PT MAI terus saja memprovokasi masyarakat Rohul dengan menggarap lahan sengketa di malam hari. Kondisi tersebut kembali memanaskan situasi di perbatasan dengan Sumut.
Riauterkini-PASIRPANGARAIAN- Lahan sengketa sekitar 500 hektar, yang berada di Dusun Huta Parit/ Tanjung Beringin, Desa Batang Kumu, Kecamatan Tambusai, Riau. Tetap digarap oleh PT Mazuma Agro Indonesia (MAI), Padang Lawas. Padahal Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasirpangarian, pada Rabu 18 Agustus 2010 lalu, sudah memutuskan, bahwa lahan sengketa milik warga.
Lahan yang sudah diputuskan milik warga Batang Kumu, masih dalam tahap proses banding dari PN Pasirpangaraian, ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, terhitung 14 hari, sejak diputuskan, Rabu (18/8/10) lalu. Namun PT MAI sepertinya sengaja memancing emosi warga, melakukan aktifitas di lahan sengketa pada malam hari, sehingga warga berbuat anarkis.
“Mereka melakukan aktifitas pada malam hari. Selain menurunkan alat berat, PT MAI juga mencuri dan menanam sisa bibit kelapa sawit kami yang dibakar kemarin,” ungkap Husin Sinaga (56), salah seorang tokoh masyarakat Batang Kumu, Minggu (29/8/10).
Husin menduga, sepertinya PT MAI kebal Hukum, dan seperti orang barbar (babi buta). Karena dengan sengaja mencari masalah dengan warga. Ditakutnya, warga kehilangan kontrol dan lepas kendali, sehingga berbuat anarkis, dan terulang pertumpahan darah seperti tahun 1998 lampau. Apalagi warga warga yang memiliki lahan disana, siap mati demi untuk kebutuhan keluarga. Karena sudah banyak biaya, keringat keluar ketika menggarap lahan tersebut.
Pihaknya meminta kepada PT MAI, agar mematuhi putusan hukum yang berlaku di Indonesia. Dinilai banyak duit, sehingga PT MAI sesuka hati melangar peraturan hukum. Apalagi putusan PN Pasirpangaraian, sudah jelas warga yang menang.
“Aktifitas mereka menggunakan dua unit alat berat, dan tetap dikawal tiga oknum BKO Brimob Polda Sumut, lengkap dengan senjata Api laras panjang. Namun kenapa mereka berani menggarap lahan pada malam hari,” katanya.
Kuasa hukum warga Batang Kumu, M Nasir Sihotang SH, meminta Pimpinan Pihak perusahaan PT. MAI, Muslim Batubara, agar berlapang dada menerima putusan PN Pasirpangaraian. Karena lahan memang terletak di Riau, bukan di Sumut, seperti yang dituduhkan pengacara PT MAI, Mulkam Lubis dan Ridwan Siregar, dalam persidangan beberapa waktu lalu.
“Kita minta tolong, agar Muslim Batubara menghargai keputusan hukum tersebut. Warga diam bukan berarti takut, tapi saya dan tokoh masyarakat yang mencegah agar tidak terulang pertumpahan darah. Jika itu terjadi, siapa yang disalahkan,” harap M Nasir Sihotang, Minggu (29/8/10).
Katanya, pengorbanan dan perjuangan warga Desa Batang Kumu sudah sepuluh tahun. Itu hanya untuk mempertahankan lahan garapan, sebagai satu-satunya mata pencarian. Sementara PT MAI, mengklaim lahan tersebut miliknya.
“Cukuplah Rumah mereka dibakar, harta mereka dijarah, dan beberapa orang masih sampai saat ini masih mendekam di penjara oleh Polres Padang Lawas, Sumut. Kalau mau banding silahkan, tapi jangan menganggu lahan yang sudah dimenangkan warga,” himbaunya.
Nasir juga mengatakan, dua minggu setelah pembakaran rumah warga, yang dilakukan warga Sei Korang Padang Lawas, atas suruhan PT MAI. Sampai saat ini, tidak ada anggota Polres Rohul yang berjaga di daerah konflik. Menurutnya Kapolres Rohul, sudah melakukan pembohongan publik, dengan mengatakan ada anggotanya di lapangan. Padahal dia masih berkoordinasi denga Polda Riau.
“Kita harapkan, masyarakat tidak betindak anarkis. Kita ikuti proses hukum. Dan yang paling kami harapkan, agar Polres Rohul mau menerima laporan warga soal konflik lahan ini, dan secepatnya menindaklanjutinya. Untuk antisipasi kerusuhan, kita minta agar diturunkan personil Polres di lokasi. Karena kita sudah menang, tapi di usik,” harapnya lagi.***(zal)