Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Jumat, 17 Oktober 2008

Deklarasi Internasional Menentang RSPO

Deklarasi Internasional Menentang
Perjanjian Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan
(“Roundtable on Sustainable Palm Oil” / RSPO)
Membela Hak Asasi Manusia, Kedaulatan Pangan, Keanekaragaman Hayati dan Keadilan Iklim
Sungguh ironis, pada tanggal 16 October 2008, bertepatan dengan Hari Pangan dan Hari Ketahanan Pangan Dunia, sebuah pertemuan akan dilangsungkan di Cartagena (Kolombia) untuk mendukung perkebunan monokultur kelapa sawit, yang sesungguhnya merupakan penyebab dari berbagai pelanggaran terhadap Hak atas Pangan (Right to Food) dan isinya bertolak belakang dengan konsep kedaulatan pangan dimana terjadi pelanggaran hak-hak masyarakat untuk memproduksi makanan sendiri berdasarkan kondisi wilayah dan budaya masing-masing.

Pertemuan pertama Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan (“Roundtable on Sustainable Palm Oil / RSPO”) di Amerika Latin merupakan pertemuan para dewan direktur Meja Bundar dan perwakilan perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam agro-industri minyak sawit di Amerika Latin untuk “mendapatkan sertifikasi RSPO yang tujuan utamanya adalah untuk memasarkan minyak sawit serta turunan dan produknya ke pasar internasional.” Sekali lagi, ini adalah usaha lain para perusahaan tersebut untuk “green- washing” agro industri, (atau membuat imej mereka seakan-akan pro-lingkungan) sebagai respon terhadap semua publisitas negatif yang mereka terima selama ini akibat krisis pangan dan juga terhadap kian luasnya oposisi sosial dan politik terhadap rencana perluasan model produksi agrofuel saat ini.
Di Kolombia, beberapa organisasi yang bergerak di bidang sosial dan lingkungan mencela RSPO, menyatakan bahwa “dengan berlandaskan pernyataan palsu, mereka menetapkan apa itu kriteria berkelanjutan dan memberi lampu hijau atau persetujuan untuk perkebunan kelapa sawit sebagai usaha untuk menjual produk dengan jaminan sosial dan lingkungan, sehingga bisa mengesahkan sebuah bisnis berbahaya yang melanggar hak-hak masyarakat adat, Afro-Kolombian dan kelompok petani kecil. Bersamaan dengan gawatnya dampak strategi yang digunakan untuk mempermudah pemasaran produk-produk hasil minyak sawit terhadap tanah dan warisan alam, dividen yang diperoleh RSPO semakin meningkat, bukannya solusi terhadap konflik dan masalah yang ditimbulkan. Pada kenyataannya, tidak ada proses sertifikasi produk yang bisa menjamin adanya solusi semacam itu”.
Minyak sawit merupakan bahan mentah yang strategis dalam sektor agrobisnis karena merupakan minyak nabati yang paling banyak dipasarkan dan dikonsumsi di dunia. Selain itu, minyak sawit digunakan sebagai makanan dan juga di dalam produk industri dan energi. Minyak sawit diproduksi di daerah tropis untuk keperluan ekspor ke pasar global (terutama EU, Cina, India dan Amerika Serikat) dan diproduksi dalam rezim monokultur (tanaman satu jenis) berskala besar.

Dampak buruk dari perkebunan monokultur kelapa sawit dirasakan jelas di Indonesia,Malaysia, Papua-New Guinea, Kamerun, Uganda, Côte d’Ivoire (Pantai Gading), Kamboja, Thailand dan juga di Kolombia, Equador, Peru, Brasil, Guatemala, Mexico, Nicaragua dan Kosta Rica.

Pertemunan Tahunan RSPO ke-enam dan Pertemuan Anggota RSPO ke-lima akan disenggelarakan dinBali (Indonesia) tanggal 28 November 2008.

Dibawah ini kami berikan penjelasan yang lebih detil tentang beberapa dampak buruknya:

Penebangan hutan tropis

Perkebunan monokultur menggeser hutan tropis dan ekosistem lainnya, yang mengakibatkan penebangan hutan dalam skala yang berbahaya bersamaan dengan hilangnya keanekaragaman hayati, banjir, semakin memburuknya musim kemarau, erosi tanah, polusi terhadap aliran air dan munculnya hama yang diakibatkan oleh memburuknya keseimbangan ekologis dan perubahan dalam rantai makanan. Perkebunan monokultur juga mengancam kelestarian air, tanah, flora dan fauna. Degradasi hutan menurunkan fungsi- fungsi iklim dan hilangnya hutan berdampak pada seluruh umat manusia.

“The UN Intergovernmental Panel on Forests” menemukan bahwa penyebab dari penebangan dan degradasi hutan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menggantikan hutan dengan perkebunan industri, seperti minyak sawit. Ini terjadi bersamaan dengan semakin majunya industri pertanian di bawah tekanan dari perkebunan monokultur.

Perluasan perkebunan minyak sawit adalah penyebab pertama dari penebangan hutan yang terjadi di Malaysia dan Indonesia. Bersamaan dengan itu, tingkat penebangan hutan naik secara dramatis di kedua Negara tersebut beberapa tahun terakhir ini. Di Malaysia terjadi peningkatan sebesar 86% antara 1990 dan 2000, dan antara 2000 dan 2005, dimana perkebunan kelapa sawit meluas sehingga 4.2 juta hektar. Indonesia, dengan wilayah terluas yang ditanami minyak sawit, memiliki tingkat perusakan hutan tropis terbesar di dunia.

Memperparah Perubahan Iklim
Penebangan hutan di dunia merupakan sumber terbesar kedua yang berperan dalam meningkatnya level karbon dioksida di atmosfer. Di banyak Negara, perluasan perkebunan monokultur kelapa sawit berlangsung bukan tanpa ongkos, tetapi berakibat pada degradasi rawa gambut, pembakaran dan penebangan hutan.
Berbagai penelitian ilmiah2 memperingatkan bahwa perusakan rawa gambut3 memberi kontribusi setidak-tidaknya 8% terhadap emisi CO2 di dunia yang menyebabkan perubahan iklim. Akibat degradasi rawa gambut diperkirakan antara 136 juta dan 1,42 ribu juta ton CO2 dilepaskan secara berkala di Asia Tenggara, ini menambah jumlah emisi yang diakibatkan oleh penebangan hutan, hilangnya karbon dalam tanah, penggunaan pupuk yang mengandung nitrogen, emisi dari mesin pertanian dan hilangnya resapan CO2.
Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H. and Page, S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2 emissions fromdrained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943 (2006).

Rawa gambut menutup 3% dari darat dunia (hampir 4 juta kilometer persegi) dan mengandung Karbon dengan jumlah raksasa (kira-kira 528.000 juta ton, atau Mt), sama dengan sepertiga dari semua Karbon di dunia ini dan sama dengan 70 kali emisi dari migas tahun 2006 ( 7.000 Mt/tahun Karbon atau 26.000 Mt/tahun Karbon dioxida). Karbon diuapkan secara pelan-pelan ke udara lewat:
(1) drainase lahan rawa gambut, diikuti oleh proses oxidasi karbon dengan oksijen udara, yang hasilnya adalah emisi dengan jumlah raksasa (2) kebakaran hutan dengan sengaja (gambut kering menyebabkan kebakaran lebih gampang), dan, karena perubahan iklim dengan temperatur yang lebih tinggi, terjadi lingkaran setan.) satelit menggambarkan kebakaran hutan di Indonesia pada daerah-daerah dimana terdapat lebih banyak karbon di dalam tanah, sebagai akibat praktek penebangan hutan yang terkait dengan produksi minyak sawit. Minyak sawit hasil dari penebangan hutan ini kemudian dijual kepada perusahan transnasional seperti Unilever, Nestle dan Procter & Gamble, dan merek-merek besar lainnya di sektor makanan, kosmetik dan agrofuel.

Selain itu, minyak sawit digunakan untuk keperluan produksi industri agrofuels. Ini berlangsung di tengah-tengah krisis perubahan iklim yang disebabkan oleh pembakaran “fosil fuels” tanpa pandang bulu. Pemerintah Swedia, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh “the National Highway Authority” mengakui bahwa “menambah jumlah bio- fuel dengan cara mengimpor minyak sawit dapat semakin meningkatkan emisi CO2 bukannya malah menurunkan.”

Ancaman terhadap jutaan “masyarakat adat”

Menurut Forum Permanen PBB yang menangani isu masyarakat adat (UN Permanent Forum on Indigenous People), sekitar 60 juta orang adat di seluruh dunia terancam kehilangan tanah dan sumber kehidupannya akibat perluasan perkebunan untuk produksi agro-energi. Di antara jumlah ini, 5 juta orang tinggal di Borneo (Indonesia) dimana masyarakat adat terancam oleh rencana perluasan perkebunan minyak sawit. Lebih mengkhawatirkan lagi, Pemerintah Malaysia bahkan tidak mengakui hak tanah leluhur atau hak masyarakat adat. Perkebunan dibuat di tanah milik mereka dan Pemerintah berencan untuk menambah jutaan hektar perkebunan kelapa sawit baru di tanah milik masyarakat adat. Situasi serupa ini juga dapat dijumpai di Negara-negara lain.

“The UN Intergovernmental Panel on Forests” lebih lanjut menemukan bahwa penebangan hutan juga disebabkan akibat kurangnya pengakuan dari pemerintah atas hak ulayat dan hak untuk menggunakan hutan dan sumber lainnya oleh masyarakat adat dan orang lainnya yang hidupnya bergantung pada hutan, seperti masyarakat Afro-Kolombian.

Sebagai contoh kami di sini mengulas tentang rencana strategi penanaman spesies agrofuel di Negara Bagian Chiapas (Mexico), sebagai contoh yang berskala nasional dan yang menggunakan wilayah sebesar 900.000 hektar (1/7 dari total wilayah Negara bagian) untuk perkebunannya. Dua perkebunan untuk jenis kelapa sawit Afrika telah dibuat di selatan hutan Lacadona, menjadi ini sebagai perkebunan terbesar di Amerika Latin. Mega-proyek ini dilabelkan sebagai “ecocidal” (pembunuhan alam) dan “ethnocide” (pembunuhan suku) karena memperbolehkan dan mendukung perjual-belian tanah yang kemudian berlanjut dengan privatisasi tanah milik orang asli dan petani kecil di Mexico (dikenal sebagai ejidos dan common lands).

Pengambilan tanah secara tidak sah, konflik tanah dan pelanggaran HAM
Perampasan tanah oleh perkebunan monokultur kelapa sawit berlangsung dengan mengorbankan hak-hak masyarakat lokal dan berakibat terhadap rusaknya jaringan masyarakat mereka, juga terhadap budaya dan keanekaragaman hayati ekosistem mereka. Ini kemudian berdampak buruk pada sumber penghidupan (nafkah) mereka. Masyarakat Adat dan masyarakat keturunan Afro telah secara paksa atau dengan kekerasan diusir dari tanahnya. Seringkali, melalui kekerasan dari Negara atau kelompok bersenjata lainnya, penipuan dan tekanan, mereka harus berakhir dengan menyewakan, menjual atau bahkan terampas dari tanahnya.

Vägverket: Climate neutral freight transports on road – a scientific prestudy. 2007.

Dalam kasus Kolombia, perluasan perkebunan minyak sawit melibatkan penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. LSM-lsm International yang bekerja di Kolombia merekam setidaknya 113 pembunuhan yang terjadi di lembah sungai Curvaradó dan Jiguamiadó di daerah Choco, yang dilakukan oleh kelompok paramiliter yang dipekerjakan oleh perusahaan minyak sawit untuk mengalokasikan tanah-tanah yang secara sah dimiliki oleh masyarakat Afro-Kolombian. Kelompok paramiliter ini beroperasi dengan dukungan dari Angkatan Bersenjata Kolombia Brigade 17 dan bertanggung jawab terhadap 13 kejadian pengusiran paksa. Strategi yang digunakan paramilter dengan keterlibatan Angkatan Bersenjata Kolombia ini termasuk pemblokiran ekonomi, pembunuhan secara selektif, pembunuhan skala besar-besaran dan penyiksaan. Walaupun dihadapkan dengan bukti-bukti bahwa pembentukan perkebunan minyak sawit ini tidak sah (sebagaimana dinyatakan oleh Office of the General Attorney and Defender of the People of Colombia and the Inter-American Commission on Human Rights, etc.) dan kerusakan yang secara jelas terlihat pada hidup manusia, Pemerintah Kolombia belum mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya situasi ini atau untuk mengembalikan tanah pada masyarakat Afro-Kolombian. http://publikationswebbutik.enskaplig_forstudie.pdf

Perluasan perkebunan monokultur mengancam kehidupan, tanah dan kebiasan dari masyarakat keturunan Afro, masyarakat adat dan petani kecil. Ini bukan hanya terjadi di Choco tetapi juga di Tumaco, Magdalena Medio, Vichada, Meta dan daerah Amazon. Menurut Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), sekitar 200.000 orang harus mengungsi setiap tahunnya di Kolombia, dengan jumlah total mencapai 4 juta orang dalam 20 tahun terakhir – menjadikan Kolombia urutan kedua dalam masalah pengungsian terbesar di dunia – dengan lebih dari 6 juta tanah yang dirampas. Hampir seluruh pengungsian paksa ini berhubungan dengan konflik tanah, termasuk perluasan perkebunan monokultur sawit.

Di Indonesia, konflik juga semakin meningkat akibat perluasan perkebunan kelapa sawit: perusahaan-perusahaan besar secara ilegal memindahkan petani-petani dari tanahnya dan menyewa jasa pengawasan swasta untuk memberlakukan situasi ini. Pada tahun 2006 terekam sekitar 350 konflik dan 1.753 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Di Ekuador, perkebunan minyak sawit telah mengakibatkan hilangnya hutan-hutan primer unik yang sesungguhnya merupakan bagian dari tanah leluhur dan masyarakat. Ini mengakibatkan habisnya sumber air, makanan, obat, spiritualitas dan budaya. Namun, rencana pertanian dan perhutanan Pemerintah adalah untuk membentuk lebih dari 450.000 hektar perkebunan minyak sawit, antara perkebunan monokultur lainnya guna memproduksi agrofuel. Ini akan merampas hutan tropis dan panen makanan para masyarakat adat, Afro- Ekuadoran dan wilayah masyarakat petani kecil. Lebih lanjut, hak atas air pun akan terlanggar secara berat.

Meningkatnya penggunaan agrochemicals (obat kimia untuk sektor pertanian berskala besar)

“Prinsip/asas dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan” yang terkandung dalam RSPO mengizinkan penggunaan pestisida yang sangat beracun dan sangat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Di bawah model ini, kriteria tersebut lebih menguntungkan pihak industri pestisida dan bukannya mementingkan kesehatan pekerja perkebunan minyak sawit.

Walaupun sudah selama beberapa tahun terdapat keluhan-keluhan mengenai dampak racun dari penggunaan Paraquat (produser terbesarnya adalah Syngenta) atau Gramoxone terhadap kesehatan perempuan dan laki-laki yang bekerja di perkebunan monokultur minyak sawit, setiap tahunnya puluhan ribu pekerja terkontaminasi bahan-bahan agro-kimia ini dan banyak yang meninggal akibat kontak dengan pestisida yang sangat berbahaya ini.

Pelanggaran terhadap Hak atas Pangan dan Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan adalah hak manusia atas makanan yang bergizi, pantas secara budaya, terjangkau, diproduksi dengan cara yang berkelanjutan dan ekologis serta hak mereka untuk menentukan sendiri makanan mereka dan sistim produksinya.
Produksi minyak sawit di tengah model globalisasi ekonomi industri pertanian – yang melibatkan perkebunan monokultur skala besar – ditambah dengan lajunya kepentingan ekonomi, persaingan dengan produksi pangan tidak terhindarkan. Hal lain yang patut dikhawatirkan adalah bahwa model ini juga disertai tindakan-tindakan yang bertentangan dengan reform pertanian, dimana kelompok-kelompok industri besar mengambil kuasa atas tanah secara luas, sehingga meningkatkan eksploitasi tenaga kerja, perpindahan penduduk rural-urban (dari daerah ke kota), kemiskinan, konflik sosial dan pelanggaran HAM.

Saat ini terdapat lebih dari 1.000 juta (satu Milliar) orang di dunia yang menderita kelaparan dan kekurangan gizi. Badan PBB Urusan Pangan (WFP) memperkirakan bahwa ada penambahan 100 juta orang yang tidak bisa makan karena peningkatan drastis harga makanan tiga tahun belakangan ini.

Namun alasan yang melatarbelakangi ini cukup rumit, menurut laporan konfidensial dari Bank Dunia, agrofuel telah meningkatkan harga makanan sehingga 75% - peningkatan ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Lebih lanjut, Lembaga-lembaga internasional setuju bahwa semakin meningkatnya permintaan untuk bahan mentah agrofuel memainkan peran yang penting. OECD menyimpulkan bahwa antara tahun 2005 dan 2007 “peningkatan harga makanan sampai 60% merupakan respon terhadap penggunaan gandum (cereal) dan minyak nabati untuk industri bio-fuel.”

Model agro-industri ini juga mempercepat perubahan iklim, yang kemudian meningkatkan hilangnya tanah subur dan sebagai akibatnya, menyebabkan kelaparan skala besar (famine). Model ini dapat dinyatakan tidak terkendali, dan dapat secara sengaja meningkatkan jumlah orang kelaparan di dunia dan konflik tanah, yang kesemuanya merupakan kejahatan atas kemanusiaan.

Siapa yang menang dengan Perjanjian Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan?

Perjanjian Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO) – adalah sebuah proses sertifikasi sukarela yang didukung oleh Lembaga Non Pemerintah (NGO) dan industri besar – merupakan sebuah prakarsa yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum. Deklarasi–deklarasi yang dikumandangkan para pihak yang terlibat dalam RSPO, seperti Indonesian Palm Producers Association (GAPKI), menjadi contoh yang jelas bagaimana ini menjadi alat untuk memperluas bisnis minyak sawit dan bukanlah sebuah strategi otentik yang mengandung dampak-dampak sosial dan lingkungan. Banyak perusahaan-perusahaan anggota RSPO terus merusak rentangan hutan-hujan secara meluas dan melanggar HAM. Sebagai contoh, kasus Wilmar International di kepulauan Bugala (Uganda) dan di Indonesia, PT. SMART, Agro Group dan IOI Group di Indonesia, FEDEPALMA di Kolombia, atau Unilever di Indonesia, Malaysia dan Pantai Gading.
Dari bagaimana cara prakarsa RSPO ini diperkenalkan di Kolombia, sehubungan dengan pendekatan dan pihak-pihak yang terlibat, terlihat bahwa kepetingan utama dalam proses “minyak sawit berkelanjutan” adalah murni komersial. Tidak ada maksud otentik untuk membatasi dampak sosial dan dampak terhadap HAM, tetapi lebih bertujuan untuk membungkamkan kejahatan-kejahatan serius, keadaan luar biasa dan kontrol paramilter yang terkait dengan bisnis minyak sawit.

Kami Menolak Perjanjian Meja Bundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO) karena:

- Prinsip/Asas dan Kriteria yang diajukan oleh RSPO untuk menjelaskan arti ‘berkelanjutan’ mencakup perkebunan skala besar-besaran.
- RSPO dirancang untuk mengesahkan perluasan industri minyak sawit yang berlanjut
- Model apapun yang mencakup pengubahan habitat alamiah menjadi perkebunan monokultur skala besar tidak bisa diartikan berkelanjutan.
- RSPO tertarik pada pertumbuhan ekonomi dan membuka pasar di sektor minyak sawit, tetapi bukan pada keberlanjutan sosial dan lingkungan.
- RSPO didominasi oleh industri dan tidak sungguh-sungguh berkonsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak.
- Keterlibatan Lembaga Non Pemerintah (NGOs) dalam RSPO hanya mengesahkan sebuah proses yang tidak dapat diterima. lembaga-lembaga besar, seperti WWF mempromosikan dan mendukung proses ini – proses yang sebenarnya tidak menyelesaikan permasalahan riil masyarakat yang terkena dampak di “Selatan”, tetapi malahan memperburuk.
- Skema RSPO memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk mengesahkan perkebunan individual, sehingga dapat menghindari penilaian terhadap keseluruhan produksi mereka. Perkebunan “terbaik” mereka dapat menunjukkan bahwa mereka (perusahaan) “bertanggungjawab terhadap lingkungan” padahal mereka tidak bertanggungjawab dalam bertindak secara sosial dan lingkungan. Hal serupa sudah pernah terjadi di masa lalu dengan system sertifikasi lainnya untuk hutan tanaman industri, seperti sistem sertifikasi hutan yang diprakarsai FSC.
- RSPO sekali lagi adalah usaha untuk menyamarkan dan memungkiri situasi/keadaan yang sesungguhnya, sebuah usaha “green-wash” untuk membuat model produksi yang pada hakekatnya bersifat merusak dan secara sosial dan lingkungan tidak berkelanjutan, tampak seolah-olah “bertanggungjawab”.
- Selanjutnya kami mencela bahwa, tanpa memperhatikan seluruh dampak-dampak yang tidak terhitung jumlahnya dan dari berbagai dimensi, Uni Eropa beserta organisasi dan institusi-institusi lainnya akan berusaha untuk secara resmi menyiapkan kriteria “keberlanjutan” untuk produksi bahan mentah agrofuel. Bahwa bagaimanapun, penanaman kelapa sawit, seperti halnya perkebunan industri monokultur lainnya, TIDAK dan TIDAK AKAN PERNAH, menjadi berkelanjutan.

Banyak kerusakan yang disebabkan oleh agro-industri minyak sawit di Negara-negara tropis tidak lagi dapat diperbaiki. Maka dari itu, melalui deklarasi ini kami menuntut:

* Melumpuhkan secara total penebangan hutan lebih lanjut dan pengubahan pengelolaan hutan menjadi penanaman minyak sawit; tidak ada perusakan lebih lanjut pada satu hektar pun dari ekosistem alamiah.
* Pembatalan hubungan perdagangan antara perusahaan-perusahaan yang membeli minyak sawit dan penyedia-penyedia yang merusak hutan dan rawa gambut, karena merekalah yang bertanggungjawab terhadap atau menerima keuntungan dari pelanggaran HAM.
* Perlindungan terhadap HAM masyarakat adat, masyarakat turunan Afro dan petani kecil yang terkena dampak dari perkebunan monokultur skala besar.
* Jaminan terhadap keseluruhan ganti rugi (reparasi) atas kerugian manusia dan lingkungan yang disebabkan oleh pemberlakuan perkebunan monokultur skala besar dan atas pelanggaran HAM oleh pihak Negara dan perusahaan swasta. Kebenaran, Keadilan dan Reparasi bagi korban.
* Penyelesaian seluruh konflik tanah yang terkait dengan perkebunan monokultur sawit. Artinya harus ada restitusi (ganti rugi atau pengembalian hak milik) sesegera mungkin atas tanah leluhur masyarakat Afro-Colombian dan masyarakat adat yang terkena dampak dari perkebunan monokultur dan penerapan Konvensi 169 dari International Labour Organization (ILO).
* Penghargaan / respek terhadap hak masyarakat lokal atas tanah dan wilayah mereka.
* Mendengarkan, menyelesaikan serta memecahkan perkara hukum, keluhan dan tuntutan lainnya yang diajukan oleh masyarakat yang terkena dampak.
* Mencegah organisasi-organisasi lobi agri-bisnis, semacam RSPO, dijadikan sebagai pembenaran terhadap perluasan penumbuhan minyak sawit tanpa terkendali, dan mencegah jaminan untuk agri-bisnis tingkat tinggi, yang hanya menguntungkan perusahaan besar dengan mengorbankan masa depan manusia di dunia.
* Penundaan sesegera mungkin atas insentif-insentif EU dan lainnya yang didapatkan dari agro-fuel dan agro-energi yang diproduksi oleh perkebunan monokultur skala besar, termasuk hutan tanaman industri, dan pertangguhan pada impor. Ini termasuk penundaan segera terhadap seluruh persentase wajib dan insentif seperti pembebasan pajak dan subsidi yang menguntungkan agrofuel dari perkebunan monokultur, termasuk mereka yang didanai oleh mekanisme perdagangan karbon, lewat dana bantuan internasional untuk pembangunan atau kredit yang diberikan oleh Agensi Pemberi Dana Internasional seperti Bank Dunia.

Kita masih punya waktu untuk secara radikal merubah metode-metode kita dalam memproduksi, merubah, memperdagangkan dan konsumsi produk pertanian. Untuk melakukan ini maka, sebagai contoh kita harus:

Menghentikan produksi makanan industri yang berperan dalam perubahan iklim dan perusakan masyarakat rural kecil
Menghentikan privatisasi sumber daya alam
Membongkar perusahaan-perusahaan agri-bisnis, spekulasi finansial berdasarkan bahan mentah dan kebijakan-kebijakan ekonomi dan perdagangan yang bertanggungjawab terhadap krisis pangan (dan keadaan darurat).
Menggantikan pertanian industri dengan pertanian petani dan keluarga yang berkelanjutan yang didukung oleh program reform pertanian yang riil.
Dukung kebijakan-kebijakan energi yang berkelanjutan. Konsumsi lebih sedikit energi dan produksi energi solar dan angin serta biogas secara lokal dan bukan sebaliknya mendukung agro-fuel skala besar seperti saat ini.
Menerapkan kebijakan-kebijakan pertanian dan perdagangan pada tingkat lokal, nasional dan internasional yang mendukung pertanian petani berkelanjutan dan konsumsi makanan lokal dan ekologis. Ini termasuk penghapusan secara total subsidi-subsidi yang mengarah pada persaingan tidak adil melalui subsidi makanan.

Jika organisasi Anda ingin mendukung deklarasi ini, atau untuk pertanyaan atau tanggapan bisa kirimkan email yang berisi nama organisasi Anda dan Negara asal ke alamat:


Adhieren a esta declaración:
1. Acción Ecológica, Ecuador
2. Acción por la Biodiversidad, Argentina
3. Afrika-Europa Netwerk, Netherlands
4. AFOSCI Apoyo al Fortalecimiento de la Sociedad Civil, Paraguay
5. Agua Sustentable, Bolivia
6. AITEC, France
7. Alianza Social Continental | Hemispheric Social Alliance, Americas
8. Alotau Environment Ltd, Papua New Guinea
9. Alternative Agriculture Network, Thailand
10.Amis de la Terre (member of FoE International), Belgium
11. Amics de la Terra Eivissa, Spain
12. AMODE, Mozambique
13.ANUC-UR Asociación Nacional de Usuarios Campesinos - Unidady Reconstrucción, Colombia
14. Asamblea Coordinadora Patagónica contra el Saqueoy la Contaminación, Argentina
15. Asamblea de Unidad Cantonal de Cotacachi, Ecuador
16. A SEED Europe, Netherlands
17. Asociación Amigos de los Parques Nacionales AAPN, Argentina
18. Asociación ecologista Verdegaia Galicia, Spain
19. Asociación Ecologistas Plasencia, Spain
20. Asociación El Puesto Ecológico Tenerife, Spain
21. Asociación HESED-JUSTICIA, Spain
22. Asociación Katio, Spain
23. Asociación de Mujeres de Singuerlín, España
24. Asociación Nacional de Afectados por los Síndromes de Sensibilidad Química, Fatiga Crónica, Fibromialgia y para la Defensa Ambiental (ASQUIFYDE), Spain
25. Asociación para la Recuperación de la Memoria Histórica, Spain
26. Associació Fundacio Dada Gugu, España
27. Associaçao para o Desenvolvimento e Democracia, Mozambique
28. ATTAC, Spain
29. AVES Association for Wildlife Conservation, France
30. Base Investigaciones Sociales BASEIS, Paraguay
31. Basler Appell gegen Gentechnologie, Swizerland
32. Biofuelwatch, United Kingdom
33. Bismarck Ramu Group Madang, Papua New Guinea
34. Bharatiya Krishak Samaj, India
35. Budongo Conservation Field Station, Uganda
36. BUNDjugend MV, Germany
37. Campaña "No te comas el Mundo", Spain
38. CANE Coalition Against Nuclear Energy, South Africa
39. CAPOMA Centro de Acciòn Popular Olga Màrquez de Aredez en defensa de los Derechos Humanos, Argentina
40.Carbon Trade Watch, Netherlands
41. CEMEP-ADIS, Argentina
42. Center for Encounter and active Non-Violence, Austria
43. Centre for Environmental Justice, Sri Lanka
44. Centre for Organisation Research and Education, India
45. Centro Balducci, Italy
46. Centro de Derechos Humanos Fray Bartolomé de Las Casas AC, México
47. Centro Ecologista Renacer, Argentina
48. Centro tricontinental - CETRI, Belgium
49. CIFAES-Universidad Rural Paulo Freire, Spain
50. Club Unesco di Udine, Italy
51. Colectivo Feminista, Ecuador
52. Colectivo Sur Cacarica Valencia, Spain
53. Comisión Intereclesial de Justicia y Paz, Colombia
54. Comité Cerezo, Mexico
55. Comité Monseñor Oscar Romero de Valladolid, Spain
56. Comité Obispo O. Romero, Chile
57. Comité Oscar Romero de Madrid, Spain
58. Comisión Pastoral Paz y Ecologia COPAE Diócesis de San Marcos, Guatemala
59. Comisión Permanente de Derechos Humanos, Colombia
60. Comité pour les droits humains Daniel Gillard, Belgium
61. Comunidad Cristiana de Base de Genova, Italy
62. Comunidades Cristianas Populares, Spain
63. Conciencia Solidaria ONG Interprovincial, Argentina
64. Consejo Comunitario Afrodescendiente de la Cuenca del Río Naya, Colombia
65. CONTAC Confederação Nacional dos Trabalhadores nas Indústria da Alimentação, Agro-Indústrias, Brasil
66. Contraloría Ciudadana de Asunción, Paraguay
67. Cooperativa Futura Societa Cooperativa ONLUS, San Vito al Tagliamento (PN), Italy
68. Coordinadora Ecoloxista d'Asturies, España
69. Coordinadora Ecuatoriana de Agroecología CEA
70. Coordinadora Popular Colombian
71. Corporación Buen Ambiente CORAMBIENTE Bucaramanga, Colombia
72. Corporate Europe Observatory CEO, Netherlands
73. CO2 Accion, Argentina
74. Dritte-Welt-Kreis Panama e.V., Germany
75. Earth Peoples, International
76. Earth Savers Movement, Philippines
77. ECO Yeshemachoch Mahiber ECOYM, Etiopia
78. Ecological Internet, USA
79. Ecological Society of the Philippines, Philippines
80. Ecologistas en Acción, Spain
81. EcoNexus, United Kingdom
82. Economic Justice and Development Organization EJAD, Pakistan
83. Ecoportal.Net, Argentina
84. En Buenas Manos e.V., Germany
85. Entomological Society of Latvia, Latvia
86. Entrepueblos, Spain
87. Environment Protection Association – APROMAC, Brazil
88. Espacio Bristol-Colombia, United Kingdom
89. ETC Group, international
90. FASE - Solidariedad y Educación, Brasil
91. FDCL Centro de Investigación y Documentación Chile - Latinoamérica,
Germany
92. Federacion Accion Campesina Colombiana ACC, Colombia
93. Federación de Comités de Solidaridad con Africa Negra, Spain
94. FERAESP Federação dos Empregados Rurais Assalariados do Estado de São
Paulo, Brasil
95. FIAN Internacional
96. Fisherfolk Movement (KM), Philippines
97. Fórum de Defesa do Baixo Parnaiba Maranhense - Brasil
98. Foodfirst Information & Action Nework FIAN, Belgium
99. Foodfirst Information & Action Nework FIAN, Mexico (mexican section of
FIAN International)
100.Foodfirst Information & Action Nework FIAN, Netherlands
101.France Amérique Latine Niza, France
102.France Amérique Latine Paris, France
103.Frente Nacional de Lucha por el Socialismo FNLS, Mexico
104.Frente Nacional por la Salud de los Pueblos, Ecuador
105.Freunde der Naturvölker e.V./FdN - fPcN, Germany
106.FTA Watch Thailand, Thailand
107.Fundación AGRECOL Andes – Bolivia
108.Fundacion Hombre Lux Naturaleza HOLUNA, Colombia
109.Fundación Semillas de Vida A.C., Mexico
110.Global Indigenous Peoples Movement, USA
111.Global Forest Coalition
112.Global Justice Ecology Project, USA
113.Grupo de Reflexión Rural, Argentina
114.Grupo de Trabajo Suiza Colombia ASK, Switzerland
115.Jubileo Sur, Mexico
116.Hermanas de Nuestra Señora de Sión Managua, Nicaragua
117.Iberica 2000, Spain
118.Ibiza Ecologic, Spain
119.IGLA Informationsgruppe Lateinamerika, Austria
120.Iniciativa Paraguaya para la Integracion de los Pueblos, Paraguay
121.Institute for Global Justice, Indonesia
122.Kein Strom aus Palmöl !, Germany
123.Korea Alliance of Progressive Movements, South Korea
124.Labour Rights and Democracy LARIDE, Philippines
125.Lasojamata, Netherlands
126.Latinamerican Network against Monoculture Tree Plantations
127.Maderas del Pueblo - Chiapas, Mexico
128.Mangrove Action Project MAP, USA
129.México Nación Multicultural UNAM Oficina Oaxaca, México
130.Minga, France
131.Movimiento Ambientalista de Olancho MAO, Honduras
132.Movimento de Mulheres Camponesas MMC (Vía Campesina), Brasil
133.Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra MST (Vía Campesina), Brasil
134.Movimiento Madre Tierra (miembro de FoE), Honduras
135.Movimiento Mexicano de Afectados por las Presas y en Defensa de los Rios
MAPDER, México
136.Movimiento de Resistencia Popular del Sureste (MRPS-FNLS),
de Chiapas, México
137.Movimento Rede Afropunk, Brasil
138.Mujeres Luna Creciente, Ecuador
139.Muyuqui San Justo Santa Fe, Argentina
140.National Federation of Dalit Women, India
141.Neotropical Primate Conservation, United Kingdom
142.Network for Ecofarming in Africa, Kenya
143.Network of Alternatives against Impunity and Market Globalisation
144.New Forest Friends of the Earth, United Kingdom
145.Nimfea Environmental and Nature Conservation Association, Hungary
146.NOAH Friends of the Earth, Denmark
147.Ökumenischer Arbeitskreis Christen & Ökologie, Germany
148.Osservatorio Informativo Indipendente sulla Americhe, Italy
149.Pacific-Network, Germany
150.Palm Oil Action Group, Australia
151.Pambang Katipunan ng Makabayang Magbubukid (PKMM), Philippines
152.Partnership for Agrarian Reform and Rural Development Services PARRDS, Philippines
153.Pastoral de la Tierra Nacional de la Conferencia Episcopal, Guatemala
154.Perkumpulan Elang, Indonesia
155.PIPEC Pacific Indigenous Peoples Environment Coalition, New Zealand
156.Plaidoyer pour un Développement Alternatif PAPDA, Haïti
157.Plataforma de solidaridad con Chiapas, Oaxaca y Guatemala de Madrid, Spain
158.Plataforma Rural, Spain
159.Platform of Filipino Migrant Organizations in Europe, Netherlands
160.Plural Anitzak Ortuella Euskadi, Spain
161.Poor People's Economic Human Rights Campaign PPEHRC, USA
162.Pro Wildlife, Germany
163.Progresive Alliance of Fishers Pangisda, Philippines
164. Proyecto Gran Simio GAP/PGS, Spain
165.PWG Pelindaba Working Group, South Africa
166.RAP- AL, Ecuador
167.RAPAL, Uruguay
168.RBJA Red Brasileña de Justicia Ambiental, Brasil
169.Red Ambiental Loretana, Perú
170.Red Colombiana de Acción frente al Libre Comercio y el ALCA -RECALCA, Colombia
171.Red Comunitaria, Cuba
172.Red Mexicana de Accion frente al Libre Comercio RMALC, Mexico
173.Red Mexicana de Afectados por la Mineria REMA, Mexico
174.Red Theomai, Argentina
175.Regenwald-Institut e.V., Germany
176.Rel-UITA, Uruguay
177.Reseaus Defenseurs des DDHH Bamako, Mali
178.Rete Radié Resch, Italy
179.Robin Wood, Germany
180.Salva la Selva/ Rettet den Regenwald, Germany
181.Save Our Borneo, Central Kalimantan, Indonesia
182.Semillas de Identidad, Campaña por la Defensa de la Biodiversidad y la SoberaníaAlimentaria, Colombia
183.Serikat Petani Indonesia SPI Indonesian Peasant Union (Via Campesina), Indonesia
184.Sindicato Trabajadores Rurales de Coraler SITRACOR, Uruguay
185.Slow Food, Kenya
186.Sociedad Colombiana de Automovilistas SCA, Colombia
187.Sociedade Maranhense de Direitos Humanos, Brasil
188.Society for Threatened Peoples, Germany
189.Soldepaz Pachakuti, Spain
190.Southern African Faith Communities Environment Institute SAFCEI, South Africa
191.Student Board of Executives, Social and Political Science Faculty University of Indonesia, Indonesia
192.Timberwatch, Southafrica
193.Transnational Institute, Netherlands
194.Transnational Migrant Platform, Netherlands
195.Traper@s de Emaus de Dualez,Torrelavega, Cantabria, Spain
196.Tulele Peisa Inc., Papua New Guinea
197.Unión de Trabajadores Rurales del Sur del País UTRASURPA, Uruguay
198.Union paysanne, Canada
199.Vecin@s del pueblo de Dualez, Torrelavega, Cantabria, Spain
200.WALHI Jambi Friends of the Earth Province Jambi, Indonesia
201.Walter Sisulu Environmental Centre Pretoria, South Africa
202.Watch Indonesia, Germany
203.WEED Weltwirtschaft, Ökologie & Entwicklung e.V., Germany
204.World Rainforest Movement WRM, Uruguay
205.Yayasan Sahara, Indonesia
206.Youth for Ecology Liberation, USA
207.Zona Humanitaria Comunidad Civil de Vida y Paz CIVIPAZ Meta, Colombia
208.Zona Humanitaria de la Comunidad Vida y Trabajo La Balsita Dabeiba, Colombia
209.Zonas humanitarias y de Biodiversidad de la Comunidad de Autoderteminación Vida y Dignidad CAVIDA Cacarica, Colombia
210.Zonas Humanitarias y Zonas de Biodiversidad, Consejo Comunitario del Curvaradó, Colombia
211.Zonas Humanitarias y Zonas de Biodiversidad, Consejo Comunitario del Jiguamiandó, Colombia

1 komentar:

Galaksi Bima Sakti mengatakan...

Wah, gimana ya? Setuju apa gak ya? Padahal akan ada seminar RSPO di kampus tgl 10 oktober ini.