Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Senin, 10 November 2008

Jangan Gegabah Jual Lahan, Harga Tandan Buah Segar Rp400/Kg

Minggu, 09 November 2008
Padang, Padek—Harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit terus merosot, dari harga awalnya seharga Rp1.800 per kg, kini hanya Rp400 per kg. Kondisi itu membuat ribuan petani sawit di Sumbar pun menjerit. Tak terlintas dalam benak merekam bila krisis keuangan yang dialami Negara Amerika menghentakan nilai jual TBS petani. “Jangankan untuk mengambil keuntungan dari hasil panen, untuk membayar upah buruh memanen saja kami sudah tidak sanggup.

Kami tidak tahu persoalan apa sebenarnya yang terjadi saat ini sehingga harga sawit begitu anjlok,” keluh Sri Noval Mulyadi (37) petani sawit di Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) kepada Padang Ekspres, Sabtu (8/11). Noval menceritakan, selama ini dengan lahan sawit 2 hektare dan harga sawit Rp 1.800 per kg, maka setiap bulannya mampu menghasilkan uang minimal Rp5 juta per bulan. Namun dengan kondisi harga saat ini, setiap bulan hanya mampu menghasilkan Rp1,2 juta.

“Harga Rp1,2 juta itu belum dipotong upah memanen dan mengangkut. Dua bulan bulan ini kita hanya mampu terima bersih maksimal Rp500 ribu. Kalau sudah begini kami mau makan apa lagi,” keluh Noval lagi. Bahkan dirinya juga mengaku, sudah mulai banyak petani sawit di daerahnya itu yang ingin menjual lahan sawitnya, lantaran anjloknya nilai jual TBS.

Jangan Dijual

S Budi Syukur, pengusaha Sumbar yang juga bergerak di bidang sawit, menilai aksi penjualan lahan yang dilakukan petani di Sumbar hendaknya jangan dilakukan. Petani jangan cepat terpengaruh atau gegabah untuk menjual lahan sawitnya, hanya gara-gara mendengarkan pasar dunia tidak lagi membeli sawit Indonesia.

Menurut pengamatan Budi Syukur, krisis ekonomi global yang terjadi kini kemungkinan besar hanya berlangsung sesaat, tidak seperti krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 lalu. “Diperkirakan krisis kali ini berlangsung sekitar 1 hingga 2 bulan saja. Setelah itu akan normal kembali dan daya beli pasar dunia berjalan seperti biasa,” katanya.

Budi Syukur juga menyebutkan, kondisi sulit yang dirasakan petani sawit Indonesia khususnya Sumbar, juga disebabkan tidak adanya pabrik pengolahan untuk turunan buah sawit di negara kita. Kebanyakan yang ada berupa pabrik pembuat minyak sawit. Padahal, lanjutnya, untuk turunan sawit lainnya seperti cangkang, kulit dan batang sawit juga memiliki nilai ekonomi. Dengan begitu krisis yang terjadi tidak begitu mempengaruhi hasil panen sawit masyarakat. (*)


Tidak ada komentar: