Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Selasa, 02 April 2013

50 Perusahaan Kelapa Sawit di Rohul Belum Miliki HGU

Ahad, 31 Maret 2013 19:41
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58131
Keberadaan perusahaan di Rohul sangat banyak yang tak petuhi aturan. Tercatat 50 perusahaan sampai saat ini tak memiliki HGU.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Sekitar 50 perusahaan bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hulu diduga belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU).

Berdasarkan data Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), sekitar 50 perusahaan ini baru memiliki izin penunjukan lokasi, sebagai salah satu proses untuk mengurus izin HGU dari Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia.

Data menguatkan, Crude Palm Oil (CPO) asal Rohul termasuk sejumlah daerah di Provinsi Riau masih rendah sehingga belum mampu menembus pasaran luar Negeri. CPO juga belum dapat menembus pasaran Internasional seperti benua Eropa dan Amerika karena belum satu pun perusahaan mendapatkan sertifikasi dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang berpusat di Swiss.

Data lain menyebutkan, belum satu pun perusahaan di Rohul mendapatkan sertifikat dari Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai sertifikat untuk CPO agar dapat menembus pasaran di Negara India dan China.

Menurut Sekretaris Jenderal SPKS Rohul, M Nasir Sihotang, agar CPO laku di pasaran Internasional, ternyata CPO asal sejumlah daerah di Riau masih dijual kepada Tengkulak dengan memanfaatkan jasa sebuah perusahaan di Kalimantan yang telah mendapatkan sertifikat RSPO dari Swiss.

Untuk mengurus RSPO, kata M Nasir, ada 8 prinsip dan 38 kriteria yang harus dipenuhi sebuah perusahaan, seperti prinsip mematuhi hukum Internasional dan Nasional, tidak membuka hutan primer berekosistem tinggi, menghargai hak-hak adat, dan tidak ada tekanan atau paksaan menguasai areal.

Kemudian, menghargai hak-hak buruh, menghargai hak-hak wanita, tidak menggunakan api dalam membuka lahan atau saat tahap peremajaan kebun, serta tidak menggunakan kekerasan dalm membuka dan peremajaan kebun.

"Jika itu sudah dipenuhi, tentu sebuah perusahaan sudah mendapatkan sertifikat RSPO. Tapi memang sulit menembusnya, sebab masih banyak perusahaan di daerah kita yang masih terlibat konflik," jelas M Nasir di Pasirpangaraian, Ahad (31/3/13).

Jika RSPO terapkan 8 prinsip, tambah M Nasir, ISPO justru hanya terapkan 7 prinsip. ISPO tidak sebutkan masalah ekosistem dan larangan pengelohan hutan gambut yang dituding sebagai penyebab pemanasan global karena berjuta-juta karbondioksida terangkat ke angkasa.

ISPO yang terbentuk sejak 2009 lalu juga keluarkan sertifikat, sebab wadah ini baru akan men-sosialisasikan wadahnya mulai tahun ini.

"Perusahaan di Indonesia hanya sebagian kecil memiliki sertifikat RSPO, sehingga masih di bawah Malaysia. Harga CPO dari Malaysia lebih tinggi juga tinggi di pasaran dunia," ungkapnya.

Akibat ulah perusahaan yang tidak mematuhi dan mengikuti persyaratan perizinan, menurut M Nasir petani swadaya terkena imbasnya, sebab hasil perkebunan masih dijual melalui tengkulak atau pihak ketiga dan harga belum sesuai harapan.***(zal)

Tidak ada komentar: