Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Selasa, 06 Januari 2009

Petani Sumsel dan Jambi Masih Tekor

Selasa, 6 Januari 2009 | 03:00 WIB 

Palembang, Kompas - Pendapatan petani di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi masih lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran mereka sehari-hari alias tekor. Bahkan, dari hasil survei mengenai nilai tukar petani yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada November 2008, Jambi memiliki nilai tukar yang terendah di Indonesia.

Nilai tukar petani (NTP) Sumatera Selatan naik 3,12 persen, tetapi angkanya masih di bawah 100, yakni menjadi 96,45. Kondisi tersebut tidak berbeda dengan yang dialami sebagian besar petani di Jambi dengan NTP hanya 73.

NTP adalah indikator yang mengukur kesejahteraan petani melalui perbandingan indeks harga yang diterima dan dibayar petani. Pada level 100, indeks yang diterima dan yang dibayarkan petani seimbang. Semakin tinggi NTP, tingkat kesejahteraan petani dikatakan semakin baik.

Kepala Bidang Statistik dan Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan Nazaruddin Latief, Senin (5/1), di ruang kerjanya, mengatakan, nilai tukar petani di sektor padi, palawija, dan tanaman perkebunan rakyat mengalami kenaikan. Namun, secara tahunan, NTP Sumatera Selatan menunjukkan penurunan cukup tajam.

”Fenomena rendahnya nilai tukar petani selama dua bulan terakhir ini merupakan dampak dari krisis keuangan global yang terjadi sejak September 2008 yang menimpa komoditas andalan Sumatera Selatan, seperti karet, kelapa sawit, dan kopi,” katanya.

Menurut dia, NTP padi dan palawija di Sumatera Selatan sebesar 100,96 persen menunjukkan bahwa petani ini relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan tahun dasar 2007. Secara umum, terjadi peningkatan indeks daya beli sebesar 1,15 persen.

Sementara itu, berdasarkan pemantauan Kompas, harga beras di Pasar Cinde, Palembang, mengalami kenaikan Rp 500 menjadi Rp 6.500 per kilogram untuk beras merek Selancar. Menurut Ajit, pedagang bahan pokok di Pasar Cinde, kenaikan harga beras sudah terjadi sejak dua minggu terakhir.

Penyebab kenaikan harga beras karena musim hujan yang semakin memuncak. Akibatnya pengeringan beras di tingkat petani maupun di penggilingan tak maksimal.

”Selain musim hujan, kenaikan harga dipengaruhi kondisi permintaan dan persediaan. Kalau permintaan tidak tinggi dan persediaan cukup, harganya tidak akan naik,” kata Ajit.

Petani Jambi ”nombok”

Kepala Bidang Distribusi Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi Fauzi mengatakan, petani di Jambi pada subsektor perikanan dan peternakan mengalami kesejahteraan yang rendah, tecermin dari NTP yang hampir setiap bulan berada di bawah 100.

”Petani di Jambi rupanya masih harus nombok karena nilai yang diterima lebih rendah dari yang dibayarkan,” tutur Fauzi.

Selama dua bulan terakhir, NTP petani di Jambi terendah secara nasional. Penurunan NTP paling signifikan disebabkan oleh penurunan harga panen sawit dan karet sejak dua bulan lalu.

Hal ini terlihat dari pergerakan NTP subsektor perkebunan rakyat yang sejak Januari-September selalu di atas 100, tetapi melorot menjadi 74 pada Oktober dan terus turun menjadi 73 pada November.

Penurunan NTP pada subsektor perkebunan rakyat juga terjadi di sejumlah provinsi penghasil sawit dan karet, seperti di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Akan tetapi, NTP petani di daerah lain tetap tinggi karena ditopang oleh tingginya NTP di subsektor lain, seperti perikanan, peternakan, dan hortikultura.

Pada November, deflasi di pedesaan Jambi mencapai 0,37 persen. (ONI/ITA/WAD)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/06/00093198/petani.sumsel.dan.jambi.masih.tekor

Tidak ada komentar: