Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Rabu, 14 Mei 2008

Masyarakat Adat Korban Perkebunan Sawit Bertemu


Masyarakat Adat Korban Perkebunan Sawit Bertemu
Sabtu, 3 Mei 2008 | 01:44 WIB

Jambi, Kompas - Masyarakat adat dari sejumlah daerah bertemu untuk memprotes keberadaan perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan pelanggaran hak-hak adat. Pembangunan perkebunan sawit dituntut tidak lagi menafikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Demikian yang terangkum dalam pertemuan masyarakat korban pembangunan perkebunan sawit. Kegiatan yang berlangsung sejak 29 April-1 Mei 2008 tersebut dihadiri, antara lain oleh warga dari Jambi, Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat serta lembaga swadaya masyarakat.

Syafe'i, warga Kabupaten Batanghari, Jambi, mengatakan, masuknya salah satu perusahaan sawit swasta di sana mengakibatkan terampasnya tanah rakyat. Perusahaan menebangi pohon karet milik masyarakat secara paksa.

”Permukiman dan pemakaman warga dalam hutan juga dibongkar, kemudian ditanami pohon sawit oleh perusahaan. Warga tidak bisa berbuat apa-apa karena perusahaan dilindungi pihak-pihak tertentu dalam melakukan penggusuran kebun rakyat,” tuturnya.

Sudah mengadu

Salah seorang warga Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Marlis, menceritakan persoalan serupa. Menurutnya, masyarakat mencoba beberapa kali mengadu ke pemerintah dan dinas perikanan karena persawahan dan sungai mereka tercemar limbah sawit.

Warga merasakan aduan yang selama ini dilayangkan kepada pemerintah belum mendapat tanggapan memadai. Bahkan, ada kesan, pengusaha, yang di mata pemerintah sebagai investor, justru dilindungi dan dibela.

”Pernah, tahun 1999 kami mencoba menahan beberapa alat berat perusahaan, tetapi malah kami yang mendapat celakanya. Warga justru yang ditahan oleh petugas karena dianggap mengganggu keamanan di wilayah perkebunan,” ujarnya

Setelah beroperasinya perusahaan sawit di sana, daerah persawahan masyarakat di sekitar tidak ada yang bisa di tanami lagi karena limbah pengolahan sawit perusahaan tersebut telah menyebar dan terbawa oleh banjir.

Tidak berbatas

Persoalan yang terjadi di Kalimantan Barat, menurut Ober, warga setempat, diawali dengan tidak adanya kejelasan tapal batas Desa Sasak dan perkebunan sawit perusahaan yang masuk. Saat salah satu anak perusahaan Grup Wilmar masuk, masyarakat menganggap terjadi penyerobotan lahan.

Warga pun langsung beramai-ramai menahan beberapa alat berat milik perusahaan. Beberapa hari kemudian perusahaan membawa aparat ke lokasi untuk mengambil kembali alat-alat yang di tahan masyarakat.

Kasus ini berlanjut sampai persoalan akhirnya difasilitasi oleh aparat pemerintahan setempat. Setelah berunding, perusahaan dinyatakan bersalah dan membayar denda adat serta ganti rugi kepada warga.

Menurut koordinator acara, Nurbaya Zulhakim, dari Setara Jambi, kegiatan ini untuk mempertemukan masyarakat korban pembangunan perkebunan sawit di sejumlah daerah. Dari pertemuan ini, diharapkan dapat dibangun strategi bersama bagi masyarakat korban dalam memperjuangkan hak-hak sosial ekonominya.

”Tujuannya supaya masyarakat lokal dan lingkungan tidak lagi mendapatkan dampak negatif dari sistem perkebunan kelapa sawit skala besar. Ini perlu sinergi,” ujarnya.

Namun, diperlukan keberpihakan dari pemerintah kepada warga. Artinya, pengusaha yang berinvestasi diwajibkan memperhatikan secara serius hak-hak warganya. (ITA)

Tidak ada komentar: