Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Sabtu, 25 Oktober 2008

Penetapan Upah Jangan Picu PHK

Buruh Minta Pemerintah Transparan dan Selektif
Sabtu, 25 Oktober 2008 | 01:02 WIB

Jakarta, Kompas - Penetapan upah minimum 2009 harus mempertimbangkan kemampuan perusahaan di tengah situasi perekonomian saat ini agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Untuk itu, empat menteri membuat peraturan bersama yang menjadi panduan daerah dalam menetapkan upah minimum 2009.

Peraturan bersama itu ditandatangani Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada Jumat (24/10) malam di Jakarta.

Peraturan Bersama tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global itu tidak membatasi tingkat kenaikan upah minimum.

Pemerintah, kata Erman, menginginkan wakil serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah daerah mempertimbangkan kondisi perusahaan di daerahnya sebelum menetapkan upah minimum. ”Prinsip utamanya supaya tidak ada PHK. Pemerintah tidak melarang kenaikan upah minimum, tetapi besarannya perlu dipertimbangkan bersama. Kenaikan sesuai tingkat pertumbuhan,” kata Erman.

Dijelaskan, peraturan bersama itu bagian dari upaya pemerintah mengantisipasi dampak krisis finansial global. Seiring dengan krisis tersebut, konsumsi diprediksi akan turun sehingga mengancam laju ekspor produk Indonesia yang dikhawatirkan akan menekan dunia usaha.

Apabila upah minimum ditetapkan melampaui kemampuan perusahaan, hal itu akan memicu kebangkrutan dan PHK.

Menurut Fahmi, peraturan bersama empat menteri itu pada intinya mendukung penetapan upah minimum dilakukan secara bipartit. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya PHK.

”Jangan sampai perusahaan tidak kuat membayar upah di tengah krisis keuangan global yang sangat menekan dunia usaha. Lebih baik dinegosiasikan upah minimumnya agar perusahaan bisa tetap beroperasi dan PHK dapat dihindari,” paparnya.

Setelah krisis dinilai berakhir, lanjut Fahmi, peraturan bersama itu terbuka ditinjau kembali.

Transparan dan selektif

Menanggapi terbitnya keputusan bersama empat menteri tersebut, kalangan serikat buruh meminta pemerintah agar selektif dan transparan dalam memberi dispensasi bagi perusahaan yang tidak mampu menaikkan upah minimum.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Nasional Bambang Wirahyoso mengatakan, sudah ada aturan hukum yang menjadi acuan penetapan upah minimum. Perusahaan yang tak mampu memenuhi dapat mengajukan keberatan, maksimal sebulan setelah upah minimum ditetapkan, sambil melampirkan laporan produksi dan penjualan. ”Selama pengusaha transparan dan yang dilaporkan benar, pasti dapat keringanan,” tuturnya.

Adapun Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Rekson Silaban berpendapat, perusahaan yang masih ekspor dan pelaksana proyek pemerintah harus tetap menaikkan upah buruh melebihi inflasi. Dijelaskan, survei yang telah dilakukan menunjukkan kenaikan kebutuhan hidup layak 6-12 persen.

”Kami menyayangkan jika ada serikat buruh ngotot menuntut kenaikan upah tanpa mau memahami kondisi perusahaan. Bagi kami, yang terpenting perusahaan tetap eksis sehingga pekerjaan bisa dipertahankan,” ujarnya.

Bertanggung jawab

Dalam Pasal 2 peraturan bersama empat menteri disebutkan, Mennakertrans harus berupaya bersama wakil buruh dan pengusaha menyusun rekomendasi penetapan upah minimum sesuai kemampuan dunia usaha, terutama sektor padat karya.

Adapun Mendagri mengupayakan agar gubernur menetapkan upah minimum dan kebijakan ketenagakerjaan; Menperin mendorong efisiensi proses produksi, daya saing, dan optimalisasi kapasitas produksi.

Adapun Menteri Perdagangan bertanggung jawab mengantisipasi penyelundupan, memperkuat pasar domestik dan promosi konsumsi produk dalam negeri, serta mendorong ekspor hasil industri padat karya. (HAM/OSA)

Tidak ada komentar: