Tribun Pekanbaru - Rabu, 21 November 2012 20:50 WIBhttp://pekanbaru.tribunnews.com/2012/11/21/warga-keluhkan-penolakan-asian-agri
Johanes/Tribunpekanbaru.com
Rapat dengar pendapat di lanai III gedung DPRD Pelalawan. warga kecewa kepada PT Asian Agri yang menolak membeli TBS mereka
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI - Perwakilan warga dari tiga desa, Desa Air Hitam, Lubuk Kembang Bunga dan Bagan Limau, Kecamatan Ukui, mendatangi kantor DPRD Pelalawan guna mengadukan Tandan Buah Segar (TBS) hasil kebun mereka tak diterima Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Asian Agri.
Padahal, perusahaan sama sekali tak menolak membeli TBS milik warga. Namun, sejak 15 November 2012 silam, diterapkan ketentuan baru melarang menerima TBS warga. Kedatangan perwakilan tersebut diterima dalam rapat dengar pendapat (Hearing), Selasa (20/11).
Dalam hearing tersebut, turut hadir perwakilan PT Asian Agri, Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan serta WWF Perwakilan Riau. Sekretaris Desa Air Hitam, Janin menjelaskan, semua petani kesal terhadap sikap perusahaan menghentikan pemasokan buah sawit dari warga.
Bahkan, penghentian dilakukan tiba-tiba. Setelah ditanyakaan langsung, PT Asian Agri beralasan TBS warga diduga dari kebun sawit di areal Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Selama ini perambahan lahan TNTN marak dilakukan di daerah terebut.
"Sawit kami antar dianggap tumbuh di lahan bersengketa antara warga dan TNTN. Makanya PT Asian Agri menolak membeli buah sawit, padahal sebelumnya tidak ada masalah. Kami sangat kecewa dituduh melakukan hal-hal tidak ada, serta menggarap lahan TNTN," jelasnya.
Namun, setelah dikonfrontir dalam rapat oleh Wakil Ketua Eka Putra dan Sekretaris Komisi C, Habibi Hapri, ternyata apa dituduhkan perusahaan tidak benar adanya. Masyarakat mengaku kalau kebun ditanami di atas lahan sama sekali tidak bermasalah.
Kebun penduduk desa itu bahkan berada di luar kawasan TNTN. Sebagai bukti penguat, para petani menunjukkan surat kepemilikan sah atas lahan saat ini dikelola.
"Kami meminta agar perusahaan menerima dulu hasil panen kami dan memastikan lahan tidak bermasalah. Kami akan menyerahkan dokumen sebagai bukti jika lahan kami sama sekali tidak bermasalah" perwakilan warga lainnya menjelaskan.
Manager Humas PT Asian Agri, Zulbahri yang datang bersama stafnya Taufik dan Asril, mengakui penolakan membeli buah sawit warga. Perusahaan menangkap sinyal, TBS petani dari tiga desa berasal dalam TNTN.
Jika itu benar, tutur Zulbahri, dampak dan risikonya sangat besar terhadap PT Asian Agri. Ia menjelaskan, pencabutan sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), diterbitkan organisasi multi pihak.
Sertifikat internasional itu dikeluarkan perusahaan pembeli produk, LSM pecinta lingkungan dan sejumlah ahli lingkungan. RSPO sebagai dasar perusahaan menjual produknya di pasar internasional.
"Tapi kalau kami nanti sertifikat RSPO ini di cabut, kemungkinan besar produk CPO kami tidak akan laku lagi di pasar internasional. Bahkan bukan dari sini saja, melainkan seluruh produk PT Asian Agri di Indonesia pastinya bakal ditolak pasar internasional," kata Zulbahri.
Namun, setelah semuanya menyampaikan keluhannya masing-masing, pimpinan rapat beserta dinas terkait menyampaikan perusahaan harus arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini. PT Asian Agri tidak bisa mengambil keputusan sepihak.
Forum menganjurkan perusahaan membeli kembali buah sawit warga, demi peningkatan ekonomi warga.
Penulis : johanes
Editor : zulham
Johanes/Tribunpekanbaru.com
Rapat dengar pendapat di lanai III gedung DPRD Pelalawan. warga kecewa kepada PT Asian Agri yang menolak membeli TBS mereka
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI - Perwakilan warga dari tiga desa, Desa Air Hitam, Lubuk Kembang Bunga dan Bagan Limau, Kecamatan Ukui, mendatangi kantor DPRD Pelalawan guna mengadukan Tandan Buah Segar (TBS) hasil kebun mereka tak diterima Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Asian Agri.
Padahal, perusahaan sama sekali tak menolak membeli TBS milik warga. Namun, sejak 15 November 2012 silam, diterapkan ketentuan baru melarang menerima TBS warga. Kedatangan perwakilan tersebut diterima dalam rapat dengar pendapat (Hearing), Selasa (20/11).
Dalam hearing tersebut, turut hadir perwakilan PT Asian Agri, Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan serta WWF Perwakilan Riau. Sekretaris Desa Air Hitam, Janin menjelaskan, semua petani kesal terhadap sikap perusahaan menghentikan pemasokan buah sawit dari warga.
Bahkan, penghentian dilakukan tiba-tiba. Setelah ditanyakaan langsung, PT Asian Agri beralasan TBS warga diduga dari kebun sawit di areal Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Selama ini perambahan lahan TNTN marak dilakukan di daerah terebut.
"Sawit kami antar dianggap tumbuh di lahan bersengketa antara warga dan TNTN. Makanya PT Asian Agri menolak membeli buah sawit, padahal sebelumnya tidak ada masalah. Kami sangat kecewa dituduh melakukan hal-hal tidak ada, serta menggarap lahan TNTN," jelasnya.
Namun, setelah dikonfrontir dalam rapat oleh Wakil Ketua Eka Putra dan Sekretaris Komisi C, Habibi Hapri, ternyata apa dituduhkan perusahaan tidak benar adanya. Masyarakat mengaku kalau kebun ditanami di atas lahan sama sekali tidak bermasalah.
Kebun penduduk desa itu bahkan berada di luar kawasan TNTN. Sebagai bukti penguat, para petani menunjukkan surat kepemilikan sah atas lahan saat ini dikelola.
"Kami meminta agar perusahaan menerima dulu hasil panen kami dan memastikan lahan tidak bermasalah. Kami akan menyerahkan dokumen sebagai bukti jika lahan kami sama sekali tidak bermasalah" perwakilan warga lainnya menjelaskan.
Manager Humas PT Asian Agri, Zulbahri yang datang bersama stafnya Taufik dan Asril, mengakui penolakan membeli buah sawit warga. Perusahaan menangkap sinyal, TBS petani dari tiga desa berasal dalam TNTN.
Jika itu benar, tutur Zulbahri, dampak dan risikonya sangat besar terhadap PT Asian Agri. Ia menjelaskan, pencabutan sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), diterbitkan organisasi multi pihak.
Sertifikat internasional itu dikeluarkan perusahaan pembeli produk, LSM pecinta lingkungan dan sejumlah ahli lingkungan. RSPO sebagai dasar perusahaan menjual produknya di pasar internasional.
"Tapi kalau kami nanti sertifikat RSPO ini di cabut, kemungkinan besar produk CPO kami tidak akan laku lagi di pasar internasional. Bahkan bukan dari sini saja, melainkan seluruh produk PT Asian Agri di Indonesia pastinya bakal ditolak pasar internasional," kata Zulbahri.
Namun, setelah semuanya menyampaikan keluhannya masing-masing, pimpinan rapat beserta dinas terkait menyampaikan perusahaan harus arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini. PT Asian Agri tidak bisa mengambil keputusan sepihak.
Forum menganjurkan perusahaan membeli kembali buah sawit warga, demi peningkatan ekonomi warga.
Penulis : johanes
Editor : zulham