Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Rabu, 29 April 2009

Indonesia Harus Ikut Tentukan Harga CPO

Jum'at, 24 April 2009 , 07:07:00

JAKARTA (RP) - Indonesia berambisi memimpin pasar perdagangan minyak kelapa sawit atau CPO. Sebagai pengekspor dan produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia harus ikut menentukan referensi harga. 

Menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurti, Indonesia akan menentukan sistem perdagangan CPO, termasuk penentuan harga. “Selama ini kita mengacu pada harga dari Rotterdam,” katanya di kantornya, Kamis (23/4). 

Sebagai pengekspor CPO terbesar di pasar dunia, Indonesia selayaknya bisa menciptakan harga secara pas tanpa terpengaruh harga di Rotterdam yang menyebabkan harga fluktuatif. Saat ini, kata Bayu, sudah ada beberapa trader CPO yang menggunakan notifikasi Free on Board (FoB) Pelabuhan Belawan. 

Bayu menuturkan, total perdagangan di Eropa itu hanya 1,5 juta ton atau paling tinggi 2,5 juta ton. Sedangkan Indonesia mengekspor CPO 15 juta ton. “Kenapa kita pakai referensi ke sana (Rotterdam),” katanya. Seharusnya, lanjut dia, Indonesia memegang perdagangan karena memasok 90 persen kebutuhan CPO dunia. 

Pemerintah, kata dia, sudah melakukan beberapa langkah. Yakni, mendorong eksporter menggunakan patokan harga FoB Belawan atau Dumai. Eksporter juga dapat menggunakan harga rata-rata lelang di Kantor Pemasaran Bersama PTPN, dan harga swasta. 

Bagi Indonesia, penentuan harga menguntungkan kegiatan ekspor dan juga menggairahkan industri hilir. “Spekulasi karena faktor eksternal juga bisa dikurangi sehingga menjadi penentu harga daripada pengguna harga,” tambah Bayu. 

Saat ini, produksi CPO Indonesia berkisar 19-20 juta ton. Sementara produksi Malaysia dua juta ton di bawah Indonesia. Namun, kata Bayu, Malaysia punya produktivitas lahan lebih besar 20 persen. “Lahan yang sekarang bisa 40-50 juta hektare. Itu tanpa perluasan lahan dan tidak termasuk di Papua. Hanya Sumatera dan Kalimantan,” katanya.(sof/ekk)
http://www.riaupos.info/main/index.php?mib=berita.detail&id=8625

Tidak ada komentar: