Selasa, 16 Desember 2008 | 03:00 WIB
Medan, kompas - Persoalan kejelasan lahan milik PTPN II yang sudah dikeluarkan dari hak guna usaha atau HGU seluas 5.873,06 hektar harus diselesaikan secepatnya. Ketidakjelasan lokasi lahan membuat luas lahan PTPN II yang dikuasai masyarakat maupun pihak ketiga lainnya mencapai dua kali lipat dari luas lahan yang sudah dikeluarkan dari HGU.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan A Djalil di Medan, Senin (15/12), mengatakan, persoalan kejelasan status lahan PTPN II yang sudah dikeluarkan dari HGU sebaiknya diselesaikan dengan cara hukum. ”Undang juga pihak-pihak yang berkepentingan seperti gubernur, bupati, wali kota, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ujar Sofyan.
Lahan seluas 5.873,96 hektar milik PTPN II yang dikeluarkan dari HGU sebenarnya bakal dimanfaatkan untuk empat kepentingan, yakni masyarakat, perluasan wilayah administratif daerah, ruang terbuka hijau, dan sumber resapan air. Namun selama ini baik PTPN II maupun BPN belum menegaskan batas lahan seluas 5.873,06 hektar tersebut. Akibatnya, di lapangan, masyarakat dan pihak ketiga lainnya main serobot lahan milik PTPN II.
”Karena tidak diselesaikan secepatnya, fakta di lapangan malah menunjukkan jumlah lahan yang dikuasai masyarakat dan pihak ketiga sudah lebih dari 10.000 hektar atau dua kali lipat dari yang seharusnya dilepaskan,” ujar Sekretaris Komisi A DPRD Sumut Edison Sianturi.
Sebelumnya Sofyan yang datang ke Medan dalam acara penyerahan aset milik PTPN II, berupa pertapakan dan bangunan kompleks Kantor Gubernur Sumut kepada Pemprov Sumut, mengungkapkan, hendaknya penyelesaian tanah milik perkebunan negara bisa secara baik-baik. Dia mencontohkan, aset milik PTPN II berupa bangunan dan pertapakan, yang sekarang menjadi kompleks Kantor Gubernur Sumut, bisa diserahkan kepada Pemprov Sumut dengan ganti rugi hanya Rp 1.000.
Tanah pertapakan dan bangunan tua di kompleks Kantor Gubernur Sumut dulunya merupakan bekas kantor Deli Maschapij yang setelah kemerdekaan dikuasai perusahaan perkebunan negara. Namun, sejak 60 tahun lalu, bekas gedung Deli Maschapij itu jadi tempat berkantor Gubernur Sumut. Baru Senin, pertapakan dan bangunan di atasnya diserahkan kepada Pemprov Sumut oleh Menneg BUMN.
Anggota Komisi A DPRD Sumut, Abdul Hakim Siagian, mengungkapkan, cara Menneg BUMN dalam menyelesaikan aset PTPN II berupa tanah pertapakan dan bangunan di kompleks Kantor Gubernur Sumut seharusnya bisa diterapkan dalam kasus lahan eks HGU PTPN II.
”Kalau Pemprov Sumut saja hanya membayar ganti rugi Rp 1.000 dari yang seharusnya Rp 21 miliar, mengapa rakyat yang nyata-nyata membutuhkan lahan untuk menopang kehidupannya justru dipersulit,” katanya. (BIL)
Medan, kompas - Persoalan kejelasan lahan milik PTPN II yang sudah dikeluarkan dari hak guna usaha atau HGU seluas 5.873,06 hektar harus diselesaikan secepatnya. Ketidakjelasan lokasi lahan membuat luas lahan PTPN II yang dikuasai masyarakat maupun pihak ketiga lainnya mencapai dua kali lipat dari luas lahan yang sudah dikeluarkan dari HGU.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan A Djalil di Medan, Senin (15/12), mengatakan, persoalan kejelasan status lahan PTPN II yang sudah dikeluarkan dari HGU sebaiknya diselesaikan dengan cara hukum. ”Undang juga pihak-pihak yang berkepentingan seperti gubernur, bupati, wali kota, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ujar Sofyan.
Lahan seluas 5.873,96 hektar milik PTPN II yang dikeluarkan dari HGU sebenarnya bakal dimanfaatkan untuk empat kepentingan, yakni masyarakat, perluasan wilayah administratif daerah, ruang terbuka hijau, dan sumber resapan air. Namun selama ini baik PTPN II maupun BPN belum menegaskan batas lahan seluas 5.873,06 hektar tersebut. Akibatnya, di lapangan, masyarakat dan pihak ketiga lainnya main serobot lahan milik PTPN II.
”Karena tidak diselesaikan secepatnya, fakta di lapangan malah menunjukkan jumlah lahan yang dikuasai masyarakat dan pihak ketiga sudah lebih dari 10.000 hektar atau dua kali lipat dari yang seharusnya dilepaskan,” ujar Sekretaris Komisi A DPRD Sumut Edison Sianturi.
Sebelumnya Sofyan yang datang ke Medan dalam acara penyerahan aset milik PTPN II, berupa pertapakan dan bangunan kompleks Kantor Gubernur Sumut kepada Pemprov Sumut, mengungkapkan, hendaknya penyelesaian tanah milik perkebunan negara bisa secara baik-baik. Dia mencontohkan, aset milik PTPN II berupa bangunan dan pertapakan, yang sekarang menjadi kompleks Kantor Gubernur Sumut, bisa diserahkan kepada Pemprov Sumut dengan ganti rugi hanya Rp 1.000.
Tanah pertapakan dan bangunan tua di kompleks Kantor Gubernur Sumut dulunya merupakan bekas kantor Deli Maschapij yang setelah kemerdekaan dikuasai perusahaan perkebunan negara. Namun, sejak 60 tahun lalu, bekas gedung Deli Maschapij itu jadi tempat berkantor Gubernur Sumut. Baru Senin, pertapakan dan bangunan di atasnya diserahkan kepada Pemprov Sumut oleh Menneg BUMN.
Anggota Komisi A DPRD Sumut, Abdul Hakim Siagian, mengungkapkan, cara Menneg BUMN dalam menyelesaikan aset PTPN II berupa tanah pertapakan dan bangunan di kompleks Kantor Gubernur Sumut seharusnya bisa diterapkan dalam kasus lahan eks HGU PTPN II.
”Kalau Pemprov Sumut saja hanya membayar ganti rugi Rp 1.000 dari yang seharusnya Rp 21 miliar, mengapa rakyat yang nyata-nyata membutuhkan lahan untuk menopang kehidupannya justru dipersulit,” katanya. (BIL)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/16/00055660/eks.hgu.ptpn.ii.harus.diselesaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar