Blog ini adalah kumpulan informasi perkelapa sawitan Riau dan diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap advokasi permasalahan akibat boomingnya perkebunan kelapa sawit di indonesia (This blog is collective information about palm oil in Riau Province and hopefully it will provide a contribution for advocacy of problems as because development of palm oil in Indonesia)
Welcome To Riau Info Sawit
Selasa, 20 Desember 2011
Rebut Lahan Petani Inhil, Komnas HAM Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM Perusahaan Asal Malaysia
Komnas HAM menurunkan tim ke Desa Tanjung Simpang, Inhil. Tujuannya menyelidiki dugaan pelanggaran HAM PT THIP, perusahaan asal Malaysia terhadap petani setempat.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Komisi Nasional Hak Asasi Manunia (KOMNAS HAM) akan turun melakukan investigasi dan penyelidikan ke areal lahan milik petani yang tergabung dalam Forum Masyarakat Kelompok Tani (FMKT) Desa Tanjung Simpang yang dicaplok perusahaan sawit asal Malaysia, PT Tabung Haji Indo Plantations (PT THIP) di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.
Kepastian akan turunnya tim dari Komnas HAM tersebut disampaikan kuasa hukum FKMT Desa Tanjung Simpang, Munir Kairoti. Menurutnya, laporan mereka telah ditindaklanjuti oleh Komnas HAM dan akan segera turun ke lokasi sengketa lahan milik kliennya tersebut.
“Tim dari Komnas HAM akan turun untuk melakukan investigasi dan penyelidikan ke lokasi lahan milik petani yang telah puluhan tahun diserobot PT THIP ini,” ungkap kuasa hukum FKMT Desa Tanjung Simpang, Munir Kairoti, SH kepada riauterkini.com, Selasa (20/12/11) via telepon selulernya. Saat ini ia mengaku sedang berada di Jakarta untuk mengurus masalah tersebut.
Menurutnya, sebelumnya pihaknya telah melayangkan laporan kepada Komnas HAM pada tanggal 8 November lalu dengan nomor surat 2.746/K/TMT/XI/2011 perihal perkembangan kasus milik petani Desa Tanjung Simpang yang dirampas perusahaan sawit asal Malaysia tersebut.
Laporan tersebut diterima Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Kabul Supriyadhie dengan nomor agenda 71.826 . Pihak Komnas HAM langsung merespons laporan tersebut dan akan menindaklanjuti dan melakukan langkah sesuai dengan laporan tersebut.
“Masalah ini kita laporkan ke Komnas HAM, karena telah terjadi pelanggaran HAM petani oleh perusahaan ini. Selama puluhan tahun petani kehilangan lahan penghidupan, padahal jelas-jelas Putusan Mahkamah Agung RI Reg.No.204 K/TUN/2003 mengakui bahwa lahan tersebut milik petani,” tegas advokat asal Ambon tersebut.
Lanjut Munir, nantinya tim Komnas HAM akan turun ke lokasi disertai oleh pihak kepolisian untuk mengumpulkan bahan dan keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM petani disana.
“Diperkirakan pada akhir bulan ini juga tim ini akan berangkat ke Tembilahan untuk seterusnya menuju lokasi di Desa Tanjung Simpang. Sebelumnya, kita terlebih dahulu berangkat ke Inhil, “ imbuh advokat yang telah lebih satu tahun ini mendampingi petani Desa Tanjung Simpang merebut kembali hak mereka tersebut.***(mar)
Polda Riau Segel Kantor PT Palma Satu dan PKS PT BBU di Inhu
PT Palma Satu dan PKS PT BBU di Inhu terhenti operasinya, menyusul penyegelan yang dilakukan tim Polda Riau terkait dugaan penyimpangan izin.
Riauterkini -RENGAT–Tim Resmob dan Sub Tipiter Polda Riau bersama Dinas Kehutanan Provinsi Riau serta Pemkab Inhu, melakukan penggeledahan dan penyegelan (police line) terhadap kantor PT Palma Satu di Desa Penyaguan Kecamatan Batang Gangsal.
Serta pabrik kelapa sawit (PKS) PT.Banyu Bening Utama (BBU) di desa Kuala Mulya Kecamatan Kuala Cenaku. Jumat (16/12/11)
Penggeledahan dan penyegelan terhadap dua anak perusahaan Duta Palma Grup tersebut terkait dugaan pelanggaran perizinan perusahaan, pelanggaran kehutanan serta pencemaran lingkungan.
Akibat penyegelan, ini operasional perusahaan dan truck pengangkut tandan buah segar (TBS) milik masyarakat ke PKS terhenti.
Selain melakukan penyegelan, tim Polda Riau juga mengamankan satu unit alat berat, 2 truck CPO, 1 truck colt diesel serta 15 karyawan untuk dimintai keterangan. Alat berat, truck dan karyawan dibawa ke Polres Inhu.
Kapolres Inhu, AKBP Hermansyah yang dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya tim Polda Riau turun terkait penanganan PT Palma Satu. Namun Kapolres tidak mengetahui secara pasti tindakan yang dilakukan tim Polda Riau. “Sebaiknya coba hubungi Kasat Reskrim. Sebab, saat ini saya sedang di Pekanbaru,” ujarnya.
Kasat Reskrim, AKP Kurniawan Hartono ketika dihubungi mengatakan, bahwa Polres Inhu dalam hal ini hanya sebatas back up tim Polda Riau. Bahkan Kasat juga menyarankan untuk konfirmasi lebih lanjut ke Polda Riau. “Untuk lebih jelasnya konfirmasi saja ke Polda Riau. Sebab, Polres hanya sebatas back up,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMD-PPT) Kabupaten Inhu, Adri Respen mengungkapkan PT Palma Satu hanya mengantongi izin gangguan (HO) untuk satu bangunan kantor seluas 46,1 x 10 meter dan Izin Usaha Perkebunan melalui SK Bupati Inhu No 91 tahun 2007.
Sementara untuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap sejumlah bangunan baru yang ada, SIUP dan TDP tidak pernah dikantongi sampai saat ini.
“Bahkan dilokasi PT Palma Satu saat ini ada beberapa bangunan kantor yang baru, tapi belum ada HO nya,” ungkap Respen.
Sedangkan PT BBU, sejauh ini hanya mengantongi izin untuk pabrik saja, sedangkan untuk IMB, HO, TDP dan SIUP juga tidak pernah dikantongi.
Di hubungi terpisah humas Duta Palma Grup, Alfian Simbolon kepada riauterkini.com Jumat (16/12/11) mempertanyakan langkah tim Polda Riau yang melakukan penyegelan terhadap PT Palma Satu dan PKS PT BBU. Sebab sejauh ini pihak perusahaan tidak pernah menerima surat penyegelan tersebut.
“Dasar hukumnya apa sehingga dilakukan penyegelan dan memberikan police line tersebut. Sebab untuk melakukan penyegelan harus ada kekuatan hukum pengadilan,” tandasnya melalui telepon selular.
Alfian membantah jika PKS PT BBU terdapat diareal kawasan hutan lindung gambut, sebab pihaknya sudah mengantongi rekomendasi teknis dari Kepala Dinas Kehutanan Inhu yang ditandatangani Ir Slamet. “Kalau soal PT Palma saya belum pelajari,” jelasnya.
Sementara itu Bupati Inhu Yopi Arianto, ketika dikonfirmasi riauterkini.com Jumat (16/12/11) memberikan apresiasi atas tindakan penegakan hukum yang dilakukan Polda Riau, terhadap kedua perusahaan grup Duta Palma.
"Pemkab Inhu mendukung tindakan Polda Riau, terhadap perusahaan yang telah melanggar aturan berlaku," tegas Yopi Arianto.***(guh)
Sabtu, 10 Desember 2011
Limbahnya Diduga Bermasalah, Anggota DPRD Inhil Minta PT CIK Ditutup
Muncul desakan dari kalangan anggota DPRD Inhil agar PT CIK ditutup. Pasalnya, perusahaan pabrik kelapa sawit tersebut limbahnya bermasalah.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Dewan mengharapkan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Inhil mengambil tindakan tegas terhadap PT Citra Indah Karya (PT CIK), Desa Keritang, Kecamatan Kemuning, kalau terbukti pengelolaan limbahnya bermasalah.
Pernyataan ini dikemukan Ketua Komisi III DPRD Inhil, Edy Gunawan, menurutnya pihaknya telah mendapatkan laporan dari masyarakat sekitar perusahaan sawit tersebut, terkait pengelolaan limbahnya yang disebutkan tidak sesuai Amdal.
““Kita mengharapkan Badan Lingkungan Hidup Inhil, bertindak tegas kepada perusahaan ini. Kalau memang nantinya ditemukan pelanggaran (terkait limbah, red), maka tutup saja perusahaan ini,” ungkap Ketua Komisi III DPRD Inhil, Edy Gunawan, Jum’at (9/12/11).
Lanjut politisi PKB ini, pihak perusahaan harus bertanggung jawab, kalau memang proses pengelolaan limbahnya bermasalah dan melanggar ketentuan. Kalau mengacu kepada Undang-Undang 30 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, maka perusahaan ini dapat dikenai sanksi pidana, bahkan sampai dicabut izinnya.
Edy menerangkan, dampak dari pencemaran lingkungan akibat pengelolaan limbah PT CIK tersebut, membuat warga tidak berani lagi menggunakan air sungai setempat, karena membuat kulit gatal-gatal. Bahkan, ikan pun banyak yang mati.
Sayang Humas PT CIK, Karnadi ketika dikonfirmasi terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh perusahaan sawit ini enggan mengangkat telepon selulernya, bahkan SMS yang dikirim pun tak dibalasnya.***(mar)
Minggu, 20 November 2011
Terkait Kebun Sawit Nazaruddin, Menhut juga Digugat
Menhut Zulkifli digugat aktivis lingkungan, Riau Madani di Pengadilan Negeri (PN) Dumai, Riau. Sudang gugatan soal status lahan ini sudah berjalan untuk ketiga kalinya dalam jawaban pihak tergugat.
"Sudah tiga kali sidang, Menhut tidak pernah hadir. Kita melakukan gugatan tersebut terkait alih fungsi lahan dari hutan produksi disulap PT Manahatan menjadi kebun sawit seluas 2.200 hektar di Kabupaten Bengkalis, Riau," kata Koordinator LSM lingkungan, Riau Madani, Tomy Manungkalit kepada detikcom, Sabtu (19/11/2011) di Pekanbaru.
Tomy menjelaskan, kebun sawit PT Manahatan itu merupakan milik Nazarudin, M Nasir dan Anaz Urbaningrum sesuai akte perusahaan. Ketiga pemilik saham ini digugat pihak aktivis. Sedangkan tergugat 4 adalah Menhut, Zulkifli Hasan.
"Dasar gugatan kita adalah, lahan sawit PT Manahatan berada di atas lahan berstatus hutan produksi. Dan sampai sekarang, Kemenhut belum pernah mengeluarkan izin pelepasan hutan produksi untuk perkebunan sawit. Kita anggap kebun sawit milik politikus Partai Demokrat ini harus dibongkar seluruhnya," tegas Tomy.
Menurut Tomy, penguasaan lahan sawit sejak tahun 2000 lalu, sampai ketika kebun itu diambil alih Nazarudin, M Nasir dan Anas, sampai sekarang belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan produksi dari Menhut.
Anehnya, Menhut Zulkifli Hasan sendiri terkesan tidak ambil pusing jika kawasan hutan produksi dibabat habis untuk kebun sawit tersebut.
"Menhut benar-benar lalai dalam pengawasan hutan di Indonesia. Kami yakin betul Menhut mengetahui kebun sawit PT Manahatan milik pentolan Partai Demokrat itu tidak memiliki izin. Menhut dalam gugatan kita, diminta untuk mencabut seluruh pohon sawit perusahaan itu," kata Tomy.
(cha/anw)
Aktivis Minta Izin PT Duta Palma Dicabut karena Langgar Aturan
"Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu sudah mendesak pemerintah untuk mencabut izin perusahaan itu. Langkah ini sangat kita dukung, karena hampir seluruh anak perusahaan Duta Palma bermasalah di Riau," kata Koordinator Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), Wilayah Indragiri Hulu (Inhu) Rosmizar kepada detikcom, Jumat (18/11/2011).
Menurut Rosmizar, PT Duta Palma Group ini sebuah perusahaan yang bermasalah dan tidak peduli dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Terlebih lagi perusahaan ini ada masalah tanah masyarakat.
"Tindakan tegas ini diperlukan agar investasi yang masuk ke wilayah Indragiri Hulu khususnya, benar-benar sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat Inhu," kata Rosmizar.
Sedangkan Sekretaris Jendral JMGR Irsadul Halim secara terpisah mengatakan, banyak perusahaan perkebunan di Riau berpraktek buruk dan bahkan banyak yang tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan serta hak guna usaha (HGU).
"Kalau aturan perizinannya saja sudah dilanggar, bagaimana mungkin mereka peduli dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dari kasus ini, Pemprov Riau harus mengevaluasi seluruh izin perusahaan yang ada di Riau. Jika tidak baik dan bahkan menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitarnya, maka dicabut saja izinnya,” kata Irsadul
Catatan JMGR, anak perusahaan PT Duta Palma yang bermasalah di Riau sangat banyak. Anak perusahaan itu berada di Kabupaten Inhu yakni, PT Kencana Amal Tani, PT Banyu Bening Utama, dan PT Palma I.
"Perusahaan ini juga melakukan pencemaran lingkungan dan pembukaan lahan gambut yang seharusnya menjadi kawasan hutan lindung karena pemerintah melarang pembukaan lahan gambut lebih dari 3 meter," tuduh Irsadul.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari lalu Bupati Inhu Yopi Arianto sempat berkonflik dengan PT Duta Palma. Dua orang setingkat pimpinan di lapangan, ditampar Bupati Inhu. Saat ini kasus penamparan tersebut dilaporkan pihak perusahaan ke Polda Riau.
Nah, atas semua tuduhan ini PT Duta Palma telah membantah keras. PT Darmex Agro selaku induk perusahaan, menyesalkan pemukulan atas karyawan mereka yang terjadi di PT Palma I, bukan PT Duta Palma jelas mereka. Menurut pihak perusahaan, mereka telah mengantongi semua izin yang diperlukan untuk beroperasi.
"PT Palma Satu sudah mengantungi SK Bupati Inhu No 90/2007 untuk izin pembangunan kebun kelapa sawit dan SK Bupati Inhu No 91/2007 untuk izin usaha perkebunan," kata Corporate Secretary dan Manajer Humas PT Darmex Agro, Yearline Ristiady, dalam email kepada detikcom, Jumat (11/11).
Rabu, 16 November 2011
DPRD Inhu Bentuk Pansus Perizinan Perusahaan
Banyaknya perusahaan perkebunan yang tak mentaati aturan direspon DPRD Inhu. Dibentuk Panitia Khusus bertugas melakukan penelitian sekaligus rekomendasi solusi.
Riauterkini -RENGAT –Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang akan bertugas meneliti perizinan dan persoalan yang dilakukan perusahaan selama beroperasi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPRD Inhu Zaharman kepada sejumlah wartawan Selasa (15/11/11) di Gedung DPRD Inhu Pematang Reba. Yang menegaskan Pansus ini dibentuk untuk meneliti perusahaan yang diduga melanggar aturan-aturan dan perizinan di Daerah maupun pusat.
“Pansus ini dibentuk sebagai tindak lanjut dari hasil pertemuan DPRD Inhu dengan beberapa komponen masyarakat, seperti Forum Kepala Desa dan Front Indragiri bersatu. Yang meminta ketegasan dari Pemkab Inhu terhadap perusahaan yang beroperasi di kabupaten Indragiri Hulu. Terutama perusahaan Perkebunan. Yang sudah merugikan masyarakat maupun Pemkab Inhu, dengan tidak memiliki izin dalam beroperasi secara legal di Inhu” Ujar Wakil Ketua DPRD Inhu Zaharman Kaz.
Dimana perusahaan tersebut diduga melakukan pelanggaran Perda, dengan tidak memiliki perijinan seperti IMB,HO,Ijin perkebunan ,ijin tenaga kerja,ijin lingkungan dan ijin lainya.
Pansus ini juga ditugaskan untuk meneliti keberadaan perusahaan yang diduga baru memiliki SK Izin prinsip sudah melakukan pembukaan lahan dikawasan hutan lindung. “Pansus ini akan meneliti perusahaan perkebunan yang membuka lahan dikawasan hutan tanpa memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Kemenhut” tandas Zaharman Kaz.
Pansus yang beranggotakan 15 Orang tersebut, akan mulai bekerja dengan melakukan konsultasi ke tingkat Propinsi Riau dan Pemerintah Pusat, mengingat perusahaan perkebunan dimaksud, juga memiliki perizinan yang dikeluarkan dari Pemerintah Pusat.
Sementara itu, Ketua Pansus DPRD Inhu Suradi SH kepada sejumlah wartawan mengatakan Setelah semua data yang dibutuhkan Pansus terkumpul, Pansus perijinan ini akan memanggil pemilik perusahaan yang diduga telah melakukan pelanggaran-pelanggaran perijinan didaerah.
“Pansus ini akan focus pada kasus sengketa lahan masyarakat Desa Penyaguhan, Kecamatan Batang Gansal dengan perusahaan perkebunan PT Palma I yang merupakan salah satu anak perusahaan Duta Plama Group yang disinyalir tidak memiliki ijin sebagai legalitas beroperasi di Inhu” tegas ketua Pansus Perijinan DPRD Inhu Suradi.
Ditambahkan Suradi, dari hasil pengamatan DPRD Inhu, diduga lahan PT Duta Palma Group pada umumnya bermasalah. Bahkan salah satu perusahaan milik PT Duta Palma Group yakni PT Kencana Amal Tani (KAT) sejak 18 Maret lalu izin prinsipnya sudah dicabut oleh Menhut RI melalui surat bernomor : PG 02/VII-KUH 2011.***(guh)
Demo ke DPRD Inhu, Ratusan Warga Tuntut PT Duta Palma Ditutup
Ratusan warga dari sejumlah desa mendatangi DPRD Inhu. Mereka menuntut PT Duta Palma ditutup karena banyak melakukan pelanggaran dan melecehkan Bupati Yopi Arianto.
Riauterkini – RENGAT –Ratusan masa dari berbagai elemen, yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), yang tergabung dalam Front Masyarakat Indragiri Bersatu. Mendatangi dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Inhu, menuntut penutupan Grup PT.Duta Palma, Rabu (16/11/11)
Sejak pukul 09.00 WIB, ratusan massa dari berbagai desa di kabupaten Indragiri Hulu tersebut telah berkumpul di halaman DPRD Inhu, untuk menyampaikan keprihatin masyarakat terhadap perlakuan PT Duta Palma.
"Kedatangan kami ini ingin menyampaikan kekecewaan terhadap perilaku perusahaan perkebunan di Inhu, terutama Grup Duta Palma. Dimana Perlakuan mereka terhadap Bupati Inhu sangat mencederai harga diri masyarakat " ujar Ismail Ketua Front Indragiri Bersatu.
Ditambahkanya, DPRD Inhu harus menyikapi persoalan konflik masyarakat dengan sejumlah perusahaan perkebunan yang sangat tidak memperhatikan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Bahkan tidak melakukan kewajiban dengan memiliki izin, sebagai legalisasi dalam beroperasi di Kabupaten Indragiri Hulu.
"Banyak perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban, dengan tidak memiliki perizinan sebagaimana peraturan daerah yang ada. Tentunya ini sangat merugikan Inhu dan masyarakatnya. Sebagaimana yang dilakukan grup Duta Palma melalui anak perusahaanya PT.Palma I yang saat ini sedang berseteru dengan masyarakat, akibat mencaplok lahan masyarakat Penyaguan “ urai Ismail menambahkan.
Ratusan massa yang berkumpul halaman DPRD meneriakkan yel-yel 'usir perusahaan yang tidak peduli dengan Inhu', dan sejumlah spanduk berisikan ungkapan kekesalan terhadap perusahaan perkebunan yang beroperasi di Inhu di bentangkan di halaman Kantor DPRD Inhu.
Aksi ini merupakan puncak kemarahan masyarakat Inhu terhadap sikap arogan pegawai PT Palma I anak perusahaan Grup Duta Palma, yang menantang rombongan Bupati Inhu, pada hari Rabu tanggal 9/11/2011 lalu.
"Sebagai warga Inhu, kami sangat tersinggung dengan tantangan ini, dimana sikap pegawai Duta Palma tersebut sudah sangat keterlaluan. Untuk itu kami mendukung Bupati untuk bersikap tegas terhadap perusahaan yang arogan tersebut" tegas Ismail.
Sementara itu sekretaris front Indragiri Bersatu Supri Handayani, dalam orasinya meminta DPRD Inhu dapat menyikapi dan menyelesaikan persoalan ini dalam waktu 2 bulan. Dan menolak permintaan DPRD Inhu untuk menyelesaikan persolan ini dalam waktu 3 bulan.
“Dengan waktu dua bulan, kami nilai lebih dari cukup untuk menyelesaikan persoalan ini. Untuk data dan sebagainya masyarakat Inhu siap membantu sepenuhnya” tandas Supri Handayani.
Anggota DPRD Inhu Adilla Anshori kepada Riauterkini Rabu (16/11/11) mengatakan, pihaknya akan berupaya menyelesaikan persoalan tersebut dalam waktu dua bulan, sebagaimana tenggat waktu yang diberikan masa pendemo.
“kita akan berupaya menyelesaikan persoalan tersebut dalam waktu dua bulan, sebagaiman permintaan front Indragiri bersatu. Kita akan luangkan waktu disela sela pembahasan RAPBD 2012 yang baru masuk kemarin. Nantinya DPRD Inhu akan merekomendasikan kepada Pemkab Inhu, langkah langkah yang perlu diambil dengan tegas. Terhadap perusahaan perkebuanan yang ada di Inhu terutama Grup Duta Palma ini” tegas anggota DPRD Inhu Adilla Anshori.
Demo yang berjalan tertib ini, mendapat pengawalan yang cukup ketat dari personil Polres Inhu. Yang langsung di pimpin Waka Polres Inhu Kompol Robin. ***(guh)
Rabu, 05 Oktober 2011
Desak PT GPH Serahkan Lahan KKPA, Warga Bonaidarussalam Minta Tolong DPRD Rohul
Ratusan warga Bonaidarussalam mendatangi DPRD Rohul. Mereka minta tolong wakil rakyat mendesak PT GPH serahkan lahan KKPA.
Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Sudah kesekian kalinya warga Desa Sontang Kecamatan Bonaidarussalam datangi Gedung DPRD Rokan Hulu. Pada Rabu (5/11/10) pagi, warga kembali mendesak Pemkab selesaikan konflik pola KKPA dengan PT Graha Permata Hijau (GPH) Bonai yang belum selesai. Untuk itu warga minta perusahaan serahkan kembali, untuk dikelola sendiri.
Pengaduan ratusan warga Sontang ke gedung wakil rakyat, diterima beberapa anggota dewan. Pun, Pemkab Rokan Hulu mengutus Asisten Tata Pemerintahan Jamaluddin, Kabag Tapem Syofwan, pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan turut dihadiri Camat Bonaidarussalam bersama beberapa stafnya.
Dodi Z, salah seorang perwakilan warga, didampingi Sabaruli, menilai pemerintah lemah. Sebab konflik yang sudah terjadi sejak tahun 1990-an ini, belum selesai. Katanya, masyarakat dibodohi dan dirayu untuk menjual lahannya kala itu, dengan janji menerima jatah pola KKPA yang dikelola melalui KUD Bina Bonai yang dipimpin Kepala Desa Sontang Arisman.
Sayangnya, pola KKPA yang sudah berjalan puluhan tahun dengan sistem bagi 90:10 tak juga terealisasi. Sehingga mereka mengadu permasalah tersebut ke dewan dan sudah ke sekian kalinya.
Dalam hearing tersebut, masyarakat tetap meminta PT GPH mengembalikan lahan pola KKPA seluas 3.528 hektare untuk dikelola warga sendiri, sebab sejauh Ketua KUD Bina Bonai tidak transparan, sehingga kerjasama tak menguntungkan.
“Anehnya, Ketua dan Sekretaris KUD Bina Bonai itu Kades Sontang. Masyarakat tidak ada yang berani dengan beliau. Apalagi dia sudah 35 memimpin, dan pemerintah sendiri tidak berani mengambil tindakan,” sampai perwakilan warga kepada dewan.
Kata warga, harusnya Kades hanya memimpin dua periode atau 10 tahun, namun anehnya Arisman sudah menjabat Kades Sontang selama 35 tahun dan terkesan dibiarkan oleh Pemkab. Pada aksi damai ke gedung dewan, 27 Juni 2011 kemarin, warga mengaku jika Kades sering mengancam jika ada yang berani melawan. Sehingga sampai saat ini, masyarakat hanya bisa mengelus dada, sementara pemerintah yang diharapkan hanya tutup mata.
Arisman S.Sos, dari Fraksi Hanura, mengatakan dengan tidak hadirnya pihak KUD Bina Bonai dan PT GPH hearing tak berjalan mulus. Untuk itu ia minta, Pemkab mengundang pihak koperasi dan perusahaan besok. Dan jika tak hadir juga, ia minta perusahaan dan koperasi distatus quo-kan.
Dishutbun sendiri mengaku masalah pola KKPA di Rokan Hulu hampir semua bermasalah. Pun, PT GPH dinilai belum memberikan izin apa pun, untuk itu wajar jika masyarakat ingin mengambil lahannya kembali, apalagi pembagian tak sesuai.
Hearing yang dipimpin putra Bonaidarussalam, Murkhas, akan dilajutkan Kamis (6/10/11) mendatang. Dewan minta Asisten I untuk mengundang manajemen PT GPH dan KUD Bina Bonai, sehingga permasalahan bisa selesai secepatnya. Di hari bersamaan besok, dewan juga akan gelar hearing dengan masyrakat Pendalian IV Koto, masih terkait pola KKPA dengan perusahaan setempat.***(zal)
Sawit Riau Capai 2,1 Juta Hektare
Provinsi Riau memang memiliki potensi untuk sektor perkebunan. Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit yang peminatnya sekarang terus semakin meningkat.
Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, luas area perkebunan sawit Riau saat ini, hingga akhir 2010, mencapai 2.103.176 hektare.
Jumlah itu, terdiri dari perkebunan kelapa sawit milik rakyat seluas 1.117.650 ha, area produksi perkebunan besar negara (PBN) yang mencapai 79.546 ha, dan produksi perkebunan besar swasta (PBS) yang mencapai 905.980 har.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Perkebunan Riau melalui Kasi Pengembangan Usaha Perkebunan Ambar Kusumawati MSi, Senin (3/10) di ruang kerjanya.
Ambar menjelaskan, Kabupaten Rokan Hulu menempati urutan pertama untuk luas area perkebunan di Riau, yakni mencapai 207.804 ha. Jumlah tersebut terdiri dari 79.169 ha tanaman buah belum menghasilkan (TBM), 122.328 ha tanaman menghasilkan (TM) dan 6.307 tanaman tua rusak (TTR).
Selanjutnya, tempat kedua ditempati Kabupaten Siak yang mencapai luas area perkebunan sawit 159.554 ha. Seluas 49.609 ha berstatus TBM, 109.796 ha status TM dan 149 ha status TTR.
Di urutan ketiga, Kabupaten Kampar dengan luas area 158.593 ha. Sebanyak 25.074 ha berstatus TBM, 133.465 ha dengan kondisi TM dan 54 ha TTR. Keempat, Kabupaten Rokan Hilir dengan luas area 147.361 ha. Seluas 18.602 ha kondisi TBM, 126.752 ha kondisi TM dan 2.007 ha kondisi TTR.
Kabupaten Bengkalis berada di tempat kelima dengan luas area perkebunan sawit yang tersedia mencapai 132.345 ha, 55.295 ha kondisi TBM, 70.786 ha kondisi TM dan 6.264 ha dengan kondisi TTR.
Keenam, Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas area 94.513 ha. Seluas 45.337 ha kondisi TBM, 48.115 ha kondisi TM dan 1.061 ha kondisi TTR. Ketujuh, Kabupaten Pelalawan dengan luas 64.253 ha. 11.497 ha kondisi TBM, 51.856 ha kondisi TM dan 900 ha kondisi TTR.
Kedelapan, Kabupaten Kuantan Singingi dengan luas area 62.538 ha. Jumlah tersebut terdiri dari 12.607 ha kondisi TBM, 49.793 ha kondisi TM, dan 138 ha kondisi TTR. Kesembilan Kabupaten Indragiri Hulu dengan luas 56.454 ha. Seluas 8.916 ha kondisi TBM, 47.215 ha dengan kondisi TM, 323 ha dengan kondisi TTR.
Di peringkat sepuluh ditempati Kota Dumai dengan luas area 32.935 ha. Seluas 12.281 ha dengan kondisi TBM, 20.135 ha dengan kondisi Tm dan 519 ha dengan kondisi TTR.
Sementara Kota Pekanbaru menempati urutan kesebelas dengan luas area perkebunan sawit yang tersedia 1.300 ha. Seluas 582 ha kondisi TBM, 718 ha kondisi TM dan tidak ada yang TTR. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Meranti, sejauh ini pihak Dinas Perkebunan Riau belum mendapatkan data yang rinci.
Data tersebut, dari hasil laporan kabupaten/kota di Riau pada Dinas Perkebunan Riau kepada petugas yang diturunkan ke kabupaten/kota di Riau.(ade)
Minggu, 18 September 2011
BPKP Sebut Empat Modus Pengemplangan Pajak Asian Agri Rugikan Negara Rp 1,29 Triliun
Jumat, 09 September 2011
PT Duta Palma I dan II Diduga Sengaja Bakar Lahan
Senin, 22 Agustus 2011
Warga Inhil Kembali Dibohongi, Perusahaan Asal Malaysia tak Hadiri Perundingan
Rencana perundingan antara warga Tanjung Simpang, Inhil dengan menejemen PT THIP batal digelar. Pasalnya, perusahaan asal Malaysia tersebut tak datang tanpa alasan jelas.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Setelah dinyatakan akan dilangsungkan pertemuan, Senin (22/8/11) ini antara perwakilan Forum Komunikasi Petani Tanjung Simpang dengan manajemen PT MGI/ PT THIP, ternyata pihaka manajemen perusahaan sawit ini tidak datang.
Menurut kuasa hukum petani, Munir Kairoti SH pihaknya merasa kecewa atai sikap manajemen PT MGI/ PT THIP yang terkesan membohongi masyarakat dan mengulur-ulur penyelesaian lahan ini.
“Kita tentu saja kecewa dengan sikap perusahaan yang telah membohongi petani dan terus mengulur-ulur penyelesaian lahan ini. Sampai saat ini tidak ada kabar mengenai kedatangan mereka,” ungkap Munir Kairoti SH kepada riauterkini.com, Senin (22/8/11).
Padahal, lanjutnya pihak perusahaan sebelumnya menyatakan akan mengadakan pertemuan pada Sabtu (20/8/11) lalu, namun pertemuan ini juga batal. Lalu kemudian disebutkan pertemuan kembali akan digelar Senin (22/8/11), tapi kembali pihak perusahaan tidak datang.
“Kita akan bicarakan kembali dengan rekan-rekan petani di lapangan yang saat ini terus menduduki lahan, langkah selanjutnya yang akan kita tempuh,” sebut Munir.
Diterangkannya, pihak petani tetap bertekad akan terus menduduki dan bertahan di lokasi lahan mereka di perkebunan A1 Simpang Kanan, Desa Tanjung Simpang sampai proses penyelesaian lahan mereka ini rampung.
“Kita tidak akan mundur selangkah pun untuk mempertahankan lahan kami ini. Selagi tidak ada realisasi ganti kerugian lahan kami, maka kami akan terus bertahan di sini,” ujar Bakhtiar, salah seorang petani kepada riauterkini.com, Sabtu (20/8/11) lalu.***(mar)
Minggu, 21 Agustus 2011
Demo Tuntut Hak Normatif, Mantan Karyawan PT SJI Coy Rohul Usung Mayat Bayi
Sebuah demo tak lazim digelar ratusan mantan karyawan PT SJI Coy di Rohul. Mereka mengusut mayat bayi salah seorang rekan mereka yang sudah meninggal tiga hari lalu, demi menuntut hak normatif.
Riauterkini-KUNTODARUSSALAM- Sebanyak 234 mantan karyawan PT Sumber Jaya Indah Coy, Kota Lama, Kecamatan Kuntodarusalam, Ahad (21/8/11) pagi, gelar aksi demo dan berhasil menduduki kantor divisi III, menuntut haknya dipenuhi setelah mereka dipecat secara sepihak oleh perusahaan 2,5 bulan lalu. Tak seperti aksi demo biasanya, dalam aksi kali ini karyawan membawa keranda berisikan mayat bayi yang baru berusia seminggu, agar perusahaan membuka mata dan memiliki rasa kemanusiaan.
Demo ratusan karyawan dari lima divisi ini, dijaga ketat puluhan Polisi dari Polres Rokan Hulu, dan sejumlah Brimob dari Polda Riau, sempat berujung anarkis. Tanpa dikomando, ratusan mantan karyawan mengejar Manager PT SJI Johan Saragih, namun hal tersebut bisa dicegah aparat kepolisian.
Teriakan dan makian mantan karyawan ini belum juga reda. Sebab tak satu pun pihak perusahaan bersedia menemui mereka. Apalagi para karyawan ini menilai, selama ini pihak Dinas Tenaga Kerja Kependudukan dan Catatan Sipil (Disnakerduk dan Capil) Rokan Hulu terkesan tak ada tindakan.
Agus Sitinjak, salah seorang mantan karyawan PT SJI, mengaku, mereka sengaja membawa keranda yang di dalamnya ada sesosok mayat bayi yang sudah meninggal 2 hari lalu, anak pasangan Partinus dan Asariah ke Kantor Divisi III PT SJI, karena mereka merasa disia-siakan selama 2,5 bulan oleh perusahaan.
“Kami tidak akan kuburkan bayi ini, sebelum perusahaan membuka matanya untuk membayarkan 2,5 bulan gaji dan hak-hak kami sebagai karyawan selama ini,” tegas Agus Sitinjak, menjawab Riauterkini, di sela-sela aksi demo, Ahad.
Agus mengatakan, bayi berusia seminggu ini meninggal karena kurang asupan gizi selama dalam kandungan Ibunya. Pasalnya, selama 2,5 bulan gaji 234 mantan karyawan belum diberikan perusahaan. “Selain gaji belum dibayar, Kami juga tak bisa mengutang di koperasi perusahaan lagi,” katanya.
Agus mengungkapkan, sudah 2 orang keluarga mantan karyawan meninggal dunia karena kelaparan. Pertama, seorang Ibu menghembuskan nafas terakhirnya karena kelaparan, sebab tidak memiliki uang untuk memenuhi perutnya.
“Jika memang perusahan telah memecat kami, keluarkan hak-hak kami sebagai karyawan sesuai undang-undang perburuhan. Apalagi ada karyawan sudah bekerja hingga 12 tahun,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, awal permasalahan, dipicu ratusan karyawan ini mengusulkan 10 poin kepada perusahaan masalah basis-basis borong (target kerja), sebab pohon kelapa sawit dengan tinggi sekitar 10 meter tersebut, dinilai para mantan karyawan ini sudah tak memungkinkan untuk mampu mengejar target per hari sebanyak 75 janjang buah kepala sawit per karyawan.
“Gaji kami hanya Rp50 ribu per hari. Namun jika target kerja 75 janjang buah kelapa sawit tak tepenuhi, kami hanya terima Rp25 ribu per hari. Kami sudah ajukan untuk penurunan target, namun perusahaan malah memecat kami,” tuturnya.
Agus menambahkan, jika ada yang sakit, pihak perusahaan hanya menanggung biaya perobatan karyawan. Ia berharap, Manager PT SJI tak menyepelakan mantan karyawan, sebab selama ini mereka sudah banyak membantu perusahaan.***(zal)
PT THIP Akhirnya Bersedia Berunding, Warga Inhil Masih Duduki Kantor Perusahaan Malaysia
Pihak PT THIP akhirnya bersedia merundingkan pengembalian lahan masyarakat Tanjung Simpang. Sambil menunggu besok, Senin, warga Inhil masih menduduki kantor perusahaan asal Malaysia tersebut.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Kalau tak ada halangan, Senin (22/8/1) mendatang akan berlangsung pertemuan antara pihak petani pemilik lahan dengan manajemen PT MGI/ PT THIP difasilitasi Polres Inhil.
Sedianya pertemuan ini akan berlangsung hari ini, Sabtu (20/8/11), namun dikarenakan pihak manajemen PT MGI/ PT THIP belum juga tiba di Tembilahan, maka pertemuan direncanakan akan digelar Senin mendatang.
“Berdasarkan konfirmasi Kapolsek Pelangiran dengan Ketua Forum Komunikasi Petani Tanjung Simpang, Hatisar. Maka, pertemuan akan berlangsung hari Senin mendatang juga akan dihadiri Kapolres Inhil,” ungkap kuasa hukum petani, Munir Kairoti SH kepada riauterkini.com, Sabtu (20/8/11).
Lanjutnya, pihak manajemen PT MGI/ PT THIP direncanakan akan tiba di Tembilahan, Ahad (21/8/11) besok atau paling lambat hari Senin (22/8/11) mendatang. Mereka direncanakan akan mendarat dengan pesawat milik perusahaan di Bandara Indragiri Tempuling.
“Kita harapkan dalam pertemuan ini dihadiri langsung oleh pimpinan PT MGI/ PT THIP yang dapat mengambil keputusan. Sehingga permasalahan ini tidak berlarut-larut dan dapat segera diselesaikan,” harap pengacara asal Ambon, Maluku ini.
Pihak petani yang saat ini terus menduduki lahan mereka menyatakan akan terus bertahan dan tidak akan mundur selangkah pun untuk mempertahankan lahan mereka ini.
“Kita tidak akan mundur selangkah pun untuk mempertahankan lahan kami ini. Selagi tidak ada realisasi ganti kerugian lahan kami, maka kami akan terus bertahan di sini,” ujar Bakhtiar, salah seorang petani kepada riauterkini.com, Sabtu (20/8/11).
Berdasarkan informasi yang didapat riauterkini.com, saat ini jumlah petani yang menduduki dan menguasai lahan mereka terus bertambah. Mereka yang berada di lapangan terus memantau perkembangan hasil pertemuan antara perwakilan mereka yang diwakili Ketua Forum Kemunikasi Petani Tanjung Simpang, Hatisar didampingi kuasa hukumnya, Munir Kairoti SH dengan pihak manajemen PT MGI/ PT THIP.
Mereka bertekad tetap menduduki lahan mereka yang telah diserobot perusahaan sawit ini. Sehingga kalau pertemuan tidak menemukan jalan keluar, maka terpaksa lahan tersebut mereka ambil alih.***(mar)
Jumat, 19 Agustus 2011
Masih Diduduki Warga Inhil, Aktifitas Perusahaan Asal Malaysia Lumpuh
Jum’at, 19 Agustus 2011 10:45
Ratusan warga Tanjung Simpang, Inhil masih menduduki kantor PT THIP. Aksi ini menyebabkan aktifitas di kantor perusahaan asal Malaysia tersebut lumpuh. Riauterkini-TEMBILAHAN-Massa petani bertekad akan terus bertahan di lahan milik A1 Simpang Kanan, Desa Tanjung Simpang. Mereka mendeadline pihak manajemen PT MGI/ PT THIP dapat menghadirkan Direktur Utama perusahaan asal Malaysia ini. Demikianlah hasil tuntutan massa petani saat mereka bertahan di kantor pusat PT MGI/ PT THIP, Kamis (18/8/11). Tuntutan ini mereka sampaikan dihadapan Kapolsek Pelangiran, Ipda Yanu Rihardi. "Kita minta Direktur Utama PT MGI/ PT THIP dapat dihadirkan paling lambat Sabtu mendatang untuk membicarakan masalah lahan kami yang dikuasai mereka. Secepatnya dilakukan proses ganti rugi atas lahan kami ini, kalau tidak lahan ini akan kami ambil," ujar Hatisar, Ketua Forum Komunikasi Petani Tanjung Simpang menyampaikan tuntutannya dihadapan pihak kepolisian dan beberapa orang sekuriti perusahaan, saat itu tidak tampak petinggi kantor pusat PT MGI/ PT THIP. Lanjutnya, berdasarkan tuntutan mereka sebelum, petani minta kompensasi ganti kerugian Rp 22,5 juta perhektar yang diserobot perusahaan sawit ini. Sementara itu Kapolsek Pelangiran, Ipda Yanu Rihardi yang memfasilitasi tuntutan petani Tanjung Simpang tersebut berjanji akan menyampaikan kepada pihak manajemen PT MGI/ PT THIP. "Saya akan sampaikan secepatnya (kepada perusahaan, red), hasilnya secepatnya akan disampaikan kepada pak Tesar," sebut Ipda Yanu. Kuasa hukum petani Tanjung Simpang, Munir Kairoti SH menegaskan hendaknya pihak perusahaan ini dapat segera merealisasikan tuntutan para petani ini, karena selama ini terkesan mereka mengulur-ulurnya. "Kita minta pihak perusahaan secepatnya merealisasikan ganti kerugian atas lahan petani Tanjung Simpang. Karena sebelumnya telah dilakukan pengukuran dan perusahaan menyatakan segera bayar ganti rugi lahan yang mereka kuasai ini," ujar Munir. Sampai hari ini, Jum'at (19/8/11), ratusan massa petani masih menguasai lahan milik mereka di A1 Simpang Kanan, Desa Tanjung Simpang. Mereka juga menyetop segala aktifitas di lahan tersebut, seperti pemanenan buah sawit sampai penyelesaian masalah lahan mereka rampung.***(mar) |
Sabtu, 13 Agustus 2011
Tuntut Ganti Rugi, Warga Inhil Sepakat Duduki Lahan PT THIP
Sampai saat ini belum ada itikad baik PT THIP membayar ganti rugi lahan sebagaimana diperintahkan MA. Karena itu, petani Tanjung Simpang, Inhil bersiap melakukan aksi pendudukan mulai 18 Agustus.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Ratusan petani yang tergabung dalam Forum Masyarakat Kelompok Tani desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kamis (18/8/11) mendatang akan mengadakan aksi pendudukan lahan milik mereka di Simpang Kana yang telah diserobot PT Multi Gambut Industri (PT MGI)/ PT Tabung Haji Indo Plantations (PT THIP) sejak tahun 1998 lalu.
Ketua Forum Masyarakat Kelompok Tani desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Hatisar menyatakan bahwa aksi pendudukan lahan lahan milik mereka tersebut terpaksa dilakukan, karena pihak manajemen perusahaan asal Malaysia ini terus mengulur-ulur proses ganti rugi lahan petani yang telah dilakukan pengukuran oleh pihak perusahaan dan melibatkan perwakilan petani pemilik lahan dan unsure Upika Kecamatan Pelangiran beberapa waktu lalu.
“Kita telah kirimkan surat pemberitahuan aksi pendudukan lahan ini kepada pihak Polres Inhil, Jum’at (12/8/11) siang tadi. Berdasarkan kesepakatan anggota, lahan ini akan kita duduki pada Kamis (18/8/11) mendatang,” ungkap Ketua Forum Masyarakat Kelompok Tani desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Hatisar kepada riauterkini.com, Jum’at (12/8/11) malam.
Menurutnya, adapun luasan lahan yang telah dilakukan pengukuran seluas 1280 hektar dari luas keseluruhan lahan milik kelompok ini 1500 hektar dan pihak PT MGI/ PT THIP mengakui bahwa lahan ini milik petani dan bersedia mengganti ruginya.
“Namun sampai saat ini mereka terus mengulur-ulur dan tak jeas kapan realisasi proses pembayaraan ganti rugi lahan, sehingga kami merasa telah dibohongi. Maka, jangan salahkan kami menduduki lahan milik kami yang sah ini. Bayangkan, berapa banyak hasil yang telah mereka dapatkan dari lahan kami ini sejak mereka kuasai dari tahun 1998 lalu,” kecam Tesar-panggilan pria yang getol memperjuangkan hak anggota kelompoknya tersebut sejak lahan ini diserobot PT MGI/ PT THIP.
Sementara itu, Kuasa Hukum petani pemilik lahan, Munir Kairoti SH melalui Advisornya, Sudin Lamau menyatakan bahwa pihaknya juga menyesalkan tindakan manajemen PT MGI/ PT THIP yang mengulur-ulur proses ganti rugi lahan milik petani Desa Tanjung Simpang tersebut.
“Kita menyesalkan dan kecewa dengan tindakan manajemen PT MGI/ PT THIP yang terus mengulur-ulur proses pembayaran ganti rugi lahan petani, padahal telah dilakukan pengukuran dan mereka mengakui lahan tersebut milik petani. Maka terpaksa lahan tersebut diduduki mereka sampai proses ganti rugi terealisasi,” ujar Sudin Lamau didampingi juru bicara petani, Frans Aba kepada riauterkini.com, Jum’at (12/8/11).
Padahal tegas Sudin, berdasarkan pertemuan antara pihaknya dengan manajemen PT MGI/ PT THIP pada tanggal 10 Juni lalu telah dihasilkan keputusan bahwa proses pembayaran ganti rugi akan diselesaikan sebelum memasuki bulan Ramadan ini.
Namu kemudian pihak manajemen perusahaan ini menyatakan akan membentuk terlebih dahulu panitia ganti rugi pada tanggal 3 Agustus dan ditindaklanjuti dengan proses pembayaran ganti rugi pada tanggal 11 Agustus lalu, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan juga.***(mar)
Kamis, 11 Agustus 2011
Tuntut Pembagian Kebun KKPA PT Hutahaean, Warga Rohul Datangi Kantor Camat Bonaidarussalam
Ratusan warga Teluk Sono mendatangi Kantor Camat Bonaidarussalam, Rohul. Mereka menuntut dibantu mendapatkan pembagian lahan pola KKPA dari PT Hutahaean.
Riauterkini-BONAIDARUSSALAM- Ratusan Warga Dusun III Kasang Sekilang, Desa Teluk Sono, Kecamatan Bonaidarussalam, Rabu (10/8/11), datangi Kantor Camat setempat, untuk pertanyakan penyelesaian dan pembagian lahan pola KKPA yang belum dibagikan kepada warga oleh PT.Hutahaean sejak tahun 2008 lalu.
Ratusan warga tersebut, diterima Camat Bonaidarussalam, Herdianto A.S.STP. Untuk menyelesaikan permasalahan, pihak kecamatan gelar mediasi dengan mediator Tata Pemerintahan (Tapem), Dinas Kehutanan dan Perkebunan, camat, dan kepala desa, di Aula Kantor Camat Bonaidarussalam, tanpa dihadiri pihak PT.Hutahean.
Dengan tidak adanya perwakilan perusahaan, menyebabkan warga merasa kurang puas hasil mediasi. Pun, warga tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya dalam forum, sehingga mereka memilih walk out lebih awal sebelum mediasi selesai.
Dalam mediasi terungkap, dari total luas lahan sekitar 12.000 Hektare (ha) yang akan dikelola perusahaan, hanya sekitar 2.600 ha yang bisa dikelola PT.Hutahaean. Diakui Kabag Tapem Pemkab Rokan Hulu, Syofwan, sisa lahan sekitar 2.600 ha tersebut, merupakan sisa lahan. Sebab, sudah banyak lahan yang dijual oknum warga setempat.
“Kesepakatan awal kan memang 10 persen dari total lahan yang dikelola perusahaan. Dari 2.600 ha yang terkelola perusahaan, maka warga hanya menerima 260 ha,” terang Syofwan.
Ia persilahkan warga yang tidak terima bagian 1 ha per KK, membuat surat pernyataan kepada Pemkab Rokan Hulu. Kepada Tim 15, ninik mamak, tokoh warga, dan tokoh adat setempat, ia minta dikumpulkan tim untuk lakukan inventarisasi di lapangan, sehingga bisa diketahui letak lahan.
“Masa lalu itu lupakan lah, jika warga tidak mau terima lahan yang ada, kita akan berikan kepada warga lain yang mau dan belum masuk dalam daftar. Sebab hany ini sisa lahan yang akan dibagikan dari luas lahan sekitar 2.600 ha yang dikelola perusahaan,” ancamnya.
Dikatakan warga, sesuai perjanjian awal tahun 2008 dengan perusahaan per KK menerima 1 kapling lahan (2 ha), namun hal ini tak terealisasi. Dari 12.000 ha luas lahan KKPA, hanya 2.600 ha yang ada sekarang. Selebihnya, diduga warga lahan sudah dijual sejumlah oknum, seperti seorang oknum Anggota DPRD Rokan Hulu dan aparat desa. Apalagi ada sejumlah warga yang menerima bagian lahan diatas 1 ha, sehingga menimbulkan kecemburuan di masyarakat.
“Kami tidak terima lahan tersebut, sebab banyak bagian warga yang sudah dijual sejumlah oknum. Begitu pun, ada beberapa warga dari luar kampung mendapatkan jatah lahan KKPA,” tegas warga dalam forum.
Pun, warga menuding, seorang pengusaha kaya Ujung Batu, berinisial S, sudah memiliki tanah sekitar 1.000 ha di areal yang dimaksud, tapi tak tahu siapa yang menjual lahan tersebut, sehingga ada dugaan keterlibatan oknum pemerintah desa, dan seorang oknum anggota dewan.
Sesuai Keputusan Bupati, Nomor 292 tahun 2010, tentang penetapan petani peserta pembangunan Kebun pola KKPA dengan PT.Hutahaean. Dari 260 ha luas lahan, sedikitnya 205 KK yang menerima lahan atau 1 KK per hektare. Selebihnya, sekitar 55 ha digunakan untuk kebun desa, dan dikelola pihak desa.
Jasman, seorang Anggota Tim 15, mengaku tidak puas dari mediasi ini, pasalnya tak ada jalan keluarnya. Diakuinya, ada sejumlah warga yang tidak terdata dalam surat keputusan Bupati Achmad yang merupakan data dari ketua RT, ketua RW, dan kepala desa.
Herdianto A.S.STP, Camat Bonaidarussalam, nyatakan, suatu masalah bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah. Diakuinya, dalam kesepakatan awal dengan perusahaan, memang warga hanya trima 10 persen lahan. Untuk itu, usai lebaran mendatang, pihak kecamatan akan ikut turun dalam inventarisir lahan pola KKPA yang sudah diterima warga, sehingga masalah terselesaikan.
”Saya berharap masalah ini diselesaikan dengan jalan kekeluargaan, tidak dengan cara yang membuat suasana tidak kondusif, apalagi kita semua bersaudara,” himbaunya.
Sementara itu, M Syamsir, Kades Teluk Sono, membatah pernyataan dugaan masyarakat bahwa ia mendapatkan lahan sekitar 40 ha. Ia minta warga untuk melaporkan dirinya ke pihak berwajib jika terbukti, namun jika tuduhan itu tidak benar, ia mengancam akan melaporkan warga yang telah memfitnahnya.
“Itu tidak benar, sebab saya tidak ada mendapatkan bagian lahanya sebanyak itu. Jika itu benar, silahkan warga melaporkan saya ke Polisi,” tegasnya.***(zal)
Warga Inhil Laporkan Perusahaan Malaysia ke Presiden
Tak Kunjung Kembalikan Lahan,
Warga Tanjung Simpang, Inhil mengadukan PT THIP pada Presiden SBY. Perusahaan perkebunan asal Malaysia tersebut tetap tak mau mengembalikan lahan, meski sudah diperintah MA.
Riauterkini-TEMBILAHAN-Sampai saat ini pihak PT Multi Gambut Industri (PT MGI)/ PT Tabung Haji Indo Plantations (PT THIP) tidak kunjung mengembalikan lahan seluas ± 6000 hektar milik Kelompok Tani Usaha Karya Tanjung Simpang, Pelangiran. Maka, petani akan melaporkan masalah ini kepada Presiden RI.
Menurut kuasa hukum Kelompok Tani Usaha Karya Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Zainuddin SH, memang sampai sekarang pihak PT MGI/ PT THIP tidak merespons surat opsi penyelesaian lahan yang telah disampaikan beberapa waktu lalu.
"Padahal kita telah sampaikan opsi penyelesaian lahan milik Budin Baki/ Kelompok Tani Usaha Karya Desa Tanjung Simpang tersebut, namun pihak perusahaan asal Malaysia ini tidak respon. Maka, permasalahan ini akan kita sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia dan lembaga terkait lainnya," ungkap Zainuddin SH kepada riauterkini.com, Kamis (11/8/11) di Tembilahan.
Lanjutnya, selain Presiden RI, permasalahan ini juga akan dilaporkan secara tertulis kepada DPR RI, Mahkamah Agung RI, Badan Pertanahan Nasional, Komnas HAM.
"Kita juga sampaikan kepada anggota DPR RI Dapil Riau dari PKB, HM Lukman Edy, agar dapat memperjuangkan lahan milik petani Desa Tanjung Simpang yang telah diserobot PT MGI/ PT THIP ini," tegasnya.
Ia menilai pihak perusahaan kelapa sawit ini telah mengangkangi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg.No.204 K/TUN/2003. Padahal, putusan ini bersifat final dan mengikat, tapi sejak 2003 lalu pihak perusahaan ini tak juga kunjung mengembalikan lahan milik Budin Baki atau Kelompok Tani Usaha Karya Tanjung Simpang.
Sementara pihak manajemen PT MGI/ PT THIP ketika dikonfirmasi riauterkini.com, Kamis (11/8/11) tidak dapat memberikan tanggapannya.
"Kalau permasalahan ini kami tidak bisa menjawabnya, karena belum mendapatkan arahan dari jajaran direksi. Saat ini direksi sedang dalam perjalanan menuju Jakarta, nanti mereka yang menjawabnya," jawab Syamsul, Bagian Legal PT MGI/ PT THIP.***(mar)
Rabu, 03 Agustus 2011
Tak Kunjung Bayar Ganti Rugi, Warga Inhil Ancam Duduki Lahan Perkebunan Perusahaan Malaysia
PT MGI/PT THIP tak kunjung membayar ganti rugi lahan warga, meskipun sudah diperintah MA. Merasa kesal, warga Inhil bersiap menduduki lahan perusahaan asal Malaysia tersebut.
Ganti Rugi Tak Kunjung Terealisasi, Kelompok Tani Tanjung Simpang Akan Duduki Lahan Riauterkini-TEMBILAHAN-Setelah menyatakan komitmen akan menyelesaikan ganti rugi atas lahan seluas 1500 hektar milik Kelompok Tani Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran. Namun sampai saat ini pihak manajemen PT Multi Gambut Industri (PT MGI) atau sekarang berubah menjadi PT Tabung Haji Indo Plantations (PT THIP) belum juga merealisasikan ganti rugi lahan petani yang diserobotnya.
Akibatnya puluhan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Kateman segera akan menduduki lahan milik mereka yang telah diserobot PT MGI/ PT THIP sejak tahun 2000 lalu.
Menurut Ketua Kelompok Tani Desa Tanjung Simpang, Tesar sampai saat ini pihak perusahaan (PT MGI/PT THIP, red) masih terus mengulur-ulur proses penyelesaian lahan mereka tersebut. Padahal, telah dilakukan pengukuran di lapangan beberapa waktu lalu.
“Maka karena nampaknya tidak ada juga realiasasi penyelesaian lahan kami yang dikuasai perusahaan ini, maka kami akan duduki lahan kami tersebut dalam waktu dekat ini,” ungkap Ketua Kelompok Tani Desa Tanjung Simpang, Tesar kepada wartawan, Rabu (3/8/11).
Tesar menyatakan padahal selama ini pihaknya telah cukup bersabar dan meminta penyelesaian ganti rugi lahan mereka secara baik-baik kepada pihak perusahaan asal Malaysia ini. Tapi, tidak kunjung ada realisasi, maka petani juga tak sanggup menunggu lama, karena lahan ini merupakan sumber penghidupan mereka.
Lanjut Pak Tes-panggilan akrabnya, saat ini pihaknya sedang mematangkan rencana pendudukan lahan mereka tersebut dengan melakukan pembicaraan sesama anggota Kelompok Tani Desa Tanjung Simpang.
“Kita juga akan memberikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian terkait rencana menduduki lahan tersebut,” sebutnya. Kemungkinan pendudukan lahan tersebut akan dilakukan pada bulan Ramadan ini.***(mar)
Sabtu, 30 Juli 2011
Dari Seratusan Perusahaan Di Kampar, Hanya 16 Yang Punya Izin Lengkap
Pekanbaru (KK) Rupanya, dari seratusan perusahaan perkebunan yang bercokol di Kabupaten Kampar, yang punya izin resmi hingga ke izin prinsip yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, hanya 16 perusahaan. Hal itu dikatakan oleh wakil Komisi I DPRD Kampar Miswar Pasai kepada katakabar Sabtu (30/7). “Data itu merupakan data resmi yang kami peroleh dari Departemen Pertanian dua bulan lalu,” kata Miswar.
Dari kenyataan yang ada ini kata Miswar, pihaknya akan mendorong Pemerintah Kabupaten Kampar untuk segera menata kembali lahan-lahan yang ada di Kampar. Perusahaan yang dinyatakan tak punya izin lengkap tadi lanjut Miswar akan segera ditindak.
Hal ini kata dia sangat penting. Sebab selama ini, banyaknya perusahaan yang bercokol di Kampar justru telah membikin konflik antara masyarakat dengan perusahaan, antara masyarakat dengan masyarakat hingga imbasnya membikin situasi politik tak baik.
“Jadi, ini musti segera. Semoga saja dengan ketegasan kita mengambil kembali lahan yang tak jelas izinnya itu, dapat meminimalisir konflik yang selama ini ada. Aturan main soal perkebunan kan sudah jelas, bahwa setiap perusahaan perkebunan musti punya izin prinsip dari Departemen Kehutanan,” kata Miswar. aziz
Terkait Bentrok Berdarah, DPRD Kampar Minta Bupati Tegas
Pekanbaru (KK) Wakil Ketua Komisi I DPRD Kampar Miswar Pasai menyesalkan dan mengutuk keras atas bentrok berdarah yang terjadi di Desa pencing Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar kemaren. Kader Partai Demokrat ini mengatakan, Komisi I akan segera memanggil PT. Raka.
Sejatinya kata Miswar, bentrok berdarah tadi tidak akan terjadi bila Bupati Kampar bisa bersikap tegas untuk mencabut izin perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kampar yang dianggap ‘tak jelas’. “Mustinya Bupati Kampar berani mencabut izin itu,” kata Miswar kepada katakabar melalui sambungan telepon Sabtu (30/7) pagi ini.
Selama ini kata Miswar, perusahaan-perusahaan yang keberadaannya tak jelas di Kampar, justru menjadi sumber konflik bagi masyarakat. Selain itu kontribusi untuk Kabupaten Kampar juga tidak ada. “Barang kali kontribusinya hanya bagi oknum di instansi tertentu saja. Nah, ngapainlah dipertahankan perusahaan semacam ini,” ujar Miswar.
Pemkab Kampar kata Miswar tak perlu lagi berpikir panjang untuk bersikap tegas. sebab Katanya, Menteri Kehutanan RI sudah memberi lampu hijau atas pencabutan perizinan, khususnya izin yang tak punya izin prinsip dari Dapertemen Kehutanan.Tentang tudingan masyarakat yang menjadi korban penyerangan orang tak dikenal kemaren bahwa DPRD Kampar tak pernah menanggapi pengaduan mereka, dibantah oleh Miswar.
“Sekecil apapun pengaduan masyarakat pasti segera kita tanggapi. Hanya saja butuh proses untuk itu. Semakin besar masalah yang diadukan, tentu semakin panjang waktu yang kita butuhkan untuk menuntaskan persoalan yang ada. Jadi, kesabaran masyarakat tentu kita butuhkan,” katanya. aziz
Walhi Riau: Polisi Dan Pemerintah Lamban
Pekanbaru (KK) Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Hariansyah Usman menyesalkan konflik berdarah yang terjadi di Dusun Bukit Desa Pencing Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar yang terjadi tadi pagi.
Menyesalkan kurang tanggapnya pemerintah atas persoalan masyarakat dan kurang sigapnya polisi dalam menyikapi laporan masyarakat. “Polisi sangat lamban dalam merespon laporan warga. Satu hari sebelum kejadian, warga sudah melapor bahwa mereka diintimidasi perusahaan. Masyarakat dilempari batu. Tapi polisi tak respon juga. Akhirnya kan, ada yang mati dulu baru polisi datang,” kata Hariansyah kepada katakabar di Pekanbaru sore ini.
Siapapun yang menjadi korban, entah itu dari perusahaan mapun masyarakat yang memperjuangkan haknya kata Hariansyah, ini telah menjadi tragedi kemanusiaan yang tak semestinya terjadi bila pemerintah cepat tanggapan atas persoalan yang ada. “Tapi lantaran tak pernah ada langkah serius dari pemerintah dalam menyelesaikan persoalan, beginilah akibatnya,” kata Hariansyah.
Dia menyebut, di Kabupaten Kampar, kejadian berdarah seperti yang terjadi di Desa pencing tadi, sangat rentan terjadi. Sebab banyak wilayah lain di Kampar yang berpotensi konflik. Misalnya di Siabu Kecamatan Bangkinang Barat, konflik antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi. Terus di Desa Bandar Picak Kecamatan XIII Koto Kampar, antara masyarakat dengan perusahaan juga.
Lantaran itu Hariansyah meminta supaya Pemerintah Kabupaten Kampar segera membikin satuan tugas atau semacam badan khusus yang tugasnya untuk menyelesaikan konflik tanah. “Entah apalah namanya dibikin. Yang penting ada semacam badan khsusus,” katanya.
Sebenarnya konflik yang sering terjadi antara masyarakat dan perusahaan lanjut Hariansyah lantaran tidak adanya kontrol yang ketat dari pemerintah atas hadirnya perusahaan di sebuah kawasan. “Kalau ada kontorl yang ketat, saya yakin konflik akan sangat minim,” kata Hariansyah.
Kontrol yang ketat itu menurut dia adalah perusahaan musti mengurus kelengkapan lahannya sesuai aturan yang berlaku. “Perusahaan musti mengurus kelengkapan administrasi lahannya mulai dari aparatur terendah. Nah, yang ada sekarang, perusahaan banyak mengurus administrasi tak sesuai prosedur. Akibatnya muncul ragam persoalan. Mulai dari tumpang tindih dan segala macamnya,” katanya. aziz
147 Unit Rumah Masyarakat Desa Pencing Pernah Dirusak Perusahaan
Kota Garo (KK) – Konflik antara PT. Raka dengan 600 Kepala Keluarga (KK) yang mengaku adalah pemilik sah 1200 hektar lahan kebun kelapa sawit yang kini diikuasai PT. Raka, sebenarnya sudah berlangsung sejak lima tahun silam persis sejak tahun 2006.
Sebelum PT. Raka masuk ke area yang berada di Dusun Bukit Desa Pencing Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar itu, 600 KK masyarakat tadi secara bertahap sudah membangun rumah di kebun kelapa sawit yang pada saat itu sudah berumur dua tahun. “Waktu itu rumah yang sudah dibangun mencapai 147 unit. Yang membangun rumah di kebun sawit adalah mereka yang tak punya rumah dimanapun,” kata Syaiful kepada katakabarmelalui sambungan telepon. Syaiful adalah ketua Ranting Serikat Petani Indonesia wilayah Tapung Hilir.
Sayang, perusahaan yang juga mengaku pemilik sah atas lahan itu memaksa masyarakat meninggalkan area kebun itu. Selain menghancurkan rumah masyarakat, perusahaan juga membikin parit selebar lima meter sedalam 2,5 meter. Tujuannya agar masyarakat yang telah terusir tadi tidak leluasa masuk ke kebun kelapa sawit itu.
Masyarakat yang terusir hanya bisa pasrah. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab alat berat perusahaan dikawal oleh aparat bersenjata lengkap. Mereka hanya bisa bertebaran menumpang di lahan-lahan penduduk yang ada di sekitar kebun kelapa sawit. Di sanalah mereka membikin bedengan berukuran sekitar 3x 4 meter untuk tempat berlindung anak istri.
Untuk bertahan hidup, masyarakat yang terusir tadi bekerja serabutan. Ada yang menjadi buru, bikin arang dan apa saja pekerjaan yang bisa dikerjakan. “Gimana lagi pak. Mau ngerjakan lahan sendiri tak bisa lagi. Sebab parit besar sudah menghalangi kami,” kata Ismayanto, salah seorang masyarakat pemilik lahan kebun.
Walau sudah terusir, masyarakat masih mencoba mendapatkan haknya. Mereka secara bersama-sama telah menjambangi para petinggi mulai dari Kampar hingga ke provinsi untuk mengadukan nasib mereka. Tapi sampai terjadi bentrok yang menyebabkan seorang tewas tadi pagi, apa yang diadukan masyarakat ini belum satupun yang menanggapi. aziz
Sinyal Bakal Ada Penyerangan Sudah Ada Kemaren
Kota Garo (KK) Bentrok dua kelompok massa di Dusun Bukit Desa Pencing Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar yang terjadi tadi pagi rupanya dipicu oleh sengketa lahan yang telah menahun. Ismayanto 43, salah seorang warga yang diserang orang tak dikenal menuturkan, tanah mereka yang telah ditanami kelapa sawit seluas 1200 hektar diserobot oleh sebuah perusahaan bernama PT. Raka.
Sejak tiga minggu lalu kata Ismayanto, pihaknya kembali mencoba bertahan di kebun kelapa sawit milik masyarakat yang diserobot PT. Raka. Lima unit barak dan satu posko dibangun untuk tempat masyarakat berjaga-jaga. Selain itu, sebuah mushola sederhana juga dibangun.
Sehari sebelum penyerangan orang tak dikenal yang diduga suruhan perusahaan kata Ismayanto, pihaknya sudah mendapat perlakukan tak sedap dari perusahaan. Sebab katanya, sekelompok karyawan perusahaan melempari barak mereka pakai batu. Agar tak terjadi bentrok, masyarakat tidak menggubris lemparan itu. “Ternyata lemparan batu kemaren menjadi sinyal bahwa hari ini kami diserang,” kata Ismayanto kepada katakabar melalui sambungan telepon.
Lebih jauh Ismayanto menyebut, pihaknya tidak pernah berusaha menggangu perusahaan. “Perusahan yang justru mengganggu kami. Bahkan menyuruh orang pula menyerang kami. Kami hanya mempertahankan hak kami,” kata Ismayanto.
Seperti diberitakan sebelumnya, tadi pagi sekelompok orang tak dikenal menyerang dan membakar lima barak warga di kebun kelapa sawit. Satu orang tewas dari pihak penyerang. Dikabarkan, dua unit mobil dan satu alat berat milik PT. Raka dibakar. “Kami tidak tahu siapa yang membakar mobil dan alat berat itu. Yang pasti bukan kami. Sebab kami tidak pernah mau mengganggu perusahaan,” kata Ismayanto. aziz
Satu Orang Tewas Dalam Bentrok Berdarah Di Tapung Hilir
Kota Garo (KK) Satu orang tewas, dua unit mobil dan satu unit alat berat dibakar dalam bentrok berdarah yang terjadi di kebun kelapa sawit di Desa Pencing Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar, sekitar 100 kilometer arah barat Kota Pekanbaru, Riau tadi pagi. Korban tewas diduga lantaran dikeroyok massa.
“Yang meninggal itu merupakan satu dari seratusan orang yang menyerang kami tadi pagi. Kami tidak tahu namanya siapa. Mayatnya sudah dibawa polisi,” kata Ismayanto 43 tahun, salah seorang masyarakat yang diserang orang tak dikenal itu.
Ayah 6 anak ini menuturkan, tadi pagi saat masyarakat sedang sarapan pagi, tiba-tiba seratusan orang tak dikenal menyerang mereka. Lima barak yang dibangun di lingkungan kebun sawit dirusak dan dibakar. Mendapat serangan seperti itu, sekitar lima puluh kepala-keluarga yang ada di kebun kelapa sawit itu berhamburan menyelamatkan diri. Mereka mengungsi keluar dari kebun kelapa sawit.
Namun saat mushola yang tak jauh dari barak yang telah dibakar, coba dirusak oleh orang tak dikenal itu, masyarakat marah. Mereka kemudian melakukan serangan balik. Berbalik orang tak dikenal tadi kalangkabut. Mereka berlarian. Sayang, satu orang dari mereka terjatuh. Inilah kemudian jadi bulan-bulanan warga hingga tewas.
Sampai berita ini diturunkan, suasana di kebun kelapa sawit itu masih tegang. Sejumlah masyarakat masih berjaga-jaga. “Teman-teman masih berjaga-jaga di kebun. Mana tahu penyerang tadi datang lagi,” kata Ismayanto. aziz
Warga Ancam Panen Paksa, Torganda tak Bayarkan Hak Peserta KKPA 3 Bulan
Sudah tiga bulan pengurus dan anggota Koperasi Sawit Mahato Bersatu tak mendapat pembagian dari kebun KKPA dari PT Torgada. Warga mengancam akan memanen paksa.
Riauterkini-TAMBUSAIUTARA- Belum lagi selesai masalah dugaan penyerobotan areal budidaya ikan Arwana jenis “Gold Red” di kawasan Mahato, Kabupaten Rokan Hulu. Belakangan ini, PT.Torganda kembali dihadapkan tuntutan dari Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KOPSA-MB), Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, terkait pembayaran gaji anggota KOPSA-MB, yang diakui para anggota belum dibayarkan 3 bulan terakhir.
Akibat gaji belum dibayar manajemen PT.Torganda, selaku bapak angkat, masyarakat ancam panen sendiri buah kelapa sawit di kebun kemitraan pola KKPA PT Torganda, jika batas waktu hingga 30 Juli 2011 mendatang gaji anggota KOPSA-MB belum dibayar oleh perusahaan.
“Dengan sikap perusahaan yang pasif dan tidak respon ini, pengurus dan anggota KOPSA-MB merasa dirugikan. Sebab, sampai sekarang permasalahan pelik ini belum ada titik temu,” ungkap Elfazer, selaku Sekretaris KOPSA-MB Tambusai Utara, didampingi Badan Pengawas KOPSA-MB Baringin Siahaan, dan puluhan anggota koperasi lainnya, kepada wartawan, Jumat (29/7/11).
Elfazer menjelaskan, permasalahan ini muncul, setelah terbentuknya koperasi tandingan yang disebut-sebut masyarakat, sengaja dibentuk dan direstui PT.Torganda Desember 2010. lalu.
Sesuai nota kesepahaman di Akte Notaris, ditandatangani pemilik perusahaan yang merupakan pengusaha asal Sumatera Utara, Sutan DL Sitorus, pada tahun 2003 lampau, lahan seluas sekitar 4.466 hektare (ha) diserahkan kepada masyarakat, dipetuntukan sebagai kebun inti dan plasma atau KKPA, dengan sistem bagi hasil, 60 persen untuk perusahaan, dan 40 untuk masyarakat.
Elfazer klaim, surat Akte Notaris hingga kini masih berlangsung, dan masih berlaku, sebab belum dilakukan revisi. Cerita dia, setelah kebun dibangun, masyarakat bentuk koperasi lengkap dengan badan hukumnya, yakni KOPSA-MB. Dari hasil musyawarah, terpilih sebagai Ketua, Yakin, dan Sekretaris Elfazer.
“Sejak 3 bulan terakhir, anak dari Sutan DL Sitorus (Sabar Ganda Sitorus.red), turut mencampuri permasalahan internal yang terjadi di tubuh KOPSA-MB. Padahal secara hukum, dalam internal badan hukum koperasi, perusahaan hanya sebagai mitra kerja, sehingga tidak ada hak turut campur di internal pengurus,” ujarnya.
Akibat adanya campur tangan perusahaan, akibatnya dana yang seharusnya dibayarkan untuk gaji pengurus dan anggota KOPSA-MB, sejak 3 bulan terakhir, dana tersebut belum diberikan pihak perusahaan. Untuk itu, pengurus dan anggota koperasi mendesak secepatnya perusahaan membayarkan gaji, sebelum 30 Juli 2011 mendatang.
“Jika gaji belum juga dibayar perusahaan, kita akan panen paksa buah kelapa sawit di kebun KKPA milik anggota KOPSA-MB. Kita sedih, sebab ada dugaan Sabar Ganda Sitorus, membayarkan dana koperasi tersebut kepada pengurus koperasi tandingan,” ancamnya.
Dalam hal ini, kata Elfazer, Dinas Koperasi dan Perdagangan (Diskoperindag) Rokan Hulu sudah mengakui kepengurusan KOPSA-MB yang diketua Yakin. Ia menduga, kepengurusan tandingan yang dibentuk diduga hanya rekayasa.
Baringin Siahaan, selaku Badan Pengawas koperasi, turut menyayangkan adanya didugaan koperasi tandingan ini. Padahal, jauh-jauh hari, pihaknya sudah sampaikan ke Diskoperindag tentang klarifikasi kepengurusan yang baru dibentuk.
Perihal ini sudah pernah dimediasi untuk pertemuan antara pengurus yang diketuai Yakin, dengan pengurus tandingan, tapi hasil nihil, karena pengurus koperasi tandingan walk out ketika sedang mediasi, sehingga belum ada titik temu sampai sekarang.
“Kita memiliki bukti. Dalam pembentukan kepengurusan koperasi tandingan melalui Rapat Anggota Luar Biasa tahun 2010 lalu, ada kepala desa yang hadir disana. Tapi, Kades membantah menghadirinya, termasuk ada sejumlah anggota koperasi yang meninggal, namun nama tidak dimasukkan,” ungkapnya.***(zal)