Kamis, 21 Juli 2011 16:32
Riauterkini-PASIRPANGARAIAN– Adanya dugaan pungutan liar (Pungli) terkait pola Kelompok Kebutuhan Primer Anggota (KKPA), kepada 34 petani kelompok 22, Desa muara Jaya, Kecamatan Kepenuhan Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, yang dilakukan pihak PT.Aditya Palma Nusantara (APN), anak group Dua palma Group. Dijadwalkan, Kejaksaan Negeri Pasirpangaraian, dalam waktu dekat akan memanggil perusahaan ini, beserta pengurus Koperasi Murah Rezeki.
Sesuai pengaduan 34 petani kelompok 22, menduga adanya indikasi penipuan terhadap 34 Kepala keluarga (KK) yang menjadi mitra pola KKPA. Dimana perusahaan, menaikkan plafon secara sepihak untuk kredit KKPA dengan total Rp312 juta, dari luas lahan 55 hektar (ha).
Kepala Kejari Pasirpangaraian, Abdul Wahab Arief SH, dikonfirmasi melalui Jaksa bagian Seksi Intelejen, I Wayan Riana SH,MH, diketahui pemanggilan akan dilakukan dalam waktu dekat. Sebab, surat pemanggilan secara resmi sudah disampaikan ke pihak perusahaan, beberapa hari lalu.
Sejauh ini, Jaksa penyidik sudah memeriksa 1 saksi, yaitu perwakilan petani kelompok 22 dan masih tahap pengumpulan bahan keterangan dan data-data kronologis di lapangan.
“Jika terbukti ada unsur korupsi atau penyelewengan, kita akan lakukan penyelidikan. Kita sudah surati manajemen perusahaan, agar Selasa depan datang untuk dimintai keterangan, seputar pengaduan 34 petani kelompok 22,” jelas I Wayan Riana, di Pasirpangaraian, Kamis (21/7/11).
Adanya pungutan tersebut, para petani kelompok 22, merasa dirugikan. Sebab, sampai saat ini, belum ada kejelasan dari perusahaan, tentang adanya kenaikan plafon kredit.
Awalnya, pada tahun 1994 lampau, PT.APN membuka lahan perkebunan kelapa sawit untuk 4 desa, yaitu di Desa Kota Raya, Kota Baru, Kepenuhan Jaya, dan Muara Jaya, yakni pengolahan lahan dan tanam kebun inti.
Selanjutnya, dilakukan penanaman di kebun plasma milik masyarakat seluas 5.000 ha. Dari luas tersebut, kemudian dibagi lagi secara kelompok. Sementara, untuk Desa Muara Jaya sebanyak 34 KK, tergabung kelompok 22 dengan luas 55 ha.
Sesuai perjanjian awal, pembayaran dilakukan cicilan, melalui Koperasi Murah Rezeki Rp15,800 juta per hektare. Tapi, setelah cicilan petani lunas, PT.APN masih menambah plafon kredit sebesar Rp12,400 juta per hektare. Sehingga jika ditotalkan, per hektare plafon kredit menjadi Rp28,500 juta per hektare, atau secara total keseluruhan perusahaan telah mengutip dana dari petani sebesar Rp312 juta.
Diakui sejumlah petani sebelumnya, mereka sudah mengangsur sekitar Rp260 juta dari total luas 55 ha. Namun, jumlah itu belum termasuk bunga yang ditetapkan perusahaan. Petani kelompok 22 menyatakan pungutan dan tambahan plafon kredit KKPA tidak memiliki dasar hukum.
Setelah dilakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rokan Hulu, jika ada perubahan, sehingga plafon kredit dinaikkan, harus adanya SK Bupati. Namun, sejauh ini pihak perusahaan belum memiliki SK Bupati atau dasar hukum ketika menaikkan plafon kredit tersebut.
Sekretrais Dishutbun, Sugiarno, beberapa hari lalu menyebutkan, pihaknya sudah menyurati pihak perusahaan untuk menghentikan pungutan penambahan plafon kredit petani. Namun sejauh ini, respon perusahaan terhadap surat tersebut, belum diketahui kelanjutannya.***(zal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar