Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Rabu, 25 Desember 2013

Jejak Masalah dan Darah PT MAN di Rohul (3), Perusahaan Membuat Banyak Warga Tamut Masuk Penjara

Rabu, 25 Desember 2013 10:26

Warga eks transmigarasi umumnya bersahaja dan sangat taat hukum, namun sejak kehadiran PT MAN, banyak dari mereka yang dianggap melanggar hukum dan dijebloskan ke penjara.

RIAUTERKINI-Jika memiliki tabiat penjahat dan mau menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, sudah pasti masyarakat empat desa di Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu tidak akan mau berada di kawasan tersebut. Mereka rela meninggalkan kampung halaman di Jawa karena mengharap rejeki halal untuk merubah nasib melalui program transmigrasi.

Sebagai masyarakat desa, umumnya mereka adalah orang-orang bersahaja yang sangat taat pada hukum. Membayangkan berurusan dengan aparat hukum adalah sebuah ketakutan luar biasa. Karena itu, mereka selalu menghindari. Tetapi ternyata suratan takdir berkehendak lain. Justru banyak di antara warga empat desa tersebut justru harus dianggap sebagai pelaku tindak kriminal. Mereka ditangkap, diproses hukum lantas dipenjara.

Kondisi tersebut tak lepas dari dampat permasalahan rumit nan panjang yang dialami warga empat desa setelah sepakat bermitra dengan PT Merangkai Artha Nusantara.

Adalah Muhammad Syafi'e warga Desa Sukadamai asal Pasuruan, Jawa Timur. Seumur hidup baru sekali ia berurusan dengan aparat kepolisian akibat dilaporkan PT MAN. Ia dituduh mencuri kelapa sawit.

"Padahal, sebagai Ketua LMD saya tidak mungkin mencuri kelapa sawit dari kebun masyarakat. Ketika itu, saya mengawal truk muat kelapa sawit dari kebun. Saya lakukan itu berdasarkan hasil rapat desa. Rencananya, hasil penjualan kelapa sawit dibagikan kepada petani dan juga perusahaan. Kalau dulu perusahaan yang mengelola, kini desa yang mengelola," tutur Syafi'e kepada riauterkini ketika itu.

Namun justru Syafi'e kemudian dilaporkan ke polisi oleh PT MAN dengan tuduhan mencuri kelapa sawit dari kebun perusahaan.

Nasib serupa juga dialami Misri, warga Sukadamai yang lain. Ia juga nyaris menjadi penghuni penjara karena dipolisikan perusahaan dengan tuduhan serupa.

Demikian juga dengan Riyanto, Warga Desa Pagar Mayang, Tambusai Utara yang harus mendekam dalam tahanan Polsek setempat karena dituduh mencuri kelapa sawit perusahaan pada Juni 2012 silam.

Belasan warga Sukadamai juga pernah berurusan dengan polisi karena mengeroyok warga yang dianggap menjadi antek PT MAN.

Kasus paling heboh yang harus dialami masyarakat empat desa di Tambusai Utara yang terkait dengan PT MAN adalah saat demo di Kejaksaan Negeri Pasirpangaraian, 11 Oktober 2011. Ketika itu ratusan warga emosi karena merasa jaksa yang menyidik perkara 5 warga yang dituduh mencuri kelapa sawit PT MAN berlaku curang.

Warga kalap dan melampiaskan amarah. Seluruh jaksa menjadi sasaran amukkan warga, Seorang jaksa bernama Ardiansyah tertangkap dan dihajar ramai-ramai sampai tak sadarkan diri. Tiga warga jadi tersangka dalam kasus anarkhis tersebut.

Terbaru dan masih berlangsung sampai saat ini, delapan warga Mahato Sakti, termasuk Kepala Desa Malius harus mendekam dalam tahanan Mapolres Rohul. Mereka menjadi tersangka tragedi 'Jumat Berdarah'. Warga yang sudah kehilangan kesabaran menyerbu ke kubu pamswakarsa PT MAN. Membakar bedeng, truk dan sepeda motor. Menghajar pamswakarsa yang ditemui. Seorang tewas dan tiga lainnya luka.***(ahmad s.udi/bersambung)

Keterangan foto:
1. Tiga dari delapan warga Desa Mahato Sakti yang ditahan sebagai tersangka bentrok 'Jumat Berdarah'.
2. Jaksa Ardiansyah babak-belur dan pingsan dihajar ratusan warga Tambusai Utara yang kalap, karena jaksa dinilai curang dalam menangani perkara 5 warga yang dituding mencuri sawit PT MAN.

Selasa, 24 Desember 2013

Jejak Masalah dan Darah PT MAN di Rohul (2), Puluhan Perundingan Dimentahkan Arogansi Perusahaan

Selasa, 24 Desember 2013 17:26
,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=68167
Keruwetan yang dialami warga empat desa di Tambusai Utara sejak bekerjasama dengan PT MAN sudah sering dicarikan solusi, namunpuluhan perundingan selalu dimentahkan arogansi perusahaan.

RIAUTERKINI- Sudah tak terhitung berapa kali perundingan digelar antara warga empat desa di Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten ROkan Hulu dengan PT Merangkai Artha Nusantara (MAN). Pertemuan yang diharap mendapatkan solusi terbaik selalu buntu. Kandas terhadap sikap tak mau kompromi Barmansyah, selaku pemilik perusahaan.

Perundingan sudah digelar sejak Kabupaten Rokan Hulu masih dipimpin Bupati Ramlan Zas. Terus berlanjut beberapa kali di masa kepemimpinan Bupati Achmad, namun tetap saja tak pernah membuahkan hasil sebagaimana diharap.

Masalah terasa semakin rumit ketika PT MAN sempat berganti bendera menjadi PT Sawit Mas Riau atau SMR, meskipun pemiliknya tetap sama. Hanya direktur utamanya berganti-ganti. Mulai dari Suyut yang kemudian masuk penjara setelah diperkarakan pihak perusahaannya sendiri.

Misalnya pada perundingan yang digelar di Mapolres Rohul di Pasirpangaraian, Rabu, 21 November 2007. Warga dipertemukan dengan PT MSR, bukan PT MAN berkat mediasi Kabag Ops Polres Rohul yang ketika itu dijabat Kompol Andi Salamon Perundingan berlangsung alot dan panas dari pagi dan baru diakhiri menjelang tengah malam.

Dalam perundingan tersebut perwakilan warga desa dipimpin langsung Kepala Desa M Retnanto didampingi Ketua LMD M Syafi'ie dan sejumlah tokoh masyarakat, seperti Hendrik. Sedangkan dari PT. SMR langsung dipimpin Direktur Utama Suyud. Hadir juga dalam pertemuan tersebut Suyanto, perwakilan Dinas Perkebunan Rohul.

Meskipun telah berdunding berjam-jam secara marathon, namun sampai bubar tidak ada kata sepakat. Warga menolak menandatangan draf kesepakatan yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan. "Semua yang tertera dalam draf kesepakatan merupakan keinginan perusahaan. Tidak ada sedikitpun yang merupakan aspirasi kami selaku utusan warga, karena itu kami menolak menandatangani," ujar Retnanto kepada riauterkini ketika itu.

Dipaparkan Retnanto, sejumlah draf kesepakatan yang dinilainya sepihak antara lain, menyangkut peserta, perusahaan bersikukuh hanya 495 orang, padahal menurut data desa sebanyak 668 dengan luas kebun yang telah tertanam seluas 775 hektar. Draf yang paling fatal adalah mengenai jumlah hutang yang harus ditanggung warga, yakni Rp 12,7 juta setiap hektar ditambah bungan 1 persen setiap bulan. Jika pencicilan berlangsung 4 tahun, maka bunga yang harus ditanggung warga mencapai 60 persen dari total nilai hutang.

Harga Rp 12,7 juta/hektar sebenarnya wajar, jika situasi kerjasama normal, semacam KKPA, di mana warga menyerahkan lahan dalam bentuk hutan tanpa surat kepemilikan dan perusahaan yang membuka, sedangkan di Sukadamai berbeda, yang diserahkan warga adalah lahan jatah transmigrasi yang sudah dalam bentuk hamparan dan bersertifikat.

Selain itu, waktu akad kredit sudah jauh terlampaui. Perusahaan, ketika itu masih bernama PT. Merangkai Arta Nusantara (MAN), mulai menanam sawit 1996 silam. Berdasarkan perjanjian, 48 bulan setelah penanaman, kebun akan dibagikan kepada peserta plasma untuk mulai mencicil kredit. Ternyata sampai sekarang, atau setelah 7 tahun, belum dibagikan. Selama tujuh tahun perusahaan memanen hasil kebun secara sepihak dan hanya memberikan bagian warga sekehendak hati. Terkadang Rp 50.000 untuk setiap hektar, bahkan sering warga tidak mendapat apa-apa.

"Kami sebenarnya bisa menerima harga yang diajukan perusahaan, tapi kami minta dipotong dengan pencicilan dari hasil penen perusahaan selama tujuh tahun. Tapi mereka tidak mau. Itu, kan namanya mau enak sendiri," runtuk Retnanto lagi.

Ditambahkan Retnanto, jika kerjasama berjalan dengan baik, bisa jadi hutang warga sudah lunas, tetapi kenyataannya bermasalah. Kondisi yang sekarang terjadi di lapangan sama sekali tidak ada andil kesalahan warga. Semua kesalahan perusahaan. "Sedikitpun kami tidak punya andil yang membuat kondisi kebun rusak. Kami yang tak salah, kok malah kami yang harus terus dirugikan," keluhnya.

Fakta lain yang membuat warga menolak adalah kondisi kebun yang sudah sangat kritis, karena tak pernah dirawat dengan baik dan hanya dipanen. Terlebi setelah sekitar dua bulan tidak dipanen. Warga sepakat menghentikan kegiatan panen perusahaan, karena tak ingin terus dirugikan.

Buntunya perudingan tersebut memunculkan pemikiran baru dari warga. Kemungkinan warga akan menggugat perusahaan, baik secara pidana maupun perdata. Secara pidana, warga berencana mengadukan perusahaan karena dinilai telah melakukan penipuan. Sedangkan perdata dilakukan untuk memutuskan hak atas lahan, mengingat perusahaan bersikeras memiliki hak atas sebagian lahan. Padahal lahan tersebut sudah bersetifikat dan ketika datang perusahaan sama sekali tak memiliki lahan.***(ahmad s.udi/bersambung)

Keterangan foto:
Puluhan warga Desa Pagar Mayang dan Payung Sekaki demo di PDRD Rohul, Juni 2012. Mereka mendesak dewan membantu mencarikan solusi masalah mereka dengan PT MAN.
 

Jejak Masalah dan Darah PT MAN di Rohul (1), Berharap Sejahtera, Warga Justru Masuk Perangkap

http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=68156

Selasa, 24 Desember 2013 13:47

Bagi masyarakat Tambusai Utara PT MAN semula adalah harapan, namun kemudian berubah menjadi masalah dan malapetaka seolah tiada akhir.

RIAUTERKINI- Pada 1995 silam desa-desa eks transmigrasi di Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu ( dulu masih Kecamatan Tambusai dan bagian Kabupaten Kampar) masih diliputi keterbatasan. Ekonomi terbatas, fasilitas terbatas dan peluang usaha yang terbatas. Jangankan sejahtera, sekedar bisa hidup cukup pun sudah sangat disyukuri.

Karena itu, kehadiran PT Merangkai Artha Nusantara (MAN) yang dimiliki pasangan Barmansyah dan Budhiarti (sudah lama bercerai) ibarat sebuah oase di padang pasir yang kering. Datang membawa harapan akan masa depan yang lebih memberi kepastian ketercukupi kebutuhan hidup.

Maka gayungpun disambut ribuan warga dari empat desa: Sukadamai, Mahato Sakti, Pagar Mayang dan Payung Sekaki. Mereka rela menyerahkan satu-satunya harta paling berharga yang dimiliki, berupa sertifikat tanah lahan garapan I dan sertifikat lahan garapan II kepada PT MAN, sebagai syarat menjalin kemitraan. Di Desa Sukadamai saja sebanyak 911 persil sertifikat diserahkan pada PT MAN.

Kesepakatan pun diteken. Selajutnya masyarakat menghitung hari. Menunggu masa di mana gilran menuai panen dari kerjasama tersebut bisa dinikmati. Bayangan indah memiliki 2 hektar kebun kelapa sawit membuat masyarakat dari empat desa semangat menyongsong masa depan.

Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tidak ada satupun dari ribuan masyarakat empat desa tersebut menyangkap bahwa kerjasama dengan PT MAN adalah perangkap. Jebakan yang membuat mereka seolah tersekat dalam masalah tiada akhir. Bahkan kini situasinya berkembang menjadi malapeta yang menghadirkan ketakutan dan ancaman.

Sejak 1996 hingga saat ini PT MAN gagal melaksanakan kewajibannya membuka plasma untuk ribuan warga empat desa. Ribuan hektar lahan bersertifikat milik warga memang sudah diubah menjadi kebun kelapa sawit, namun selalu disebut perusahaan sebagai kebun inti, bukan plasma. Berbagai alasan disampaikan perusahaan untuk menghindari kewajiban menyediakan kebun plasma.

Masyarakat pun dihadapkan pada buah simalakama. Ikut terus kerjasama tidak ada kepastian. Sementara mundur, lahan dan sertifikatnya terlanjur dikuasai perusahaan. Sejak itulah masalah demi masalah mendera masyarakat. Persoalan semakin pelik begitu ribuan hektarn kelapa sawit mulai berbuah dan siap panen. Sementara kebun yang ada tak kunjung dibagikan kepada para peserta kemintraan yang telah menyerahkan sertifikat pada perusahaan.

Ketika ribuan hektar kebun kelapa sawit di empat desa benar-benar panen, masalah pun semakin rumit dan cenderung memanas. Warga yang sudah tak sabar ingin menikmati hasil penantian panjang kerap dibuat geram oleh sikap perusahaan. Mereka tak diberi kepastian kapan bisa mendapatkan hasil dari kerjasama.

Perusahaan memang bukan sama sekali tak membagi, peserta kemintraan kemudian diberikan bagian dari hasil penen kebun kelapa sawit, namun bukan dalam bentuk lahan, melainkan pembagian uang hasil penjualan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.

Masalahnya, uang yang dibagikan kepada setiap warga dinilai sangat tidak layak. Dalam sebulan warga hanya menerima uang sekitar Rp 300 ribu. Pernah juga hanya diberi Rp 200 ribu sebulan. Sudahlah sedikit, pembagiannya pun tidak rutin. Bahkan sejak beberapa tahun terakhir warga tak pernah lagi menerima pembagian apapun dari PT MAN selain masalah.

Anehnya, dalam jumpa pers yang digelar di Pekanbaru, Senin (23/12/13), PT MAN mengungkapkan fakta sebaliknya. Menurut pengacara perusahaan Suharman yang didampingi Staf Humas Budi Kaban Karo-karo, serta Kananda Syahputra, anak lelaki Barmansyah, pemilik perusahaan, kerjasama dengan masyarakat empat desa di Tambusai Utara sudah berjalan baik.

Suharman menambahkan, kerjasama PT MAN dengan warga di 4 desa di Kecamatan Tambusai Utara sudah berjalan baik dengan menggunakan sistem bagi keuntungan 60 : 40, 60 untuk masyarakat dan 40 untuk perusahaan.

“Kerjasama ini sudah berjalan. Oleh karena itu, kami menduga barangkali ada pihak ketiga yang tidak suka dengan kerjasama PT MAN dengan warga di 4 desa tersebut,” tandasnya. ***(ahmad s.udi/bersambung)

Keterangan foto:
Pengacara PT MAN Suharman bersama staf Humas Budi Kaban Karo-karo dan Kananda Syahputra, anak Barmansyah, pemilih perushaaan saat jumpa pers di Pekanbaru, kemarin.
 

Kamis, 14 November 2013

PT SJI Utamakan Kebun Inti, Kebun Plasma Warga 4 Desa di Rohul tak Terurus

Ahad, 10 Nopember 2013 16:12
http://riauterkini.com/usaha.php?arr=66450

Warga 4 desa di Kepenuhan, Rohul mempertanyakan komitmen PT SJI pada program kemitraan. Perusahaan dituding mengutakan kebun inti dan membiarkan kebun plasma milik warga tak terurus.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Pola kemitraan KKPA antara empat desa di Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu dengan PT Sumber Jaya Indah (SJI) Coy di lahan seluas 1.600 hektar tidak berjalan sesuai harapan. Warga menilai kebun inti perusahaan lebih baik ketimbang kebun KKPA.

"Seharusnya, setelah empat tahun sudah berhasil dan kebun sudah dikonversikan, namun hingga kini kondisi kebun tidak terawat, pohon kelapa sawitnya juga belum berbuah," kata Kades Kepenuhan Timur, Azhar Ahmad Soleh, di Pasirpangaraian.

Azhar AS mengungkapkan, kebun KKPA seluas 1.600 Ha yang bermitra dengan PT SJI Coy diperuntukan bagi warga empat terdiri Desa Kepenuhan Timur 625 Ha, Kepenuhan Hilir 185 Ha, Ulak Patian 385 Ha, dan sisa lahan untuk warga Rantau Binuang Sakti.

Sayangnya, pola kemitraan yang sudah berjalan sejak tahun 2007 lalu melalui kesepahaman atau MoU empat kades, perusahaan dan diketahui camat, namun hasil realisasinya tidak memuaskan hingga kini. Bahkan pohon kelapa sawit belum berbuah.

"Realisasi pembangunan berakhir hingga Desember 2007, sayangnya pohon terkesan asal tanam di semak-semak. Padahal kebun inti mereka bagus di sebelah lahan KKPA ini," kesal Azhar.

Dinilai kebun tidak berhasil, empat Kades terkait kembali membuat MoU saat memasuki masa tanam pertama Januari 2011 di lahan seluas 500 Ha dan baru berakhir sampai Juni 2011. Namun, lagi-lagi realisasinya tidak memuaskan.

Kemudian, MoU musim tanam tahap kedua dilakukan Juni 2011 hingga Januari 2012 dilakukan di lahan seluas 500 Ha. Musim tanam selanjutnya, dilakukan Januari 2012 di lahan 600 Ha.

"Namun ada kelemahannya karena tidak ada batas arealnya. Harusnya Juni 2012 itu musim tanam sudah selesai dan tahun 2013 sudah rampung, namun dari investigasi kita di lapangan, sekitar 80 hektar lahan, masih hutan dan belum ditumbang," ungkap Azhar.

Diakuinya, pemerintah dari empat desa sudah meminta Asisten Kepala (Askep) PT SJI Coy bermarga Siringo-ringo merealisasikan lahan 80 Ha dan segera ditanami, namun hingga kini lahan tersebut masih berupa hutan penuh pepohonan.

"Bahwasanya, hasil investigasi kami di lapangan, kebun KKPA yang dibangun PT SJI Coy terkesan dipaksakan. Jika seperti itu, justru warga nanti yang hanya membayar dan terlilit hutang, tidak justru beruntung seperti pola kemitraan lainnya," jelasnya.

Azhar mengaku, seharusnya kebun KKPA dibangun sama dengan kebun inti, namun PT SJI Coy sepertinya tidak mau tahu. "Intimidasi warga empat desa kepada PT SJI Coy, Jika sampai Desember 2013 kebun masih seperti itu, maka warga akan mengambil kebun inti, sama luasnya seperti kebun KKPA 1.600 hektar," katanya lagi.

Menurutnya, PT SJI Coy seharusnya samakan antara kebun inti dan kebun KKPA. Jika kebun inti menggunakan kacang-kacangan untuk mencegah gulma, maka kebun KKPA juga harus diperlakukan seperti itu, termasuk perawatan dan pemupukan.

"Ini aneh. Kalau kebun masyarakat di semak-semak. Jadi kami menduga, kemitraan ini sebagai topeng dan peredam, sehingga perusahaan bisa membangun kebun inti dan mendapatkan izin untuk membangun Pabrik Kelapa Sawit," tegas Azhar AS lagi.***(zal)

Jumat, 19 April 2013

PT.TPP Inhu Wajib Bangun Kebun Plasma Bagi Masyarakat

Jum’at, 19 April 2013 15:26
http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=58896
Pengajuan perpanjang HGU PT TPP Inhu sedang tahap proses. Pemerintah wajibkan perusahaan bangun kebun plasma 20 persen dari lahan usaha perusahaan.

Riauterkini -RENGAT- PT.Tunggal Perkasa Plantation (PT.TPP) anak perusahaan PT.Astra Agro Lestari Grup yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), wajib membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial serta lingkungan.

Penegasan ini disampaikan terkait telah berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) PT TPP Nomor 08/06/1981 seluas 10.210 hektare pada 31 Desember 2012 lalu dan saat ini dalam proses perpanjangan.

Sebagaimana disampaikan Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda Inhu, Hendry kepada riauterkinicom Jumat (19/4/13) di Pematang Reba mengungkapkan, sesuai surat edaran Kepala BPN RI No. 2/SE/XII/2012, setiap perusahaan perkebunan yang mengajukan permohonan HGU termasuk perpanjangan atau pembaharuan wajib membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial serta lingkungan.

" Apabila disekitar lokasi perkebunan tidak terdapat masyarakat petani calon penerima kebun plasma, perusahaan tetap berkewajiban membangun kebun plasma sampai adanya masyarakat petani calon penerima kebun," ujarnya.

Ditambahkanya, kewajiban membangun kebun plasma dibuktikan dengan pernyataan kesanggupan membangun kebun plasma dalam bentuk akta notaris, dan dilampirkan pada saat mengajukan permohonan HGU. Tandasnya.

Hendry juga membenarkan bahwa Panitia B dari unsur Pemkab Inhu yakni Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Inhu sampai saat ini belum menandatangani Berita Acara perpanjangan HGU PT TPP. Hal ini disebabkan karena perusahaan belum memenuhi tuntutan dari masyarakat. "Tidak menuntut pun masyarakat, PT TPP wajib membangun kebun plasma dan melaksanakan tanggungjawab lingkungan dalam bentuk CSR," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, HGU PT TPP Nomor 08/06/1981 seluas 10.210 hektare sudah berakhir sejak 31 Desember 2012 lalu. Namun sampai saat ini BPN belum memperpanjang HGU PT TPP tersebut sebab masih ada tuntutan masyarakat dan salah satu unsure Panitia B, khususnya Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Inhu belum menandatangani Berita Acara. *** (guh)

PT MAL Operasikan PKS Tanpa Izin

Jum’at, 19 April 2013 06:51
Pemkab Pelalawan Kecolongan,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58871Pansus DPRD Pelalawan menemukan fakta PT MAL melanggar ketentuan. Perusahaan tersebut mengoperasikan pabrik kelapa sawit tanpa izin.

Riauterkini-PANGKALANKERINCI- Hasil temuan Pansus DPRD Pelalawan di kecamatan Kerumutan terhadap PT Mekar Alam Lestari (MAL) memiliki Pabrik Kelapa Sawit tanpa mengantongi ijin.Kondisi ini, membuat sejumlah elemen masyarakat merasa kecewa. Mereka mempertanyakan soal pengawasan dari Pemerintah Daerah khususnya instansi terkait sehingga bisa sampai 'kecolongan' seperti ini.

"Jujur kita terkejut kenapa bisa terjadi seperti itu, aneh bin ajaib. Masak ada perusahaan membangun pabrik yang sudah berjalan namun tidak ada izin yang dikantongi sama sekali, berarti ini diduga lemahnya pengawasan kita terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di Pelalawan. Karena itu, kita juga mempertanyakan sikap pemerintah daerah setelah ada temuan itu sebab dikhawatirkan nanti akan berdampak pada perusahaan yang lain dan bisa saja mereka cemburu bahkan ikut-ikutan tidak membuat izin apabila ingin membangun di daerah ini," terang Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) Pelalawan Faizal SE, M.Si,Kamis (18/4/13).

Faizal mengatakan bahwa memberikan kemudahan pada para investor untuk menanamkan modalnya di Pelalawan itu sah-sah saja, namun bukan berarti tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Artinya, para investor akan diberikan kemudahan serta keringanan dalam setiap pengurusan perizinan yang dibutuhkan sehingga kelengkapan administrasi perusahaan tersebut akan terpenuhi sehingga dengan begitu segala sesuatunya akan berjalan lancar.

"Ini malah sebaliknya, tidak mengikuti aturan dan membangun seenaknya saja. Padahal untuk membangun suatu pabrik itu dibutuhkan beberapa perizinan serta beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui diantaranya izin prinsip, izin lokasi, izin usaha produksi perkebunan, izin Amdal, IMB bangunan serta perizinan lain. Ini dilakukan agar semua perusahaan yang ada bisa terdata dan bisa dikenakan pajak serta retribusi untuk peningkatan kas daerah, sementara kalu seperti ini kejadiannya, bagaimana Pemda bisa mengambil pajak dan retribusinya sedangkan pabrik saja meraka tidak mengurus perizinan dan mungkin malah tidak terdaftar," ungkapnya.

Selain itu, sambungnya, dirinya mendukung upaya Tim Pansus beserta dinas terkait dalam menangani kasus pembangunan pabrik di PT MAL. Atas temuan ini, dirinya berharap persoalan ini dapat ditangani dengan serius dan dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana sehingga nantinya tidak menimbulkan rasa iri dari perusahaan sejenis yang ada di Pelalawan.

"Kami sangat mendukung upaya Tim Pansus dalam menangani kasus ini, berikan tindakan tegas dan bijaksana bagi perusahaan yang melanggar aturan. Kami juga setuju pihak perusahaan diminta untuk menghentikan aktifitas pembangunan pabrik itu sebelum masalahnya selesai," harapnya.***(feb)

Minggu, 07 April 2013

DPRD Inhu Sesalkan Jatuhnya Korban Jiwa

Ahad, 7 April 2013 20:44
Sengketa Lahan PT.Duta Palma,http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=58392
Dewan sesalkan sengketa lahan antara warga dengan PT Duta Palma telah memakan korban. Pemkab Inhu diminta tegas untuk menyelesaikan konvlik lahan tersebut.

Riauterkini -RENGAT- DPRD Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) menyesalkan jatuhnya korban jiwa akibat sengketa lahan yang berlarut larut, tanpa adanya kepedulian dari Pemerintah Kabupaten Inhu di perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT Duta Palma.

Adanya korban jiwa yang seharusnya tidak terjadi akibat sengketa lahan yang berkepanjangan disampaikan anggota DPRD Inhu Arifuddin Ahalik kepada riauterkinicom Ahad (7/4/13) melalui selulernya menegaskan, jatuhnya korban jiwa dalam sengketa lahan yang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT Duta Palma dapat dihindari jika Pemkab Inhu dapat bertindak tegas dan melaksanakan rekomendasi yang telah dikeluarkan melalui paripurna DPRD Inhu.

" Kita menyesalkan jatuhnya korban jiwa yang sebenarnya dapat dihindari, jika saja Pemkab Inhu tidak mengabaikan rekomendasi DPRD Inhu terkait PT.Duta Palma yang telah dikeluarkan jauh hari sebelumnya," ujarnya.

Untuk itu diharapkan dengan kejadian ini dapat menjadi pelajaran agar Pemkab Inhu dapat bersikap dan bertindak bijaksana terhadap persoalan yang sama, yang banyak terjadi di Inhu namun belum terselesaikan yang berpotensi menjadi konflik sebagaimana terjadi di PT.Duta Palma hingga memakan korban jiwa.

" Dengan persoalan yang terjadi di PT.Duta Palma hingga memakan korban jiwa ini, dapat dijadikan bahan evaluasi bagi Pemkab Inhu untuk bertindak bijaksana dengan mengacu pada peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi kepentingan masyarakat. Agar potensi konflik akibat sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tidak menjadi bom waktu, mengingat persoalan sengketa lahan di Inhu bak api dalam sekam," tegasnya.

Ditambahkanya, dengan jatuhnya korban jiwa akibat sengketa lahan di PT.Duta Palma tidak hanya Pemkab Inhu yang dapat mengambil pelajaran dari kejadian itu, namun perusahaan perkebunan lainya yang ada di Inhu juga dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut dengan bersikap bijaksana dan tidak arogan.

" Setidaknya kejadian di PT.Duta Palma yang merenggut dua nyawa ini dapat menjadi contoh dan pelajaran bagi perusahaan perkebunan lainya di Inhu, agar dapat bersikap bijaksana dan tidak arogan dalam menyelesaikan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. Seperti persoalan yang timbul saat ini di PT.Tunggal Perkasa Plantations anak perusahaan PT.Astra Agro Lestari Grup dan PT.Rigunas Agri Utama," jelasnya. *** (guh) 

Ditemukan Kembali Satu Korban

Ahad, 7 April 2013 21:17
Sengketa Lahan PT Palma Satu,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58396
Korban sengketa lahan warga-Duta Palma bertambah lagi satu. Seorang petani ditemukan tewas terbacok di dekat rumahnya.

Riauterkini-Keritang-Jumlah korban konflik antara pekerja PT Palma Satu dan petani Desa Pancur bertambah, seorang petani ditemukan tewas dengan luka bacok dibagian tubuhnya. Petani sebagian mengungsi meninggalkan rumahnya.

Korban bernama Zakaria (40) ditemukan tergeletak tak jauh dari rumahnya di Parit Selamat IV, Desa Pancur oleh isterinya bernama Dalimah, Sabtu (6/4/13) sekitar pukul 18.00 WIB.

Infonya, korban dan isterinya baru datang dari Kuala Enok, Kecamatan Tanah Merah, sehingga korban tidak tahu adanya konflik yang menyebabkan dua orang pekerja PT Palma Satu tewas siangnya. Saat baru sampai ke rumahnya, tiba- tiba mereka diserang diduga kuat pekerja PT Palma Satu, isteri korban sempat melarikan diri dan bersembunyi, namun Zakaria tewas diserang para pelaku.

"Jenazahnya (Zakaria) baru bisa dibawa hari ini, karena isterinya baru melapor setelah sebelumnya selama satu malam bersembunyi didalam (lokasi konflik, red)," ungkap H Adam, Ketua BPD Desa Pancur kepada riauterkinicom, Ahad (7/4/13) malam.

Camat Keritang, Ahmad Ramani membenarkan tewasnya warganya tersebut.

"Ya, ada satu warga yang ditemukan meninggal malam tadi, baru hari ini bisa dibawa keluar, karena lokasinya jauh. Saya sudah dua hari bertahan di lokasi, " jelas Ahmad Ramani malam ini.

Sebagian warga yang tinggal di lokasi konflik sudah mengungsi kerumah sanak keluarganya, karena khawatir terjadi bentrok susulan. Namun sebagian masih bertahan didalam (lokas).

"Ini murni bentrok antara pekerja perusahaan dengan petani memperebutkan lahan, jadi saya tegaskan bukan masalah SARA," tegas Ramani.*** (mar) 

Konflik di Batas Inhu-Ilnhil, Dua Warga Tewas

Sabtu, 6 April 2013 18:48
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58366
Terjadi bentrok antarkelompok massa diduga akibat konflik sengketa lahan. Akibatnya, dua warga tewas menggenaskan.

Riaauterkini -RENGAT- Konflik antar warga kembali terjadi di perbatasan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dengan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). 2 warga tewas akibat konflik yang diduga dipicu sengketa lahan.

Informasi sementara yang berhasil dihimpun riauterkinicom Sabtu (6/4/13) dari Camat Batang Gansal, Arkadius mengatakan, peristiwa bentrok antar warga terjadi sekitar pukul 12.00 wib. Penyebab bentrokan sementara diduga akibat sengketa lahan dengan PT Palma yang berada di perbatasan Kabupaten Inhu - Inhil.

Peristiwa bentrokan terjadi di lokasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Palma yang berada di Kecamatan Keritang Inhil. Akibat dari bentrokan dua orang warga meninggal dunia karena diduga dibacok warga lainya.

Dari keterangan Camat Arkadius, warga pendatang ini diduga bekerja di PT Palma, sedangkan dua korban meninggal adalah merupakan kelompok warga setempat yang bersengketa lahan dengan PT Palma. "Sengketa lahan ini memang sudah lama terjadi, tapi bukan warga Inhu. Sehingga kita tidak bisa mencampuri permasalahan tersebut," ujarnya.

Peristiwa ini juga dibenarkan Kapolsek Batang Gansal, Iptu M Ari Surya. Ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sedang melakukan siaga diperbatasan tempat kejadian perkara. "Iya benar ada dua orang warga yang tewas. Namun kami belum bisa memberikan keterangan apa motif sebenarnya atas kejadian tersebut. Saat ini kami sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, dan personil Polisi sudah siaga di perbatasan guna mengamankan agar tidak terjadi bentrokan warga," ungkapnya.

Sengketa lahan di perbatasan Inhu - Inhil sekitar 5 tahun yang lalu juga pernah terjadi yang juga memakan korban jiwa dengan tragis, dimana satu orang tewas akibat konflik antar warga terkait sengketa lahan. *** (guh)

Selasa, 02 April 2013

50 Perusahaan Kelapa Sawit di Rohul Belum Miliki HGU

Ahad, 31 Maret 2013 19:41
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58131
Keberadaan perusahaan di Rohul sangat banyak yang tak petuhi aturan. Tercatat 50 perusahaan sampai saat ini tak memiliki HGU.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Sekitar 50 perusahaan bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hulu diduga belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU).

Berdasarkan data Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), sekitar 50 perusahaan ini baru memiliki izin penunjukan lokasi, sebagai salah satu proses untuk mengurus izin HGU dari Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia.

Data menguatkan, Crude Palm Oil (CPO) asal Rohul termasuk sejumlah daerah di Provinsi Riau masih rendah sehingga belum mampu menembus pasaran luar Negeri. CPO juga belum dapat menembus pasaran Internasional seperti benua Eropa dan Amerika karena belum satu pun perusahaan mendapatkan sertifikasi dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang berpusat di Swiss.

Data lain menyebutkan, belum satu pun perusahaan di Rohul mendapatkan sertifikat dari Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai sertifikat untuk CPO agar dapat menembus pasaran di Negara India dan China.

Menurut Sekretaris Jenderal SPKS Rohul, M Nasir Sihotang, agar CPO laku di pasaran Internasional, ternyata CPO asal sejumlah daerah di Riau masih dijual kepada Tengkulak dengan memanfaatkan jasa sebuah perusahaan di Kalimantan yang telah mendapatkan sertifikat RSPO dari Swiss.

Untuk mengurus RSPO, kata M Nasir, ada 8 prinsip dan 38 kriteria yang harus dipenuhi sebuah perusahaan, seperti prinsip mematuhi hukum Internasional dan Nasional, tidak membuka hutan primer berekosistem tinggi, menghargai hak-hak adat, dan tidak ada tekanan atau paksaan menguasai areal.

Kemudian, menghargai hak-hak buruh, menghargai hak-hak wanita, tidak menggunakan api dalam membuka lahan atau saat tahap peremajaan kebun, serta tidak menggunakan kekerasan dalm membuka dan peremajaan kebun.

"Jika itu sudah dipenuhi, tentu sebuah perusahaan sudah mendapatkan sertifikat RSPO. Tapi memang sulit menembusnya, sebab masih banyak perusahaan di daerah kita yang masih terlibat konflik," jelas M Nasir di Pasirpangaraian, Ahad (31/3/13).

Jika RSPO terapkan 8 prinsip, tambah M Nasir, ISPO justru hanya terapkan 7 prinsip. ISPO tidak sebutkan masalah ekosistem dan larangan pengelohan hutan gambut yang dituding sebagai penyebab pemanasan global karena berjuta-juta karbondioksida terangkat ke angkasa.

ISPO yang terbentuk sejak 2009 lalu juga keluarkan sertifikat, sebab wadah ini baru akan men-sosialisasikan wadahnya mulai tahun ini.

"Perusahaan di Indonesia hanya sebagian kecil memiliki sertifikat RSPO, sehingga masih di bawah Malaysia. Harga CPO dari Malaysia lebih tinggi juga tinggi di pasaran dunia," ungkapnya.

Akibat ulah perusahaan yang tidak mematuhi dan mengikuti persyaratan perizinan, menurut M Nasir petani swadaya terkena imbasnya, sebab hasil perkebunan masih dijual melalui tengkulak atau pihak ketiga dan harga belum sesuai harapan.***(zal)

Sidang Class Actions SPKS Rohul Ditunda sampai 1 Mei

Senin, 1 April 2013 17:55
PT MAI dan Bupati Palas Sumut Absen,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58166
PN Pasirpangaraian menyidangkan gugatan class actions SPKS Rohul. Namun karena Bupati Padang Lawas, Sumut tak hadir, sidang ditunda hingga 1 Mei.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Manajemen PT Mazuma Agro Indonesia (MAI) dan Bupati Padang Lawas Sumatera Utara (Palas Sumut), Basyrah Lubis, absen tanpa alasan pada sidang perdana gugatan Class Actions Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Rokan Hulu, Senin (1/4/13). Sidang akan dilanjutkan satu bulan mendatang, atau 1 Mei 2013.

Sidang perdana dengan agenda menentukan sertifikasi Class Actions dengan pelapor SPKS Rohul ke Pengadilan Negeri (PN) Pasirpangaraian, 25 Februari 2013 lalu. PT MAI sebagai tergugat pertama dituding telah menggarap sekitar 5.008 hektar kawasan hutan meliputi 700 hektar Hutan Lindung (HL) dan 4.308 hektar hutan produksi tetap (HPT) Mahato Kecamatan Tambusai yang masih wilayah administrasi Provinsi Riau.

Bukan itu saja, lahan seluas 501 hektar milik Kelompok Tani Harapan Makmur, diluar 5.008 hektar juga turut digarap perusahaan dan kini telah berdiri Pabrik Kelapa Sawit.

Sementara, Bupati Palas, Basyrah Lubis, sebagai tergugat kedua dituding telah membiarkan PT MAI menggarap objek sengketa seluas 5.008 hektar HL dan HPT Mahato yang kini telah berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

Anehnya lagi, walau telah berdiri sejak 1998 silam, tapi objek sengketa yang dikuasai PT MAI masih sebatas izin penunjukan lokasi dari Bupati Tapsel nomor 525.26/1656/2003 tanggal 11 November 2003, sebelum terbentuknya Kabupaten Palas.

Dan setahun kemudian, tepatnya 11 November 2004, izin penunjukan lokasi diperpanjang perusahaan, sebab itu lah belum sekalipun PT MAI mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan (Menhut) dan hak guna usaha (HGU) dari Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.

"Kita ikuti saja sidangnya. Tapi jika tiga kali berturut-turut, baik PT MAN dan Bupati Padang Lawas tidak penuhi undangan pengadilan, tentu hakim bisa verstek perkara atau menangkan gugatan SPKS Rokan Hulu," kata Sekretaris Jenderal SPKS Rohul, M Nasir Sihotang, kepada riauterkinicom di PN Pasirpangaraian, Senin (1/4/13).

Sementara, Humas PN Pasirpangaraian, Dicky Ramdhani, mengaku telah layangkan surat undangan resmi kepada tergugat pertama dan kedua yaitu PT MAI dan pihak Bupati Palas melalui surat lintas kabupaten dan provinsi.

"Jika tiga kali berturut-turut tergugat tidak hadir, itu hakim yang memutuskan nanti. Kita lihat saja sidang lanjutannya 1 Mei mendatang dengan agenda masih panggilan kehadiran seluruh pihak," kata Dicky menjawab riauterkinicom.***(zal)

Ricuh Demo KUD Mahato Bersatu Berujung ke Polisi

Senin, 1 April 2013 15:03
Pembayaran Plasma PT Torganda Macet,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58147
Tiga hari lalu anggota KUD Mahato Bersatu berdemo dan diwarnai aksi perusakan. Akibatnya, demo memprotes pembayaran plasma PT Torganda tersebut berujung ke polisi.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Polsek Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu telah memeriksa 5 saksi pelapor dan saksi melihat terkait pengrusakan meja dan kaca jendela Kantor KUD Mahato Bersatu Desa Mahato.

Informasi dirangkum riauterkinicom dari masyarakat Tambusai Utara, aksi demo puluhan anggota KUD Mahato Bersatu terjadi Kamis siang lalu (28/3/13). Selain merusak meja koperasi, puluhan anggota yang sudah "kalap" memecahkan sejumlah kaca jendela.

Demo anarkhis anggota KUD Mahato Bersatu dipicu belum dibayarnya gaji anggota dari kerjasama kemitraan Plasma dengan PT Torganda. Belum adanya kabar kapan gaji dibayar, lantas anggota demo pengurus dengan mendatangi kantor koperasi.

"Pasca kejadian Kamis lalu, kantor sudah dipasang garis polisi. Sampai kemarin terlihat masih ada Polisi berjaga disana," ungkap Ucok, salah seorang warga Tambusai Utara, minta nama lengkapnya tidak ditulis di ujung telepon, Senin (1/4/13).

Kepala Polsek Tambusai Utara, AKP Agus Sibarani membenarkan aksi demo anggota Kamis lalu. Dia mengaku jika Kantor KUD Mahato Bersatu di Kilometer 22 Desa Mahato telah dipasangi Police line.

"Belum diketahui secara pasti penyebabnya, tapi kita telah memintai keterangan dari 5 orang saksi pelapor dan saksi melihat. Jadi baru sebatas menerima keterangan para saksi," jelas AKP Agus kepada riauterkinicom di ujung telepon.

Seperti diketahui, KUD Mahato Bersatu merupakan salah satu koperasi kemitraan Plasma antara masyarakat Mahato dengan PT Torganda. Rencananya, koperasi yang berdiri sejak 2006 akan dibekukan bersama Koperasi Karya Bakti Mahato yang berdiri 1999, serta Koperasi Karya Perdana Desa Rantau Kasai yang berdiri sejak November 2005.

Rencana pembekuan tiga koperasi penggarap HL Mahato sesuai permintaan Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila (MPC PP) Kabupaten Rohul atas pengajuan surat permohonan pembekuan nomor 02/MPC.PP/Rohul/I/2012, tertanggal 18 Januari 2012.

MPC PP Rohul sebut tiga koperasi di Tambusai Utara tersebut sebagai koperasi bayangan yang sengaja diciptakan PT Torganda untuk menggarap ribuan hektar Hutan Lindung Mahato yang sekarang telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit melalui pola kerjasama Plasma.

Nyatanya, sampai hari ini, Dinas Koperasi Perdagangan dan Perdagangan Rohul belum turun ke lokasi sebagai tahap proses pembekuan tiga koperasi yang diduga kuat telah menggarap ribuan hektar HL Mahato.***(zal)

Kamis, 28 Maret 2013

Puluhan Warga Eks Karyawan Asian Duduki Kebun Perusahaan di Pelalawan

Rabu, 13 Maret 2013 21:13
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=57491
Lahan perkebunan seluas 1.450 hektar milik PT Asian Agri di Ukui, Pelalawan diduduki puluhan warga. Mereka mengaku eks karyawan perusahaan yang ditugaskan di Buatan, Siak.

Riauterkini-UKUI-Puluhan warga yang merupakan mantan warga transmigrasi PT Asian Agri Kebun Buatan, Siak, Rabu (13/3/13) melakukan aksi pendudukan lahan seluas 1450 hektar di Kebun Soga, PT Inti Indosawit Subur (IIS), Kecamatan Ukui. Aksi damai yang dilakukan adalah menuntut lahan yang dinilai telah diserobot PT IIS, yakni kebun plasma seluas 1000 hektar serta 450 hektar lahan tapak rumah milik mantan warga transmigrasi tersebut. Pada aksi itu, turut mendampingi masyarakat, Ketua Umum Ormas Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR), Tengku Mieko Syofyan yang bergelar Bijak Bestari sekaligus Raja Ulayat Riau.

Salah satu warga eks transmigrasi Sumadi mengungkapkan, bahwa persolan bermula tatkala lahan tempat mereka bermukim di Kebun Asian Agri Buatan Siak, terkena program pelebaran pembangunan pabrik RAPP. Kemudian, oleh pihak manajemen Asian Agri, 500 Kepala Keluarga yang memiliki lahan terkena pembangunan RAPP itu direlokasi, kemudian dijanjikan lahan tapak rumah dan kebun plasma di Kebun Soga, PT IIS di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.

"Saat kita telah mendirikan bangunan rumah di lahan seluas 450 hektar, kemudian menerima lahan kebun plasma seluas 1450 hektar, konflik mulai terjadi. Bangunan rumah kami digusur oleh PT IIS, dan kami semua diusir karena dinilai kami pendatang yang tidak terdaftar dan tidak diakui oleh perusahaan. Pada hal, kita semua miliki bukti perjanjian dengan PT IIS tentang lahan dan kebun yang diperuntukkan kami itu," jelas Sumadi, saat pendudukan lahan.

Ketua Umum Pagar Negeri Bumi Riau (PNBR), sekaligus Sekretaris Lembaga Adat Melayu Provinsi Riau, Tengku Mieko Syofyan, mengatakan, pada prinsipnya PNBR menginginkan menegakan hukum yang dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Raja Ulayat Riau itu, warga telah berulang kali menuntut haknya, namun terkesan dizalimi oleh PT IIS.

"Prinsipnya kita ingin menegakkan hukum dinegeri ini. Karena kita melihat masyarakat eks Transmigrasi itu telah dizalimi oleh pengusaha PT Asian Agri. Aksi hari ini merupakan pemasangan Warkah Maklumat atas lahan seluas 1450 hektar milik warga yangI dizalimi itu," ujar Mieko.

Dalam Warkah kita cantumkan, bahwa selama proses pendudukan ini belum ada titik temunya, kita mengharapkan kerjasamanya dengan pihak perusahaan agar dilahan seluas 1450 hektar itu, tidak ada aktifitas yang dilakukan oleh Asian Agri, seperti aktifitas pemanenan buah kelapa sawit dan sebagainya.

"Jika pihak perusahaan tetap membangkang tidak mengindahkan warkah ini, kita akan lakukan pengusiran terhadap perusahaan. Karena pada intinya, kita menginginkan pihak pengusaha dalam melakukan investasinya merasa diuntungkan, namun tidak menzalimi masyarakat. Saya tegaskan, sebagai Raja Ulayat Provinsi Riau bersama dengan masyarakat yang menuntut haknya ini, mereka akan mendirikan tenda hingga ada solusi penyelesaiannya," jelas Raja Ulayat Riau.***(feb)

Warga Mahato Merasa Ditipu PT Torganda

um’at, 8 Maret 2013 06:50
Hutang Plasma Dipatok Rp 23 Miliar,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=57299
Masyarakat Mahato, Tambusai Utara terkejut mengetahui hutang plasa mencapai Rp 23 miliar. Mereka mengadu ke Pemkab Rohul karena merasa ditipu.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Anggota Plasma Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu menduga PT Torganda sengaja bengkak kan hutang anggota 7 tahun terakhir sampai Rp23 miliar.

Demikian dipertanyakan masyarakat Mahato saat mediasi dengan manajemen PT Torganda di Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rohul, Kamis (7/3/13).

Menurut masyarakat, penyerahan lahan status surat keterangan tanah (SKT) sekitar 2.480 hektar yang dimitrakan dengan PT Torganda/ PT Torusganda sudah dilakukan sejak 1998 silam dengan sistem 60 persen kebun masyarakat dan 40 persen kebun inti perusahaan.

Rencananya, lahan yang telah ditanami kelapa sawit itu akan dikembalikan ke masyarakat dengan cacatan hutang lunas terbayar, namun dari tahun ke tahun, hutang masyarakat terus terus meningkat dan saat ini sekitar Rp23 miliar.

Kerjasama yang dilakukan sejak 15 tahun silam dinilai tidak menguntungkan bagi masyarakat Mahato. Setiap tahun, hutang masyarakat terus membengkak.

“Komitmen dulu dengan sekarang sudah tidak sesuai lagi. Masalah hutang-hutang anggota tidak dirincikan perusahaan. Setelah terbangun kebun antara tahun 2003-2010, masak sampai sekarang hutang Rp23 miliar tidak juga lunas,” ungkap Kepala Desa Mahato, Anasri, kepada riauterkinicom.

Anasri menambahkan, terus membengkaknya hutang anggota lebih disebabkan adanya rincian perusahaan yang tidak terduga dan tidak kesepakatan awal, seperti ada biaya awal atau biaya investasi anggota yang dinilai telah dilunas.

Ada juga biaya umum seperti sewa alat berat dan service saat eksploitasi atau land clearing. Kemudian, biaya untuk kantor direksi PT Torganda Medan, serta biaya langsung pijaman, serta biaya lainnya diluar kesepakatan awal.

“Alasan perusahaan selama tujuh tahun itu, masih ada biaya tertunda yang harus dibayar anggota. Dan sampai saat ini jumlahnya 23 miliar, dan biaya itu dibebankan kepada anggota plasma,” ungkap Anasri lagi.

Anasri berharap PT Torganda menghapuskan atau mengurangi beban hutang anggota seperti menghapus biaya untuk Kandir Medan, biaya umum dan biaya macam-macam untuk perbaikan kerusakan alat berat.

“Padahal hutang tetap dipotong setiap kali panen selama lima tahun terakhir, tapi sampai sekarang belum juga lunas,” kesalnya.

PT Torganda Ikuti Acuan Kesepakatan

Masih di tempat sama, Koordinator Mitra PT Torganda Kandir Medan Sumatera Utara, Chan Hamidi, mengatakan, memang jumlah hutang Rp23 miliat itu tidak bisa dihapuskan , sebab sudah biaya real. Pembengkakan hutang sampai puluhan miliar lebih disebab adanya biaya pupuk, biaya pengimasan atau land clearing, serta biaya perawatan. Menurutnya, untuk biaya Kandir Medan “Kalau minta tenggat waktu untuk pelunasan kita berikan. Dana itu sudah kesepakatan bersama pada tahun1998, sehingga tidak bisa dihapuskan,” jelas Chan Hamidi, menjawab riauterkinicom usai mediasi.

Menurut Chan Hamidi lagi, walau kesepakatan awal luas lahan 2.480 hektar, saat dikerjakan, lahan yang dimaksud tidak sesuai. Perusahaan hanya bisa bisa dikelola 1.900 hektar, tidak diketahui kemana sisanya.

“Langkah-langkah kita selanjutnya berkoordinasi dengan masyarakat untuk langkah penyelesaian. Apa yang menjadi hutang tetap dibayar, tapi itu bisa dikurangi sesuai kebijakan majemen,” kata Chan Hamidi lagi.

Dishutbun Rohul Minta Masyarakat Bentuk Kelembagaan

Sementara, Kepala Dishutbun Rohul, Sugiyarno berharap masyarakat Mahato membentuk kelembagaan yang legal untuk pengelolaan administrasi dan menyusun langkah-langkah kerjasama dengan perusahaan, tidak lagi dikelola persukuan.

“Ini hanya salah paham. Jika ada kelembagaan, berapa uang yang dikeluarkan akan diketahui kedua belah pihak sehingga ada rencana dan kerjasama jangka panjang. Adanya lembaga legal juga masyarakat tidak lagi menganggap perusahaan berlaku curang,” harapnya.

Sesuai kesepakatan bersama, pada 13 Maret 2013 mendatang Dishutbun Rohul, Tata Pemerintahan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rohul akan turun ke kebun Plasma di Desa Mahato untuk melakukan peninjauan lokasi dan pengukuran.***(zal)

Rabu, 27 Maret 2013

SPKS Rohul Gugat Class Actions PT MAI dan Bupati Padang Lawas

Rabu, 27 Maret 2013 15:56
Diduga Garap 5.008 Hektar HL dan HPT Mahato,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58023
SPKS Rohul mengajukan gugatan class acktions terhadap PT MAI dan Bupati Padang Lawas, Sumut, terkait lahan 5.008 hektar Hutan Lindung dan Hutan Produksi terbatas Mahato dibabat.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Rokan Hulu ajukan gugatan class actions ke Pengadilan Negeri (PN) Pasirpangaraian terhadap PT Mazuma Agro Indonesia (MAI) dan Bupati Padang Lawas (Palas) Sumatera Utara (Sumut), Basyrah Lubis.

Gugatan class actions terhadap PT MAI dan Bupati Palas, Basyrah Lubis, telah diajukan SPKS Rohul ke PN Pasirpangaraian, 25 Februari 2013 lalu dan jadwal sidang perdana rencananya dimulai, Senin depan (1/4/13).

PT MAI sebagai tergugat pertama kembali digugat masih terkait konflik agraria dengan masyarakat Batang Kumu Kecamatan Tambusai sejak 1998 silam. Konflik telah beberapa kali pecah, dan puncaknya awal Februari 2012 lalu terjadi insiden penembakan dilakukan oknum Brimob Kompi C Sipirok Tapanuli Selatan (Tapsel). Sedikitnya 5 warga Batang Kumu tertembak peluru karet.

Masyarakat petani Batang Kumu tergabung di Kelompok Tani Harapan Makmur yang telah terbentuk sejak 1998 silam menuding PT MAI telah menggarap sekitar 5.008 hektar kawasan hutan meliputi 700 hektar Hutan Lindung (HL) dan 4.308 hektar hutan produksi tetap (HPT) Mahato Kecamatan Tambusai dan masih masuk wilayah administrasi Provinsi Riau.

Bukan itu saja, lahan seluas 501 hektar milik Kelompok Tani Harapan Makmur, diluar 5.008 hektar juga turut digarap PT MAI dan kini telah berdiri sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Bupati Palas, Basyrah Lubis, sebagai tergugat kedua, karena dituding telah membiarkan aksi PT MAI di objek sengketa dalam menggarap 5.008 hektar HL dan HPT Mahato yang kini telah menjadi areal perkebunan kelapa sawit dimana di areal itu telah berdiri sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Walau telah berdiri sejak 2008 silam, objek sengketa yang dikuasai PT MAI masih sebatas izin penunjukan lokasi dari Bupati Tapsel dengan nomor 525.26/1656/2003 tanggal 11 November 2003, sebelum terbentuknya Kabupaten Palas.

Setahun kemudian, 11 November 2004, izin penunjukan lokasi diperpanjang, sebab itu lah belum sekalipun keluar izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan (Menhut) dan hak guna usaha (HGU) dari Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.

Menurut Sekretaris Jenderal SPKS Rohul, Muhammad Nasir Sihotang, gugatan class actions diajukan karena gugatan masyarakat Batang Kumu sebelumnya dengan penggugat Kepala Desa Batang Kumu Sari Muda Manalu ditolak Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), Desember 2012 lalu.

MA menilai gugatan masyarakat Batang Kumu dengan nomor perkara perdata No.03/PDT.G/2009/PN.PSP, laporan salah alamat. Kelemahan gugatan 2009 silam karena ada peraturan baru MA RI nomor 1 tahun 2002 tentang gugatan perwakilan kelompok harus gugatan class actions sebagai perwakilan orang banyak.

”Untuk gugatan class actions tidak mesti organisasi atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), terpenting pengggugatnya turut menjadi korban bersama anggota kelompok. Pada gugatan pertama kita belum tahu ada aturan tersebut,” jelas M Nasir kepada riauterkinicom di Pasirpangaraian, Rabu (27/3/13).

M Nasir optimis jika masyarakat Batang Kumu bisa mengusir PT MAI dari HL dan HPT Mahato, sebab sejak berdiri sejak 1998 silam, perusahaan belum mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dan HGU.

Berdasarkan keterangan saksi ahli di sidang gugatan pertama warga Batang Kumu di PN Pasirpangaraian perkara perdata No.03/PDT.G/2009/PN.PSP, Jon Parlindungan Sidabutar dari Balai Pemantapan Hutan wilayah XII Tangjung Pinang, sebagai balai yang ditunjuk Badan Planologi Dephut RI, menjelaskan, jika kawasan yang dikuasai PT MAI baru sebatas izin penunjukkan lokasi dari Bupati Tapsel, sebelum terbentuknya Kabupaten Palas.

Jon mengungkapkan, PT MAI belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan yang dikeluarkan Menhut RI, termasuk HGU dari BPN RI. ”Kenapa SPKS yang menggugat PT MAI dan Bupati Padang Lawas, karena SPKS yang punya dana,” kata M Nasir lagi.

Agar aksi ilegalnya tidak lagi diganggu warga di perbatasan antara Provinsi Riau-Sumut, hal yang luput dari pantau media, baru-baru ini, PT MAI laporkan seluruh penggugat ke Polda Riau dengan tudingan warga Batang Kumu telah merambah hutan lindung.

Laporan PT MAI itu dinilai M Nasir terbalik, sebab masyarakat tidak ada melakukan perambahan hutan, namun perusahaan lah yang melakukan perambahan dengan cara menebangi dan melakukan land clearingi di HL dan HPT di perbatasan dua provinsi. Bahkan di objek sengketa telah berdiri sebuah PKS.***(zal) 

Jumat, 15 Maret 2013

Diduga Disiram Solar OTK, Belasan Hektar Kebun Sawit Warga Rohul Mati

Kamis, 14 Maret 2013 20:12
Kebun kelapa sawit milik 17 keluarga di Bangunpurba, Rohul meranggas lalu mati. Tanaman ekonomis tersebut diduga disiram solar orang tak dikenal.
http://riauterkini.com/hukum.php?arr=57544Riauterkini-BANGUNPURBA- Seluas 15 hektar kebun kelapa sawit milik 17 kepala keluarga (KK) di Dusun Sungai Geringging Desa Tangun Kecamatan Bangunpurba Kabupaten Rokan Hulu diracun orang tidak dikenal (OTK).Masyarakat mengaku mengalami kerugian mencapai miliaran rupiah.

Ribuan tanaman kelapa sawit yang mati berada di areal perbatasan antara perkebunan masyarakat dengan hutan produksi tanaman akasia milik PT Sumatera Silva Lestari (SSL). Masyarakat menduga, PT SSL yang meracuni 15 hektar tanaman kelapa sawit.

Pengakuan sejumlah pemilik lahan, sebenarnya luas kebun kelapa sawit milik 17 KK seluas 35 hektar, tapi OTK itu baru meracun ribuan tanaman kelapa sawit di lahan 15 hektar yang telah berusia antara 2-8 tahun.

Diduga, tanaman kelapa sawit milik warga mati kering akibat diracun OTK dari oknum PT SSL yang menggunakan minyak solar yang sengaja disiramkan ke pucuk daun muda atau umbut pohon kelapa sawit. Warga tidak tahu pasti kapan tanaman diracun, tapi diperkirakan kejadian nya sepekan lalu.

Salomok Nasution, salah seorang korban yang ditemui di lokasi mengaku kesal dengan ulah OTK yang telah meracuni ribuan tanaman kelapa sawit warga sehingga mengancam mata pencarian 17 KK setempat.

“Kebun kelapa sawit saya dua hektar. Sekarang sudah berusia delapan tahun dan sedang produksi, tapi sekarang semuanya mati karena diracun pucuknya. Diperkirakan, kerugian yang kami alami satu miliar rupiah lebih. Saya sendiri rugi 150 juta rupiah (Rp75 juta per hektar.red)," kata Salomok, Kamis (14/3/13).

Hal serupa ternyata pernah 6 bulan lalu. Diakui Salomok, tanaman kelapa sawit di kebun temannya juga diracun OTK. Hal itu telah dilaporkan ke Polisi, tapi belum tindak lanjutnya. Begitu pun, kejadian beberapa hari ini, diakuinya telah dilaporkan ke pihak Kepolisian.

“Kami menduga pelaku nya PT SSL. Sepekan lalu, waktu itu siang hari, ada Satpam dan karyawan yang datang ke kebun kami,” ungkap Salomok.

Salomok menyayangkan, jika benar PT SSL telah melakukan, tentu telah langgar tiga poin kesepakatan bersama beberapa lalu antara perusahaan dengan Kelompok Tani Sawit Areal Sungai Geringging, agar tidak saling menggangu.

Surat kesepakatan telah ditanda tangani bersama pada 5 Juni tahun 2007 silam di Pekanbaru turut ditandatangin Ketua Kelompok Tani Sungai Geringing M Darman dan Ali wardana. Sementara dari PT SSL ditanda tangani Dirut Ridwan Ruslan. Warga Tangun berharap Pemerintah Kebupaten Rohul segera membentuk tim untuk mengungkap matinya ribuan tanaman kelapa sawit mereka yang berbatasan dengan PT SSL.

PT SSL mengaku tak Pernah Racuni Tanaman 

Di lain tempat, Humas PT SSL Kantor Direksi Pekanbaru, Abdul Hadi, mengaku walau tidak sedikit areal perkebunan masyarakat sudah berada di dalam areal perusahaan, tapi pihaknya tidak berani mengganggu pasca adanya kesepakatan bersama.

”Isu-isu seperti itu sudah beberapa kali kita dengar. Dan itu sangat-sangat tidak mungkin dilakukan karyawan. Sangat tidak mungkin kita menyiramnya. Yang dilakukan karyawan hanya membersihkan gulma tanaman, dan tidak mungkin mereka berani berbuat seperti itu,” kilahnya.

Abdul Hadi mengaku pihaknya sudah sering ingatkan kepada masyarakat agar tidak membangun perkebunan di areal PT SSL, tapi hal itu masih saja terjadi sampai sekarang.***(zal)

PT Torganda dan PT PSA diduga Kuasai 1.329 Hektar HPL Transmigrasi

Disosnakertrans Rohul akan Turunkan Tim,http://riauterkini.com/hukum.php?arr=57531
Hak Pengelolaan Lahan atau HPL eks transmigrasi sebuah desa di Rohul seluas 1.329 hektar dikuasi PT Torganda dan PT PSA. Disnakertran akan turun melakukan pengecekan.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- PT Torganda dan PT PSA Kabupaten Rokan Hulu diduga telah menguasai 1.329 hektar lahan sisa Hak Pengelolahan Lahan (HPL) transmigrasi di SKPD DK4 Desa Sukamaju Kecamatan Tambusai selama 12 tahun terakhir.

Informasi sejumlah masyarakat, ribuan hektar lahan HPL transmigrasi yang telah dikuasai dua perusahaan besar di Tambusai itu kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit perusahaan.

Seluas 1.329 hektar HPL transmigrasi yang telah dikuasai meliputi 979 hektar telah dikuasai pihak Panca Surya Agrindo (PSA), sedangkan sisanya 350 hektar telah dikuasai PT Torganda.

Penguasaan ribuan hektar HPL transmigrasi di SKPA DK4 juga telah dilaporkan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrnas) Rohul beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal itu, Kepala Disosnakertrans Rohul, Tengku Rafli Armien, dikonfirmasi melalui Kabid Transmigrasi dan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Jamaluddin mengaku akan menindaklanjuti laporan masyarakat dan LSM dengan menurunkanntim yang telah terbentuk ke lapangan dalam waktu dekat.

Jamaluddin himbau, bagi masyarakat yang dirugikan, bisa melapor ke jalur hukum, sebab HPL digunakan untuk kepentingan perkembangan kawasan transmigrasi lokal dan umum, bukan lahan perkebunan.

”Kita sudah berkonsultasi dengan Kementrian Transmigrasi, dan sisa lahan itu tidak boleh diambil atau dikuasai serta dialih fungsikan ke pihak mana pun, Kita akan cek, apakah kedua perusahaan telah memiliki izin untuk menguasai dan memanfaatkan HPL transmigrasi tersebut,” kata Jamaluddin, Kamis (14/3/13).

Disosnakertrans Rohul juga akan menata ulang seluruh HPL transmigrasi di Rohul dimana ada 54 Unit Pemukiman Tranmigrasi (UPT) dan 5 Satuan Pemukiman (SP) yang belum menjadi eks transmigrasi seperti di SP3 dan SP4 (Trans PIR) Kecamatan Kepenuhan.

Begitu pun, Disosnakertrans Rohul akan menata seluruh tanah R (restran.red) transmigrasi yang biasa digunakan untuk fasilitas umum. Belakangan dinas mendengar ada sejumlah oknum kepala desa telah menjual tanah R.

“Jika sudah dijual, si penjual harus bertanggung jawab. Baik HPL atau tanah R transmigrasi tidak boleh diperjual belikan, lahan ini hanya digunakan untuk kepentingan umum seperti perluasan daerah transmigrasi, kebun desa, dan kepentingan umum lainnya,” ungkapnya.

Jamaluddin berjanji ikut turun ke daerah transmigrasi, guna mendata sekaligus pemetaan lahan sisa HPL dan tanah R transmigrasi yang ada di Rohul.***(zal)

Jumat, 18 Januari 2013

Wabup Rohul Janji Tuntaskan KKAP PT Hutahaean

Kamis, 17 Januari 2013 19:02
Temua Pendemo Dua Desa,http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=55417
Ratusan warga dua desa yang berdemo di Kantor Bupati Rohul cukup puas. Mereka berharap janji Wabup Hafith Syukri menuntaskan KKPA PT Hutahaean dibuktikan.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Walau tidak bertemu dengan Bupati Rokan Hulu Achmad, akhirnya ratusan masyarakat Desa Teluk Sono dan Muara Dilam ditemui Wakil Bupati Rohul Hafith Syukri yang baru pulang dari dinas luar, Kamis sore (17/1/13).

Saat menemui ratusan pendemo dari dua desa di halaman kantornya, Wabup Hafith Syukri menjamin konflik agraria pola KKPA antara masyarakat Teluksono dan Muara Dilam dengan PT Hutahaean segera diselesaikan.

Janji Wabup Hafith Syukri hampir sama dengan janji Kabag Tata Pemerintahan Setdakab Rohul Syofwan yakni Senin depan (21/1/13) perwakilan masyarakat dua desa dan PT Hutahaean akan diundang musyawarah.

Sehari setelahnya, Selasa (22/1/13), tim dari Pemkab Rohul meliputi dinas terkait akan turun ke lapangan untuk mengetahui letak atau lokasi lahan milik masyarakat yang belum dikonversikan PT Hutahaean yang seharusnya sudah diterima masyarakat sejak 2008 lalu.

“Untuk penyelesaikan konflik ini ada tahapannya. Kita komitmen untuk selesaikan nya. Rencananya Senin depan kita rapat bersama, dan Selasa turun ke lapangan. Saya berharap masyarakat bersabar,” minta Wabup Hafith kepada pendemo.

Adanya janji orang nomor dua di Pemkab Rohul tersebut, ratusan massa dari dua desa dari Kecamatan Bonaidarussalam dan Kuntodarussalam itu membubarkan diri.***(mad/zal)