Senin, 10 Nopember 2008 16:06
Protes Perusakan Hutan,
Aktifis Greenpeace melakukan protes perusakan hutan di Riau. Protes tersebut dilakukan dalam bentuk menghadap salah satu kapan pemuat CPO yang akan diekspor dari Dumai.
Riauterkini-DUMAI-Aktifis Greenpeace pagi tadi, Senin (10/11) melakukan aksi untuk menyoroti sejumlah kapal tanker ekspor yang memuat CPO sebelum meninggalkan Dumai, yang merupakan pelabuhan utama bagi ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia, dan mencegah salah satunya sebelum berangkat menuju Eropa.
Para aktivis juga mengecat sebuah tongkang yang penuh dengan kayu bulat di pelabuhan. Mereka menuliskan kata-kata "Forest Crime" atau "Kejahatan Hutan" pada lambung tiga kapal bermuatan minyak kelapa sawit dan tongkang kayu tersebut sebagai protes terus berlangsungnya pengrusakan hutan Indonesia. Salah satu aktivis Greenpeace mengunci dirinya pada rantai jangkar dari kapal Gran Couva untuk mencegahnya meninggalkan Indonesia. Muatan minyak kelapa sawit di atas Gran Couva adalah milik Grup Wilmar.
"Hari ini Greenpeace melakukan aksi untuk menyoroti buruknya dampak yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit dan industri penebangan terhadap ekosistem lahan gambut dan hutan Indonesia serta terhadap iklim global," kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara. "Memenuhi permintaan minyak kelapa sawit dan komoditi lain bisa tetap berlangsung tanpa merusak hutan dan perusahaan seperti Wilmar harus mendukung seruan industri dan pemerintah daerah untuk penghentian sementara penebangan."
Dalam pelayaran "Hutan untuk Iklim" kapal Esperanza di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit di konsesi Sinar Mas dekat Jayapura. Greenpeace juga menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut di Riau.
Konversi hutan dan lahan gambut yang demikian pesat untuk perkebunan kelapa sawit dan bahan bubur kertas merupakan pendorong deforestasi terbesar di Indonesia. Karbon yang dilepaskan oleh kegiatan ini membuat Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca ketiga terbesar di dunia. Sebagian besar ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia bertujuan ke Cina, Eropa dan India.
"Hutan Indonesia lebih bernilai bila dibiarkan pada tempatnya daripada diekspor sebagai kayu bulat dan minyak kelapa sawit," kata Bustar. "Sangat penting untuk melindungi hutan Indonesia dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas untuk memerangi dampak perubahan iklim, mengentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Ini berarti harus segera diberlakukan jeda tebang dan dimulainya pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi hutan."
Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran "Hutan untuk Iklim" pada tanggal 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara. Greenpeace menyerukan pemberlakuan sesegera mungkin penghentian sementara (moratorium) terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan sebab-sebab deforestasi lain.
Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang independen yang bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat guna melindungi dan melestarikan lingkungan hidup serta mengusung perdamaian.***(rls)
Protes Perusakan Hutan,
Aktifis Greenpeace melakukan protes perusakan hutan di Riau. Protes tersebut dilakukan dalam bentuk menghadap salah satu kapan pemuat CPO yang akan diekspor dari Dumai.
Riauterkini-DUMAI-Aktifis Greenpeace pagi tadi, Senin (10/11) melakukan aksi untuk menyoroti sejumlah kapal tanker ekspor yang memuat CPO sebelum meninggalkan Dumai, yang merupakan pelabuhan utama bagi ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia, dan mencegah salah satunya sebelum berangkat menuju Eropa.
Para aktivis juga mengecat sebuah tongkang yang penuh dengan kayu bulat di pelabuhan. Mereka menuliskan kata-kata "Forest Crime" atau "Kejahatan Hutan" pada lambung tiga kapal bermuatan minyak kelapa sawit dan tongkang kayu tersebut sebagai protes terus berlangsungnya pengrusakan hutan Indonesia. Salah satu aktivis Greenpeace mengunci dirinya pada rantai jangkar dari kapal Gran Couva untuk mencegahnya meninggalkan Indonesia. Muatan minyak kelapa sawit di atas Gran Couva adalah milik Grup Wilmar.
"Hari ini Greenpeace melakukan aksi untuk menyoroti buruknya dampak yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit dan industri penebangan terhadap ekosistem lahan gambut dan hutan Indonesia serta terhadap iklim global," kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara. "Memenuhi permintaan minyak kelapa sawit dan komoditi lain bisa tetap berlangsung tanpa merusak hutan dan perusahaan seperti Wilmar harus mendukung seruan industri dan pemerintah daerah untuk penghentian sementara penebangan."
Dalam pelayaran "Hutan untuk Iklim" kapal Esperanza di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit di konsesi Sinar Mas dekat Jayapura. Greenpeace juga menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut di Riau.
Konversi hutan dan lahan gambut yang demikian pesat untuk perkebunan kelapa sawit dan bahan bubur kertas merupakan pendorong deforestasi terbesar di Indonesia. Karbon yang dilepaskan oleh kegiatan ini membuat Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca ketiga terbesar di dunia. Sebagian besar ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia bertujuan ke Cina, Eropa dan India.
"Hutan Indonesia lebih bernilai bila dibiarkan pada tempatnya daripada diekspor sebagai kayu bulat dan minyak kelapa sawit," kata Bustar. "Sangat penting untuk melindungi hutan Indonesia dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas untuk memerangi dampak perubahan iklim, mengentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Ini berarti harus segera diberlakukan jeda tebang dan dimulainya pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi hutan."
Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran "Hutan untuk Iklim" pada tanggal 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara. Greenpeace menyerukan pemberlakuan sesegera mungkin penghentian sementara (moratorium) terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan sebab-sebab deforestasi lain.
Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang independen yang bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat guna melindungi dan melestarikan lingkungan hidup serta mengusung perdamaian.***(rls)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar