Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Sabtu, 16 April 2011

Karyawan PT Padasa Kalda Adukan Arogansi Perusahaan

Jum’at, 15 April 2011 18:50
Datangi Disnakerduk Capil Rohul,

Sejumlah karyawan PT Padasa Kalda mendatangi Dinas Tenaga Kerja Kependudukan dan Catatan Sipil Rohul. Mereka mengadukan arogansi pihak perusahaan.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN– Sejumlah karyawan perkebunan kelapa sawit PT.Padasa Kalda Kabun, datangi Kantor Dinas Tenaga Kerja Kependudukan dan Catatan Sipil Rokan Hulu, Jumat (15/4/11). Pasalnya pihak perusahaan dinilai arogansi, terkait pemilihan kepala desa beberapa waktu lalu.

Ungkap seorang karyawan PT.Padasa Kalda, Sumardi, warga Desa Sungai Agung Kabun, didampingi karyawan lainnya RR Manungkalit, dan Misrun. Beberapa waktu lalu, sore usai pencoblosan, ia didatangi seorang mandor perusahaan. Mandor tersebut mengatakan kedepannya ia tidak lagi mendapatkan lembur lagi, sebab tidak mendukung calon Kades sesuai permintaan Asisten Kepala (Askep) PT.Padasa Kalda, Rudianto Harahap. Akibatnya, mereka terancam dimutasi dan dikurangi gajinya.

“Calon Kades yang didukung Askep nomor urut 1, Ahmadi. Sedangkan kami lebih mendukung calon Kades Nomor 2, Hasan Basri, sebagai Kades kami selama ini,” kata Sumardi, usai mediator di Kantor Disnakerduk dan Capil Rokan Hulu, Jumat (15/4/11).

Tiga Tenaga Keja Lepas (TKL), tugas kesehariannya hanya bertugas memupuk dengan cara borongan itu juga mengeluhkan sikap PT.Padasa Kalda. Seperti diakui Desepsi Tumanggor, Meriani Lumban Toruan, dan Renia br Manalu, bahwa mereka sudah lama berkerja di perusahaan ini, tapi belum diangkat menjadi karyawan tetap, dan berstatus TKL atau Buruh Harian Lepas (BHL).

Diakui ketiganya, gaji mereka disesuaikan dengan kerja memupuk per bloknya. Jika dihitung, penghasilan mereka sekitar Rp19.000 per hari, kerja sejak pukul 07.00-12.00 Wib. Dan Kalau pupuk banyak masuk, mereka bisa mendapatkan upah sekitar Rp30.000 per hari.

“Gaji kami diambil melalui kantor Afdeling. Kerja kami dibawah komando mandor harian perusahaan. Kami kerja tiap hari, kalau pupuk sedikit, paling hanya bergaji Rp10.000,” ujarnya.

Diakui Desepsi, ia berkerja sejak tahun 2003 lalu. Ketika ia sakit, perusahaan tidak mau tau, untungnya suaminya yang dinikahinya tahun 2004 lalu karyawan perusahaan tersebut, sehingga ia menggunakan fasilitas milik suaminya untuk berobat selama ini.

“Saya sudah kerja sejak tahun 2003 lalu, waktu masih gadis. Tapi, sampai tahun 2011 ini belum diangkat menjadi karyawan tetap perusahaan ini,” ujar Desepsi, dengan nada lemah, mengadu kepada Disnakerduk Capil.

Humas PT.Padasa Kalda Kabun, Widiyanto, yang datang penuhi undangan Disnakerduk Capil, mengaku tidak tahu perkara selama ini, sebab ia mulai bekerja di perusahaan ini tahun 2010 lalu.

“Segala sesuatunya, hasil dari mediasi ini, saya tidak bisa putuskan, tapi nanti akan saya sampaikan ke atasan,” janji Widiyanto, kepada pihak Disnakerduk Capil.

Kabid Hubungan Industri dan Pengawasan (PHI) dan Pengawasan Tenaga Kerja (PTK) Disnakerduk Capil Rokan Hulu, H Siregar SH, mengaku pihaknya sudah sebarkan himbaun kepada seluruh perusahaan, bahwa tidak diberlakukan lagi BHL atau THL di perusahaan, tapi nyatanya masih ada perusahaan yang masih menerapkan sistem perbudakan seperti ini.

Ia minta pihak manajemen PT.Padasa dan sejumlah cabang perusahaan, memberikan penghargaan kepada karyawan lama dan baru secara adil, sehingga perusahaan harus memiliki estimasi gaji, jangan disamakan gaji karyawan baru dan karyawan lama.

“Ini terjadi karena kecemburuan sosial, sesuai psikologi tenaga kerja atitude (rasa kepemilikan), gaji karyawan lama seharusnya terbilang tinggi,” katanya.

Adanya perbedaan upah antara karyawan lama dan baru, ia minta perusahaan perlu menganalisa ulang permasalahan ini. Sistem pengupahan di perusahaan ini juga dinilai keliru.

“Perusahaan juga harus sempurnakan hak karyawan dengan mengubah sistem tenaga kerja di perusahaan. Pengusaha harus sesuai pasal 52 UU 13 tahun 2003, jika pengusaha akan lakukan mutasi harus membicarakan dgn pengurus tenaga kerja setempat,” himbaunya.

Selain itu, Siregar mengaku tidak ada istilah KHL atau BHL, sebab itu sistem perbudakan, KHL-BHL diatur dalam Kepres no 100 tahun 2004, karyawan harus diubah menjadi karyawan permanen.

Perusahaan juga diminta mengangkat BHL menjadi karyawan, dengan gaji yang disesuaikan Mentri Tenaga Kerja, yaitu sebesar Rp49.000 per hari, dan memberikan fasilitas kesehatan, termasuk Jamsostek.

“Kita sudah sampaikan itu, mutasi tidak memenuhi unsur, dan kami minta kepada perusahaan agar karyawan yang datang ini diposisikan pada posisinya semula. Kami menunggu seminggu, jika masih berlanjut tentu akan ada tindakan tegas,” ancamnya.***(zal)

Tidak ada komentar: