JUMAT, 03 FEBRUARI 2012
Irsyadul Halim - KALIPTRA Sumatra |
Perbatasan Riau – Sumatera Utara sudah lama menjadi neraka bagi masyarakat Batang Kumu. Suasana panas akibat konflik berkepanjangan yang terjadi antara masyarakat desa Batang Kumu, kecamatan Tambusai – Rokan Hulu dengan PT. Mazuma Agro Indonesia semenjak tahun 1998 tidak kunjung selesai, hingga hari ini 6 orang warga Batang Kumu ditembak Brimob BKO Sumatera Utara dan 5 orang lainnya diculik. Adalah Osmar Sihombing (30), Franky Dolok Saribu (30), Nomos Sihombing (34), Johanes Sitorus (35), Ranto Sirait (27), dan terakhir Joni Sihotang (58) yang menjadi korban penembakan karena mempertahankan tanah yang sudah mereka tanami dengan padi, kelapa sawit dan karet.
Direktur Eksekutif Kaliptra Sumatera, Irsyadul Halim mengatakan: “ konflik ini sudah berlangsung sejak tahun 1998. Seluas 5.508 ha tanah masyarakat desa Batang Kumu dirampas oleh PT. Mazuma Agro Indonesia. Perusahaan ini mendapatkan izin prinsip dari Bupati Tapanuli Selatan, kemudian tanpa HGU dan izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, PT. MAI menggarap lahan yang terletak diperbatasan ini hingga masuk kewilayah Propinsi Riau sejauh 3,5 km. Dan bahkan perusahaan ini melalui karyawannya yang di beking oleh Brimob Sumatera Utara BKO di perusahaan mengintimidasi serta membakar rumah-rumah warga desa Batang Kumu pada tahun 2010. Sebanyak 40 rumah dibakar pada saat itu”, ujar Halim yang juga Dewan Petani Sawit Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu ini.
“Pada tahun 2010 masyarakat Batang Kumu menggugat PT. MAI karena telah menguasai dan mengusahai lahan didesa Batang Kumu. Dipengadilan Negeri Kabupaten Rokan Hulu masyarakat menang, kemudian PT. MAI banding, dan masyarakat kalah di Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Lalu masyarakat Batang Kumu mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, dan hingga hari ini belum ada keputusan MA.” Halim menambahkan.
“Terkait dengan konflik yang berkepanjangan, Halim menyampaikan: “seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika pemerintah tegas terhadap perusahaan. Menteri Dalam Negeri seharusnya sudah menetapkan batas yang disepakati antara Riau dan Sumatera Utara. Padahal masyarakat sudah lama melaporkan hal ini kepada pemerintah Kabupaten, Propinsi bahkan hingga kepusat. Tetapi karena kelambanan ini telah menyebabkan korban masyarakat berjatuhan. Selain itu aparat Brimob ini harus ditarik dari perusahaan karena justru terlibat konflik dengan masyarakat” lanjut Halim.
M. Nasir Sihotang |
Sementara itu M. Nasir Sihotang warga Desa Batang Kumu selaku kuasa hukum warga mengatakan: “ Konflik ini seperti dipelihara saja oleh pemerintah, belum ada tindakan konkrit dari pemerintah sejak konflik ini bermula tahun 1998. Padahal dari tahun ketahun selalu terjadi bentrok antara masyarakat Batang Kumu dengan PT. MAI. Dan perilaku perusahaan yang membakari rumah-rumah warga adalah bentuk kejahatan yang terorganisir, tidak mungkin pemerintah tidak tahu. Karena itu seharusnya pemerintah mencabut atau mengusir perusahaan ini dari Riau karena telah merugikan warga dan pemerintah Kabupaten Rokan Hulu.” ujar M. Nasir Sihotang kesal.
“ Dengan kejadian ini semakin menambah daftar korban yang jatuh dari pihak masyarakat. Kami warga Batang Kumu meminta pada Pemerintah untuk segera menutup PT. MAI dan mengembalikan tapal batas yang di geser oleh Perusahaan tersebut, karena hal ini telah mengangkangi marwah warga dan pemerintah propinsi Riau,” tambah M. Nasir Sihotang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar