - Sumut di Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai. Apalagi dengan adanya pembakaran itu, sekitar 40 kepala keluarga (KK), saat ini belum berani pulang untuk memperbaiki rumahnya.

Selanjutnya massa long march menuju kantor Polres Rohul, dan meminta Kapolres Rohul, AKBP Drs Adang Suherman, memberikan pengamanan kepada korban pembakaran rumah. BMR juga menyesalkan, ketidaktahuan pihak Polres Rohul atas penolakan laporan dari masyarakat di Polsek Tambusai beberapa waktu lalu. Dan meminta Kapolres bertindak responsif dan profesional, sehingga tdk ada markus dijajaran Polres Rohul.

"Kita sudah menerima laporan itu dari Polsek Tambusai. Namun itu bukan wewenang kita. Tetapi untuk pengamanan, sudah kita lakukan. Bahkan saya sendiri pernah menginap didaerah konflik," tegas Kapolres Rohul, AKBP Drs Adang Suherman, menjawab pertanyaan dari orator massa di halaman kantor Polsek Rohul.

Kapolres Rohul, dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, masalah tapal batas bukan wewenang polisi. Dan harus sesuai yuridiksi, dan harus diselesaikan dengan oleh pihak yang berwewenang. Apalagi dalam menentukan titik kordinat dan batas wilayah, pihaknya sama sekali tidak mengerti. Wewenang pihaknya hanya menjaga suasana agar tetap kondusif.

"Sejauh ini kita sudah melakukan koordinasi dengan pihak Polres Kabupaten Lawas Sumut. Jika ada tindak pidana, Polri akan tindak secara hukum yang berlaku," tegas Kapolres Rohul, Adang Suherman.

Dari kantor Polres Rohul, selanjutnya sekitar pukul 12.00 Wib, massa menuju kantor Bupati Rohul, dengan diangkut 4 buah mobil jenis colt diesel, dan diiringi puluhan sepeda motor, dan dikawal oleh pihak Polres Rohul.

Massa demo diterima oleh Asisten I Pemkab Rohul, Zulfikar Achmad SH.MH. Dalam orasinya, masyarakat mendesak pihak Pemkab Rohul, agar refleks dengan keadaan masyarakat. Sehingga secepatnya dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di masyarakat. Kemudian meminta kepada Pemkab Rohul, agar mendesak Mendagri, untuk secepatnya menyelesaikan tapal batas Riau - Sumut, yang menjadi dilema.

"Kita sudah terima aspirasi masyarakat, dan akan kita sampaikan aspirasi masyarakat ini kepada pemerintah pusat," jelas Asiten I, Zulfikar Achmad, kepada massa demo.***(zal)