Rabu, 12 Mei 2010 07:40
Komisi IV DPRD Kampar melihat langsung kondisi limbah sejumlah pabrik kelapa sawit atau PKS. Faktanya, limbah berpotensi mencemarkan lingkungan, karena itu BLH diminta perketat pengawasan.
Riuterkini-BANGKINANG – Pekan ini, persoalan limbah pabrik sepertinya menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kampar. Selama dua hari, Senin (10/5) hingga Selasa (11/5), para wakil rakyat di komisi itu melakukan peninjauan pengolahan limbah beberapa pabrik di Kampar. “Ada perusahaan yang cukup bagus pengolahan limbahnya. Ada pula yang sangat buruk,” ungkap Repol, ketua Komisi IV DPRD Kampar.
Setelah melakukan peninjauan ke pabrik karet milik PT Harvenia Kampar Lestari (HKL) di Desa Sungaipinang, Kecamatan Tambang dan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Tasma Puja di Kecamatan Kampar Timur, pada Senin (10/5), rombongan Komisi IV kembali melanjutkan peninjauan pada Selasa (11/5). Tujuannya adalah dua pabrik kelapa sawit di Tapung Raya, yakni PKS milik PT Tunggal Yunus Estate (YTE) di Desa Petapahan, Tapung dan PKS milik PT Riau Kampar Sahabat Sejati (RKSS) di Desa Sukaramai, Tapung Hulu.
Di PKS milik PT YTE, pengolahan limbahnya lumayan bagus. Limbah termanfaatkan oleh perusahaan sebagai pupuk perkebunan sawit seluas 4080 hektar —sebagai kebun inti— yang berada di sekitar areal pabrik. “Jadi, tidak ada limbah yang terbuang. Sebab, bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sawit,” terang SM Herlambang, Mill Manager Pabrik Topaz PT YTE yang didampingi Alison Marbun, Estatet Manajer kebun Topaz saat menerima rombongan Komisi IV dan tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar.
Menurut Ali Sabri, Kabid Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) LH BLH Kampar, limbah PKS milik PT YTE sesuai pengujian laboratorium sejak Januari hingga April, masih dibawah standar baku mutu. Saat kunjungan, Ali Sabri hadir bersama Kasubid Pencemaran Raidel Fitri dan Kasubid Perizinan Syafaruddin. Sedangkan dari Komisi IV hadir Ketua Komisi IV Repol SAg bersama anggota komisi IV lainnya, yakni; Muhammad Arif, H Sahidin, Safii Samosir, M Faisal, Zulfan Azmi, Juswari Umar Said dan Marzuki Malik.
Dibuang ke Sungai
Pemandangan kontras terjadi saat rombongan Komisi IV melakukan kunjungan ke pabrik PT RKSS di Tapung Hulu. Ada bekas terjadinya pembuangan limbah pabrik tanpa olah langsung melewati drainase yang hilirnya menuju anak sungai. Namun, ketika Komisi IV melakukan peninjauan, drainase tersebut sudah ditutup. Keterangan yang didapat, penutupan terjadi setelah sebelumnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar memberikan peringatan agar tidak dilakukan pembuangan limbah cair tanpa melewati proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL), bulan lalu. “Kita memang memberi saran agar drainase itu ditutup dalam kunjungan bulan lalu,” kata Ali Sabri yang diamini Karim, Kepala Personality General Assistance (PGA) T RKSS.
Teknik IPAL yang dilakoni PKS milik PT RKSS ini adalah sanitasi limbah dengan melewati 15 kolam. Namun, limbah cair akhir tetap dibuang ke sungai yang menurut pihak perusahaan adalah sungai mati. Menurut Ali Sabri, pembuangan limbah cair ke media lingkungan oleh PT RKSS memang sudah mendapat izin. Alasannya, “standar limbahnya sesuai uji labor, masih dibawah baku mutu, sehingga tidak berdampak pada kerusakaan lingkungan,” katanya.
Pembuangan ke sungai itu mungkin disebabkan karena PT RKSS tidak memiliki kebun inti. Ketika didiririkan pada tahun 2001, PKS ini bermodal 6000 hektar kebun sawit pendukung milik masyarakat di sekitarnya. Dan, hingga saat ini, suplay sawit berasal dari kebun masyarakat. Anggota dewan menyarankan agar limbah tetap jangan sampai dibuang ke media lingkungan. “Walaupun sudah diolah dan dikatakan sudah ramah lingkungan, limbah tetap saja limbah. Jangan dibuang ke sungai,” ungkap Marzuki Malik.
Anggota dewan pun memberi saran agar limbah instalasi limbah cukup berawal dan berakhir di kawasan pabrik. Atau, limbah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sawit milik masyarakat yang ada di sekitar pabrik, seperti dilakukan beberapa perusahaan lainnya.
Perketat Pengawasan
Anggota Komisi IV lainnya, Zulfan Azmi, menyarankan agar BLH Kampar memperketat pengawasan terhadap Amdal setiap perusahaan terutama pabrik yang operasionalnya dapat mengeluarkan limbah. Bahkan, untuk membantu pihak BLH dalam melakukan monitoring, Komisi IV menurut Zulfan juga akan melakukan uji sampel limbah cair yang diambil dari hasil akhir pengolahan limbah pabrik di laboratorium. “Ini sekaligus sebagai bentuk pengawasan terhadap lingkungan yang dilakukan dewan,” katanya.***(rls)
Komisi IV DPRD Kampar melihat langsung kondisi limbah sejumlah pabrik kelapa sawit atau PKS. Faktanya, limbah berpotensi mencemarkan lingkungan, karena itu BLH diminta perketat pengawasan.
Riuterkini-BANGKINANG – Pekan ini, persoalan limbah pabrik sepertinya menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kampar. Selama dua hari, Senin (10/5) hingga Selasa (11/5), para wakil rakyat di komisi itu melakukan peninjauan pengolahan limbah beberapa pabrik di Kampar. “Ada perusahaan yang cukup bagus pengolahan limbahnya. Ada pula yang sangat buruk,” ungkap Repol, ketua Komisi IV DPRD Kampar.
Setelah melakukan peninjauan ke pabrik karet milik PT Harvenia Kampar Lestari (HKL) di Desa Sungaipinang, Kecamatan Tambang dan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Tasma Puja di Kecamatan Kampar Timur, pada Senin (10/5), rombongan Komisi IV kembali melanjutkan peninjauan pada Selasa (11/5). Tujuannya adalah dua pabrik kelapa sawit di Tapung Raya, yakni PKS milik PT Tunggal Yunus Estate (YTE) di Desa Petapahan, Tapung dan PKS milik PT Riau Kampar Sahabat Sejati (RKSS) di Desa Sukaramai, Tapung Hulu.
Di PKS milik PT YTE, pengolahan limbahnya lumayan bagus. Limbah termanfaatkan oleh perusahaan sebagai pupuk perkebunan sawit seluas 4080 hektar —sebagai kebun inti— yang berada di sekitar areal pabrik. “Jadi, tidak ada limbah yang terbuang. Sebab, bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sawit,” terang SM Herlambang, Mill Manager Pabrik Topaz PT YTE yang didampingi Alison Marbun, Estatet Manajer kebun Topaz saat menerima rombongan Komisi IV dan tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar.
Menurut Ali Sabri, Kabid Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) LH BLH Kampar, limbah PKS milik PT YTE sesuai pengujian laboratorium sejak Januari hingga April, masih dibawah standar baku mutu. Saat kunjungan, Ali Sabri hadir bersama Kasubid Pencemaran Raidel Fitri dan Kasubid Perizinan Syafaruddin. Sedangkan dari Komisi IV hadir Ketua Komisi IV Repol SAg bersama anggota komisi IV lainnya, yakni; Muhammad Arif, H Sahidin, Safii Samosir, M Faisal, Zulfan Azmi, Juswari Umar Said dan Marzuki Malik.
Dibuang ke Sungai
Pemandangan kontras terjadi saat rombongan Komisi IV melakukan kunjungan ke pabrik PT RKSS di Tapung Hulu. Ada bekas terjadinya pembuangan limbah pabrik tanpa olah langsung melewati drainase yang hilirnya menuju anak sungai. Namun, ketika Komisi IV melakukan peninjauan, drainase tersebut sudah ditutup. Keterangan yang didapat, penutupan terjadi setelah sebelumnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar memberikan peringatan agar tidak dilakukan pembuangan limbah cair tanpa melewati proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL), bulan lalu. “Kita memang memberi saran agar drainase itu ditutup dalam kunjungan bulan lalu,” kata Ali Sabri yang diamini Karim, Kepala Personality General Assistance (PGA) T RKSS.
Teknik IPAL yang dilakoni PKS milik PT RKSS ini adalah sanitasi limbah dengan melewati 15 kolam. Namun, limbah cair akhir tetap dibuang ke sungai yang menurut pihak perusahaan adalah sungai mati. Menurut Ali Sabri, pembuangan limbah cair ke media lingkungan oleh PT RKSS memang sudah mendapat izin. Alasannya, “standar limbahnya sesuai uji labor, masih dibawah baku mutu, sehingga tidak berdampak pada kerusakaan lingkungan,” katanya.
Pembuangan ke sungai itu mungkin disebabkan karena PT RKSS tidak memiliki kebun inti. Ketika didiririkan pada tahun 2001, PKS ini bermodal 6000 hektar kebun sawit pendukung milik masyarakat di sekitarnya. Dan, hingga saat ini, suplay sawit berasal dari kebun masyarakat. Anggota dewan menyarankan agar limbah tetap jangan sampai dibuang ke media lingkungan. “Walaupun sudah diolah dan dikatakan sudah ramah lingkungan, limbah tetap saja limbah. Jangan dibuang ke sungai,” ungkap Marzuki Malik.
Anggota dewan pun memberi saran agar limbah instalasi limbah cukup berawal dan berakhir di kawasan pabrik. Atau, limbah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sawit milik masyarakat yang ada di sekitar pabrik, seperti dilakukan beberapa perusahaan lainnya.
Perketat Pengawasan
Anggota Komisi IV lainnya, Zulfan Azmi, menyarankan agar BLH Kampar memperketat pengawasan terhadap Amdal setiap perusahaan terutama pabrik yang operasionalnya dapat mengeluarkan limbah. Bahkan, untuk membantu pihak BLH dalam melakukan monitoring, Komisi IV menurut Zulfan juga akan melakukan uji sampel limbah cair yang diambil dari hasil akhir pengolahan limbah pabrik di laboratorium. “Ini sekaligus sebagai bentuk pengawasan terhadap lingkungan yang dilakukan dewan,” katanya.***(rls)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar