Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Kamis, 23 Oktober 2008

Harga Sawit-Karet Tetap Anjlok


ANJLOK: Harga TBS kelapa sawit mengalami penurunan.

Thursday, 23 October 2008
http://www.jambiekspres.co.id

Meski Telah Ditetapkan Pemerintah
JAMBI -Upaya Pemerintah Provinsi Jambi untuk menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit serta karet belum berhasil. Hingga kemarin dibeberapa daerah di Provinsi Jambi harga TBS kelapa sawit dan karet masih anjlok. Padahal, sumber mata pencaharian masyarakat Provinsi Jambi harganya sudah ditetapkan oleh Pemprov Jambi. Di Batanghari misalnya, harga kelapa sawit merosot sampai Rp 460/Kg sedangkan harga karet hanya Rp 5.000/Kg.



Pardilun, Kepala Desa (Kades) Teluk Melintang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari kemarin mengatakan, saat ini para petani kelapa sawit dan karet di daerahnya merasa tercekik karena merugi besar dengan anjloknya harga ini.

"Saat ini dijual di pabrik (PT DMP) hanya Rp 460/Kg, sebelumya Rp 700/Kg bahkan sempat Rp 1.200/Kg. Kalau dijual ke penampung hanya Rp 200 hingga Rp 300/Kg. Jadi sangat merosot, sehingga para petani merugi besar,” keluh Pardilun kemarin.

Anjloknya harga juga menimpa karet. Menurut Pardilun yang juga merupakan petani karet ini beberapa hari menjelang lebaran Idul Fitri 1429 H beberapa waktu lalu, harga karet sempat menduduki posisi Rp 9.300/Kg, namun sekarang juga ikut anjlok menjadi Rp 5.000 hingga Rp 6.000/Kg, “Karet pun juga demikian, saat ini merosot hingga Rp 5.000/Kg, padahal sebelum lebaran mencapai Rp 9.300/Kg. Jadi semua petani mengeluh dengan kondisi harga saat ini, padahal kelapa sawit dan karet merupakan sumber mata pencarian disini. Kami berharap agar kondisi ini tidak lama, kepada pihak terkait agar bisa mengatasinya, semoga harga cepat kembali stabil,” harapnya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Batanghari melalui Dinas Perkebunan (Disbun) dan pihak terkait lainnya, Rabu (20/10), bersama Pemprov Jambi sudah menetapkan harga TBS untuk seluruh wilayah Provinsi Jambi periode 21 Oktober-5 November 2008.

“Ya, harga TBS periode 21 Oktober-5 November untuk seluruh wilayah Provinsi Jambi sudah ditetapkan,” ungkap Ir Bambang Purnomo, Kepala Disbun melalui Sudiono, Sekretaris Dinas saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.

Hasil rapat yang dilaksanakan di Disbun Provinsi Jambi itu menetapkan harga TBS kelapa sawit untuk periode 21 Oktober sampai dengan 5 November 2008 bervariasi, yaitu, untuk kelapa sawit umur 3 tahun seharga Rp 631,56/Kg, umur 4 tahun Rp 707,59/Kg, umur 5 tahun Rp 756,90/Kg, umur 6 tahun Rp 783,33/Kg, umur 7 tahun Rp 808,41/Kg, umur 8 tahun Rp 835,81/Kg, umur 9 tahun Rp 864,81/Kg dan umur 10 tahun Rp 892,21/Kg.

Penentuan harga TBS kelapa sawit ini dengan memperhatikan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 395/Kpts/OT,140/11/2005, tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS kelapa sawit produksi petani.

Dimana kesepakatan CPO, Inti dan Indek “K” yang menjadi dasar perhitungan dalam penetapan harga TBS tersebut. Dimana dalam rapat di Provinsi tersebut ditetapkan harga CPO periode 21 Oktober-5 November 2008 sebesar Rp 4.373,29/Kg, harga inti sawit Rp 2.296,83/Kg dan indeks K dipakai indek “K” hasil rata-rata kesepakatan Kabupaten yaitu Rp 85,26 persen.

Sedangkan realitas di lapangan harga TBS kelapa sawit dibeli perusahaan jauh dibawah harga ketetapan tersebut. Hal ini juga diakui Sudiono. Menurutnya itu bisa terjadi karena banyak faktor dilapangan, diantaranya terkadang TBS yang dijual warga itu kualitasnya juga kurang.

“Memang harga sawit sekarang dibawah harga ketetapan tersebut, itu ada faktor-faktor penyebabnya, seperti umur TBS tiga tahun dicampur dengan umur dengan umur sepuluh tahun, jadi kualitasnya kurang, terkadang TBS itu disirami pasir atau air oleh warga,” terangnya.

Di Tebo anjloknya harga TBS kelapa sawit dan karet lebih parah. Harga jual TBS kepada para toke TBS dari petani hanya Rp 200/kg, sedangkan harga jual TBS langsung ke pabrik masih lumayan yakni Rp 400/kg.

Dengan kenyataan harga TBS yang serendah itu tampaknya jauh dari kesepakatan harga yang sudah ditentukan, karena pihak Dinas Perkebunan Kabupaten Tebo sudah mengeluarkan ketetapan harga TBS untuk periode tanggal 21 Oktober sampai 5 November yakni Rp 892,21 dan Rp 631.

“Kita sudah tetapkan harga segitu, namun kenyataan dilapangan lain, kita akan melakukan koordinasi dan pertemuan lagi dengan dinas intansi, terkait anjloknya harga TBS tersebut,”tukas Rafiq staf Disbun Tebo kemarin

Sementara itu, Julian Kasi Perdagangan Disperindagkop Tebo mengatakan, pihaknya rutin melakukan pemantauan dilapangan, bahkan hari ini (kemarin, red) dirinya bersama staf lainnya sedang berada di Sungai Bengkal melakukan pengecekan harga TBS dan karet di tingkatan petani.

“Kalau untuk harga karet dipasar lelang kemarin, harga tertinggi karet bersih Rp 9.350/kg, sedangkan harga rata-rata karet Rp 8.100/kg. Untuk harga TBS hanya Rp 400/kg, diharapkan para petani karet dan sawit untuk tidak terlalu resah dengan tidak stabilnya harga 2 komoditi andalan para masyarakat Tebo ini,”ujar Julian via ponselnya kemarin yang mengaku sedang melakukan pengecekan harga di wilayah Sungai Bengkal, Tebo Ilir.

Munawir Sadzali salah satu petani sawit di Tebo mengatakan, anjloknya harga TBS tersebut membuat para petani resah, bahkan tidak sedikit petani yang memilih tidak memanen TBS-nya karena sudah dihitung-hitung untuk ongkos memetik, mengangkut dari kebun ke pabrik/tengkulak, petani sudah tekor.

“Kalau kita langsung jual ke pabrik harganya Rp 400, kalau dijual lewat tengkulak hanya dihargai Rp 200. Itupun jika lokasi kebun sawitnya dekat jalan dan bisa dilewati mobil truk angkutan, jika tidak pembeli TBS tidak akan ada yang mau beli, karena tekor untuk angkos angkut dan beli BBM tidak cukup.”tukas Munawir Sadzali kemarin

Parahnya lagi menurut Munawir ada beberapa petani TBS dan karet yang sudah mengambil berbagai perabotan elektronik, mobil truk dalam bentuk kredit, saat ini mereka menjerit karena untuk membayar ongkos angkut pemanenan TBS dan karet saja tidak cukup, apalagi untuk membayar angsuran kredit tersebut.

“Jadi saat ini bagi petani yang biasanya mengupahkan kepada orang lain memanen getah karet atau TBS, kini mereka kerja sendiri sekuat tenaga, karena mengirit ongkos yang dikeluarkan,”tukasnya kemarin.

Di Kabupaten Merangin harga TBS sawit dan karet juga anjlok. Untuk buah yang sangat kecil hanya di beli oleh pedagang penampung buah sawit Rp 250/Kg. Untuk buah sedang dibeli Rp 300- Rp 400/Kg. Sedangkan buah yang besar ada yang mencapai Rp 500/Kg. Karena pihak perusahaan di Merangin hanya membeli seharga Rp 750/Kg, untuk buah kualitas bagus.

‘’Sekarang ini nasib petani sawit lagi sangat terpuruk, rata-rata untuk buah sawit yang sedang di jual seharga Rp 400/Kg dan yang kecil atau buah pasir Rp 200/Kg,’’ ujar Jumadi, salah seorang petani sawit di Pamenang menjawab harian ini, kemarin.

Yang sangat menyakitkan lagi, malah pihak perusahaan tidak mau membeli buah sawit dari petani. Karena hanya menampung buah sawit dari kebun inti. Lantaran CPO yang di produksi oleh perusahaan juga sulit dijual. Karena harga jual CPO sangat rendah sekarang ini. ‘’Ini mungkin dampak krisis global, kita orang kecil juga susah buatnya,’’ ujar ayah tiga putra itu.

Kondisi ekonomi yang susah dan sulit juga dirasakan oleh petani karet di Merangin. Karena harga karet juga terus menurun. Apalagi harga karet ada yang mencapai Rp 2.000/Kg. Sedangkan sebelumnya harga karet lebih dari Rp 10 ribu/Kg. ‘’Sekarang ini harga karet ada yang dijual Rp 2000/Kg. karena para toke juga tidak bisa menjualkannya,’’ ujar Abdullah, salah seorang petani karet di Bangko kemarin.

Dia juga mengakui akibat dari anjloknya harga karet membuat petani karet kesulitan dalam ekonomi. Apalagi untuk menyekolahkan anak-anak sangat besar biayanya. Belum lagi sembako yang tak kunjung turun. ‘’Anak-anak harus sekolah dan sembako terus dibeli. Sementara pendapatan berkurang akibat dari turunya harga getah (karet,red) di tingkat petani,’’ paparnya.

Yang menyakitkan lagi bagi para petani karet yang sedang mengambil motor kredit. Sementara kredit motor satu bulan ada yang berkisar Rp 400 ribu-Rp 600 ribu/bulan. Sementara pendapatan tak mencapai Rp Rp 500 ribu/bulan. ‘’Bisa-bisa banyak motor kredit yang ditarik ke dialer oleh petugas kredit, akibat dari krisis ini,’’ papar Ivan, salah seorang petugas kredit motor menjawab koran ini, kemarin.

Pantauan koran ini, dampak dari anjloknya harga sawit dan karet akhir-akhir ini membuat ekonomi masyarakat Merangin menurun. Apalagi sebagain besar mata pencaharian masyarakat di Bumi Tali Undang Tambang Teliti Merangin ini adalah petani sawit dan karet.

Buktinya pasar kalangan di setiap kecamatan pasca lebaran ini selalu sepi. Begitu juga di pasar Bangko. Dampaknya pendapatan para pedagang juga otomatis berkurang.

Begitu juga masyarakat yang menyimpan dan menstrasfer uangnya di perbankan di Merangin juga akhir-akhir ini berkurang. Karena uang yang ingin ditabung dan ditransfer oleh nasabah juga sedikit.

‘’Sepertinya perputaran uang di Merangin ini sedikit akhir-akhir ini. Buktinya nasabah terus berkurang,’’ ujar beberapa petugas teller Bank di Bangko Kabupaten Merangin kemarin.

Di Kabupaten Sarolangun anjloknya harga TBS kelapa sawit dan karet sangat dirasakan para petani. Asnawi petani, pemilik 8 hektare kebun kelapa sawit di Desa Pulau Pandan, Limun menjelaskan, bahwa untuk saat ini dirinya tidak menjual kelapa sawit dikarenakan mengalami penurunan harga yang cukup drastis yaitu Rp 300 perkilogramnya.

‘’Sampai saat ini (kemarin) harga kelapa sawit masih Rp 300 perkilogramnya dari sebelumnya pada September hanya Rp 650 /Kg, dan Agustus Rp 850/Kg. Namun pada bulan Juli harga sangat memuaskan yaitu Rp1.560/Kg. Yang paling tinggi harga kelapa sawit pernah Rp 1.700/Kg pada bulan Januari hingga Maret,’’terang Asnawi.

Sedangkan Subair toke karet di Desa Tanjung Rambai Kecamatan mengaku harga karet mengalami penurunan cukup drastis, dari Rp 13.000/Kg sebelum hari Raya Idul Fitri, dan setelah lebaran turun menjadi Rp 5.000/Kg.

‘’Sebelum lebaran, petani datang ke rumah saya jual karet dengan harga Rp 11.000/Kg, dan saya jual dengan harga Rp 13.000/Kg. Setelah lebaran petani menjual hanya Rp 3.500 hingga Rp 4.000/Kg dan saya jual hingga saat ini Rp 5.000/Kg,’’ungkap Subair.

Namun saat ini, katanya lagi, sejak harga karet turun, petani tidak mau menyadap dan bahkan mereka (petani) mencari pekerjaan lain menjelang harga karet naik.’’Saya sangat prihatin sekali dengan penurunan harga karet, sehingga banyak petani karet enggan menyadap dan beralih mata pencaharian,’’ungkapnya.

Kadis Perindagkop Sarolangun Muswarsah saat dikonfirmasi via telepon selularnya mengatakan, bahwa Pemkab Sarolangun telah berupaya dalam penanganan krisis keuangan global dunia baru-baru ini yang berdampak terhadap penurunan harga sawit dan karet.

‘’Kami telah mengumpulkan pelaku usaha guna mendengar keluhan terkait krisis global tersebut. Namun pemkab siap untuk memfasilitasi mempermudah pengkreditan pinjaman di Bank terhadap pelaku usaha terutama kelapa sawit dan karet. Mudah-mudahan kondisi ini tidak berlangsung lama,’’ungkap Muswarsah.

Di Kabupaten Muarojambi harga Tandan Buah Sawit (TBS) di Murojambi dalam satu bulan terakhir terus merosot tajam ke titik terendah. Kemarin, satu kilogram TBS hanya bernilai Rp 150/Kg. Sementara, harga pupuk relatif stabil dan tetap saja masih sulit diperoleh seperti kondisi yang ada selama ini.

Merosotnya harga TBS itu sangat dikeluhkan oleh petani pemilik kebun kelapa sawit, terutama mereka yang tidak memiliki usaha atau kerja sampingan seperti di unit transmigrasi Sungaibahar dan Sungaigelam. Soalnya, sebagian besar petani tersebut hanya menggantungkan sepenuh hidup mereka pada perkebunan kelapa sawit.

Beberapa petani menuturkan, kalau dalam sebelumnya mereka bisa memperolah hasil panen rata-rata sekitar Rp 3 juta/kapling/bulan, namun kini mereka hanya memperoleh tidak lebih dari Rp 500.000. Penghasilan sebesar itu habis hanya untuk upah panen dan tentu saja sangat tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi untuk menyekolahkan anak di luar daerah.

Itu belum termasuk biaya perawatan dan potongan koperasi serta angsuran pembayaran kredit barang. Ironisnya, harga pupuk tetap mahal. Lantaran tidak seimbangnya haga TBS dengan harga pupuk tersebut, dalam satu bulan terakhir rata-rata petani terpaksa tidak memupuk kebun kelapa sawitnya. Selain itu, pupuk tetap masih sulit diperoleh sebagaimana kondisi selama ini.

‘’Yang membuat petani sangat terpukul yakni merosotnya harga TBS tidak diiringi dengan merosotnya harga sembako dan pupuk. Kalau harga TBS sudah jatuh Rp 150/Kg, petani mau makan apa lagi. Harga Rp 500 saja sudah menyusahkan, apalagi di bawah itu. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, banyak petani terpaksa meminjam uang pada koperasi dan toke-toke," kata Tarigan, salah serang petani di Sungaibahar.

Petani berharap, kondisi seperti saat ini cepat pulih, sehingga usaha perkebunan kelapa sawit di Muarojambi kembali bergerak lancar. Tetapi, kalau kondisinya tidak segera pulih, maka dikhawatirkan banyak petani sawit yang akan berurusan dengan pihak perbankan dan lembaga perkreditan. Soalnya, pinjaman pada bank dan kendaraan yang dibeli secara kredit dipastikan menunggak angsuran. (fah/bim/era/uka/jio)

1 komentar:

banyakcara mengatakan...

Kami Di riau sawit 800/kg di ambil toke. Tak pakai siram air/pasir. Spti yg saya baca artikel ini.