Medan, Kompas - Dua perusahaan minyak sawit mentah di Medan kedapatan memakai faktur palsu untuk menggelapkan pajak. Dua perusahaan ini juga mengelabui petugas pajak dengan alamat palsu. Akibat ulah perusahaan tersebut, negara menanggung kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
”Dua perusahaan itu adalah PT KP dan PT TSP. Pemilik perusahaan sedang dalam pencarian kami. Untuk sementara kami memeriksa mereka yang terlibat transaksi,” kata Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak (P4) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I Rinaldi Yusuf, Rabu (3/9).
Rinaldi mengatakan, nama perusahaan sengaja dia samarkan agar tidak mengganggu proses penyidikan. Kedua perusahaan ini melakukan transaksi dengan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang perdagangan minyak sawit mentah. Melalui perusahaan ini, petugas melacak keberadaan dua perusahaan yang memakai faktur palsu.
Faktur yang dimaksud sengaja dibuat-buat sehingga nilai pajak tidak masuk ke kas negara. Faktur tersebut dibuat oleh pihak yang berwenang mengeluarkannya. ”Namanya tidak termasuk dalam PKP (pengusaha kena pajak) karena nama pengusaha itu tidak ada. Pengusaha ini selanjutnya memperdagangkan minyak sawit mentah ke pihak berikutnya,” katanya.
Kanwil DJP Sumut I sedang memeriksa pembeli minyak sawit. Penyidik sedang menjajaki kemungkinan termasuk adanya rekayasa pembeli untuk mencari keuntungan tidak sah. Kasus ini, katanya, memunculkan beragam spekulasi. ”Bisa jadi minyak sawit mentah yang diperdagangkan merupakan barang ilegal,” katanya.
Penegakan hukum
Tidak ada cara lain, untuk menutup kebocoran pendapatan negara petugas harus menegakkan hukum. Praktik penggunaan faktur penjualan palsu ini melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Salah satu penegakan hukum penggelapan pajak oleh CV Teknik Utama. Penyidikan kasus ini sudah sampai ke meja pengadilan. Pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman kepada Direktur Utama CV Teknik Utama Thoni Utama dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp 2 miliar. Thoni, tutur Rinaldi, terbukti menggelembungkan harga pokok barang yang seharusnya Rp 21,506 miliar menjadi Rp 27,137 miliar. Akibat perbuatannya ini negara kehilangan pendapatan senilai Rp 2,5 miliar.
Kepala Bidang Pelayanan dan Penyuluhan (P2) DJP Sumut I Noor Faiz mengatakan, penegakan hukum untuk sementara ini membuahkan hasil positif. Salah satunya turut andil memperbesar realisasi penerimaan pajak sehingga mendekati target tahun 2008.
”Sejauh ini kami mampu meraih pendapatan sebesar Rp 3,92 miliar dari target Rp 4,52 miliar. Artinya, kami mampu mencapai pendapatan 85,91 persen dari target. Ini angka yang cukup tinggi,” katanya. Faiz mengatakan nilai ini paling besar dibandingkan dengan pendapatan kanwil pajak di daerah lain di Indonesia.
Pendapatan merupakan hasil sementara penghitungan Agustus ini. Nilai pendapatan, termasuk jenis Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai untuk Barang Mewah (PPNBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan jenis pajak lainnya. Dari seluruh jenis pajak ini, pendapatan dari PBB paling sedikit masuk untuk sementara. Dari sembilan kantor pelayanan pajak di bawah DJP Sumut I, nilai PBB untuk sementara sebesar Rp 278 juta dari target sepanjang tahun Rp 665 juta.
”Sebagian dari nilai pendapatan ini belum masuk pembukuan. Sebab, batas akhir pembayaran sampai akhir Agustus ini,” katanya. Padahal, pembayaran pajak sudah memakai sistem yang mudah. (NDY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar