Senin, 19 Januari 2009 16:38
Kawasan resapan air di wilayah Riau belakangan kian kritis. Keberadaan kebun kelapa sawit dinilai turut memperparah kerusakan kawasan penting tersebut.
Riauterkini-PEKANBARU- Perkebunan kelapa sawit memperparah kondisi daerah tangkapan air yang sudah kritis di Riau. Pemerintah diminta untuk segera merevisi tata ruang berbasiskan penyelamatan daerah sungai di Riau. Hal tersebut diungkapkan Direktur Rona Lingkungan Universitas Riau (Unri) Tengku Ariful Amri kemarin. Menurutnya hutan di bagian hulu empat sungai di Riau yang selama ini menjadi daerah tangkapan air kondisinya sudah sangat parah. Empat Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut yakni Sungai Kampar, Siak, Rokan dan Indragiri. Empat sungai besar ini menyimpanan ribuan anak sungai di seluruh Riau.
“Penggundulan hutan terjadi pada hutan di bagian hulu sungai tersebut. Hutan di bagian hulu sejumlah sungai tadi disulap menjadi perkebunan kelapa sawit. Sehingga daya dukung tangkapan airnya menjadi turun drastis,” kata Ariful.
Misalnya kawasan lindung Bukit Suligi yang menjadi daerah utama pendukung persedian air bagi sungai Siak. Kondisi tutupan vegetasi hutan di sana sudah kritis. Dari sekitar 32 ribu hektare luasnya, hanya tinggal 3 ribu hektare saja yang vegetasi hutannya masih terbilang lestari. Selebihnya sudah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet warga. Sementara pada bagian hulu Sungai Kampar, daerah tangkapan airnya berada pada wilayah Pangkalan, Sumatra Barat. Sedangkan bagian hulu Sungai Rokan, daerah tangkapan airnya bergantung pada kondisi hutan Mahato di Rokan Hulu, hutan di Pasaman, Sumatra Barat (Sumbar) dan daerah Sumatra Utara (Sumut). “Yang jelas untuk sungai Rokan, daerah tangkapan airnya juga sudah rusak berat. Pembangunan perkebunan kelapa sawit juga memperparah kondisi tangkapan air untuk Rokan,” jelasnya.
Nasib serupa juga dialami DAS Indragiri yang berhulu pada hutan di daerah Lubuk Jambi dan Singakarak Sumatra Barat (Sumbar). Lagi-lagi, hutan bagi hulu DAS tersebut sudah diisi perkebunan kelapa sawit. Penggundulan di bagian hulu sejumlah DAS tadi menyebabkan kelerangan yang cukup curam. Kondisi ini berdampak pada erosi. Tanah yang terkikis oleh hujan akan terbawa air hingga menyebabkan pendangkalan di bagian hilir. Kondisi ini terjadi salah satunya pada Sungai Siak. Saat ini kedalaman Sungai Siak hanya tinggal sekitar 15 meter saja di bagian hilir. Padahal 10 tahun yang lewat, kedalaman Sungai Siak mencapai 22 meter.
Pendangkalan ini membuat daya tampung Sungai Siak menjadi sangat jauh berkurang. Bila musim hujan tiba, kota di pinggiran Sungai bagian hilir masih terendam banjir. Misalnya Pekanbaru yang sebelumnya menderita banjir setahun sekali. Meningkat menjadi tiga kali sepanjang 2008 lalu. Menurut Ariful, operasi pembalakan liar yang dilakukan pemerintah belum membuat kondisi daerah tangkapan air tersebut pulih. “Hampir bisa dibilang kondisinya masih stagnan. Mengalami perbaikan tapi dampaknya belum terasa. Semakin buruk juga tidak,” tuturnya.
Solusinya, lanjut Ariful komitmen kuat dari pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten untuk merivisi tata ruang bagi penyelamatan daerah tangkapan air. Dan memikirkan ulang berbagai kebijakan pembangunan agar tidak berbenturan dengan penyelamatan daerah tangkapan air. Misalnya, menutup rapat pemberian izin pembangunan perkebunan di daerah tangkapan air.
Sementara Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Rachman Siddik sebelumnya mengatakan pihak terus berupaya mereboisasi hutan konservasi yang kondisi sudah rusak. Dan memusnahkan perkebunan kelapa sawit yang menempati wilayah hutan lindung. “Kami telah menumbangkan sekitar seratusan hektare perkebunan kelapa sawit warga di Hutan Lindung Bukit Suligi. Selain karena perkebunan di dalam hutan lindung menyalahi aturan, kebijakan tersebut juga untuk menyelamatkan Bukit Suligi sebagai hulunya Sungai Siak,” jelas Rachman.***(mad)
Kawasan resapan air di wilayah Riau belakangan kian kritis. Keberadaan kebun kelapa sawit dinilai turut memperparah kerusakan kawasan penting tersebut.
Riauterkini-PEKANBARU- Perkebunan kelapa sawit memperparah kondisi daerah tangkapan air yang sudah kritis di Riau. Pemerintah diminta untuk segera merevisi tata ruang berbasiskan penyelamatan daerah sungai di Riau. Hal tersebut diungkapkan Direktur Rona Lingkungan Universitas Riau (Unri) Tengku Ariful Amri kemarin. Menurutnya hutan di bagian hulu empat sungai di Riau yang selama ini menjadi daerah tangkapan air kondisinya sudah sangat parah. Empat Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut yakni Sungai Kampar, Siak, Rokan dan Indragiri. Empat sungai besar ini menyimpanan ribuan anak sungai di seluruh Riau.
“Penggundulan hutan terjadi pada hutan di bagian hulu sungai tersebut. Hutan di bagian hulu sejumlah sungai tadi disulap menjadi perkebunan kelapa sawit. Sehingga daya dukung tangkapan airnya menjadi turun drastis,” kata Ariful.
Misalnya kawasan lindung Bukit Suligi yang menjadi daerah utama pendukung persedian air bagi sungai Siak. Kondisi tutupan vegetasi hutan di sana sudah kritis. Dari sekitar 32 ribu hektare luasnya, hanya tinggal 3 ribu hektare saja yang vegetasi hutannya masih terbilang lestari. Selebihnya sudah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet warga. Sementara pada bagian hulu Sungai Kampar, daerah tangkapan airnya berada pada wilayah Pangkalan, Sumatra Barat. Sedangkan bagian hulu Sungai Rokan, daerah tangkapan airnya bergantung pada kondisi hutan Mahato di Rokan Hulu, hutan di Pasaman, Sumatra Barat (Sumbar) dan daerah Sumatra Utara (Sumut). “Yang jelas untuk sungai Rokan, daerah tangkapan airnya juga sudah rusak berat. Pembangunan perkebunan kelapa sawit juga memperparah kondisi tangkapan air untuk Rokan,” jelasnya.
Nasib serupa juga dialami DAS Indragiri yang berhulu pada hutan di daerah Lubuk Jambi dan Singakarak Sumatra Barat (Sumbar). Lagi-lagi, hutan bagi hulu DAS tersebut sudah diisi perkebunan kelapa sawit. Penggundulan di bagian hulu sejumlah DAS tadi menyebabkan kelerangan yang cukup curam. Kondisi ini berdampak pada erosi. Tanah yang terkikis oleh hujan akan terbawa air hingga menyebabkan pendangkalan di bagian hilir. Kondisi ini terjadi salah satunya pada Sungai Siak. Saat ini kedalaman Sungai Siak hanya tinggal sekitar 15 meter saja di bagian hilir. Padahal 10 tahun yang lewat, kedalaman Sungai Siak mencapai 22 meter.
Pendangkalan ini membuat daya tampung Sungai Siak menjadi sangat jauh berkurang. Bila musim hujan tiba, kota di pinggiran Sungai bagian hilir masih terendam banjir. Misalnya Pekanbaru yang sebelumnya menderita banjir setahun sekali. Meningkat menjadi tiga kali sepanjang 2008 lalu. Menurut Ariful, operasi pembalakan liar yang dilakukan pemerintah belum membuat kondisi daerah tangkapan air tersebut pulih. “Hampir bisa dibilang kondisinya masih stagnan. Mengalami perbaikan tapi dampaknya belum terasa. Semakin buruk juga tidak,” tuturnya.
Solusinya, lanjut Ariful komitmen kuat dari pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten untuk merivisi tata ruang bagi penyelamatan daerah tangkapan air. Dan memikirkan ulang berbagai kebijakan pembangunan agar tidak berbenturan dengan penyelamatan daerah tangkapan air. Misalnya, menutup rapat pemberian izin pembangunan perkebunan di daerah tangkapan air.
Sementara Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Rachman Siddik sebelumnya mengatakan pihak terus berupaya mereboisasi hutan konservasi yang kondisi sudah rusak. Dan memusnahkan perkebunan kelapa sawit yang menempati wilayah hutan lindung. “Kami telah menumbangkan sekitar seratusan hektare perkebunan kelapa sawit warga di Hutan Lindung Bukit Suligi. Selain karena perkebunan di dalam hutan lindung menyalahi aturan, kebijakan tersebut juga untuk menyelamatkan Bukit Suligi sebagai hulunya Sungai Siak,” jelas Rachman.***(mad)
http://www.riauterkini.com/lingkungan.php?arr=22505
2 komentar:
Kata kuncinya: tata ruang untuk daerah tangkapan air (?)
saya dari cv prima admiralindo menawarkan kepada bapak pupuk/kapur petanian kaptan dan dolomit.untuk info lbh lngkap bapak bs buka www.kapurpertanian.blogspot.com
terima kasih
Posting Komentar