1 Maret 2011 - 10.41 WIB
PEKANBARU - Seluas 53 persen dari total areal perkebunan kelapa sawit di Riau masih menunggu nasib untuk di-replanting. Saatnya sikap mental petani diubah agar tidak gamang menghadapi kondisi tertentu.
Dari dua juta hektare lebih areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau, sebagian besar di antaranya sudah waktunya diremajakan (replanting), karena berusia antara 25 sampai 30 tahun. Yang kemudian menjadi masalah, banyak di antara petani sawit yang tidak siap kebunnya dire-planting. Pola hidup konsumtif, antara lain, dituding sebagai biang penyebabnya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, M. Yafiz, menjelaskan bahwa di antara dua juta hektare lebih areal perkebunan kelapa sawit itu, sekitar 53 persen di antaranya merupakan areal perkebunan plasma alias milik masyarakat, sementara sisanya sebesar 47 persen merupakan areal perkebunan milik sejumlah perusahaan. “Yang terkendala untuk direplanting adalah areal perkebunan milik masyarakat, terutama menyangkut persoalan kesiapan dana,” kata Yafiz.
Tapi, sekitar 47 persen areal perkebunan kelapa sawit yang bernaung di bawah sejumlah perusahaan swasta nasional yang beroperasi di daerah ini, menurut Yafiz, sudah banyak yang mulai melakukan replanting. “Pola kerja mereka sudah tersistem,” kata Yafiz kepada Plasma di kantornya, Senin (21/2). “Mana tanaman sawit yang sudah waktunya dilakukan peremajaan karena faktor usia, mereka sudah melakukannya,” sambung Yafiz.
Pernyataan Yafiz senada dengan Setiyono, Ketua Aspekpir (Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR) Riau. Menurut Setiyono, dari 134.000 hektare areal perkebunan kelapa sawit milik petani yang tergabung dalam Aspekpir Riau, seluas sekitar 10.000 hektare di antaranya sudah saatnya dilakukan peremajaan. Aspekpir Riau sedang mempelajari dan menimbang-nimbang sejumlah opsi untuk melakukan peremajaan itu.
Diakui Yafiz, yang menjadi kendala utama untuk melakukan peremajaan adalah dana, karena masa tiga tahun sebelum tanaman sawit yang diremajakan berproduksi merupakan masa mengandung, di mana tanaman sawit belum memberikan hasil apa-apa. “Banyak petani yang tidak siap untuk itu,” ungkapnya. Apalagi sebagian besar petani sawit sudah terjebak pola hidup konsumtif sehingga gamang menghadapi kondisi sulit seperti saat tanaman sawit tidak memberikan hasil apa-apa.
Menurut Yafiz, untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah. Antara lain, belum lama ini Disbun Provinsi Riau menggandeng PT Musim Mas dengan meli¬batkan tenaga ahli dari Bogor dan Kementerian Pertanian mencoba program replanting dengan pola bantuan subsidi silang. Pola ini telah berhasil dilakukan di Suma¬tera Utara dan Jambi dengan men-sela tanaman jagung dan kedele.
“Di sini pola itu mungkin akan dieksekusi dalam tahun ini,” tandas Yafiz, sambil menambahkan bahwa pelaksanaan pola tersebut dengan melibatkan PT Pertani, sebuah BUMN di lingkungan Ke-menterian Pertanian. Menurut Yafiz, penerapan pola tersebut secara prinsip sudah disetujui Kementerian Pertanian, dan diperkirakan paling telat April tahun ini Kementerian Pertanian akan mengeluarkan kebijakan tentang peremajaan.
Pola lain yang sedang dipelajari adalah sistem subsidi bunga. Dijelaskan Yafiz, petani hanya membayar bunga tujuh persen/tahun dari total jumlah kreditnya, sementara sisanya dibayarkan oleh APBN. Masalahnya, menurut Yafiz, kalau berurusan dengan lembaga perbankan tetap dengan mengedepankan profit (keuntungan). Untuk pola ini, menurut Yafiz, semua perbankan dan BMUN sudah berkomitmen untuk ikut membantu.
Untuk pola ini, menurut Yafiz, pemerintah menyiapkan dana Rp4 triliun, dan sebesar Rp600 miliar di antaranya akan dialokasikan untuk Provinsi Riau. “Sejauh ini baru satu yang sudah kita mulai, dan itu pun untuk jenis dana komersial,” terang Yafiz. Se¬mentara dua lainnya, yaitu yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hulu, sejauh ini proses administrasi untuk ikut serta dalam program tersebut sudah selesai. “Kita berharap tahun ini bisa dimulai,” sebut Yafiz.
Ditanya opsi mana yang mungkin bisa diterapkan untuk replanting, terutama areal perkebunan kelapa sawit milik masyarakat, Yafiz mengatakan pihaknya fleksibel saja. Tapi satu hal yang diingatkan Yafiz, untuk melakukan replanting sebagian besar petani tidak memiliki kesiapan dana untuk itu. Sementara di bagian lain banyak di antara perusahaan yang mau menjadi bapak angkat, tapi dengan catatan sistem bagi hasilnya bisa diterima oleh kedua belah pihak.
Yafiz juga menyinggung rencana replanting perkebunan kelapa sawit anggota Aspekpir Riau dengan bapak angkatnya PTPN V. Dijelaskan Yafiz, ia pernah mendengar pernyataan dari pengurus Aspekpir yang menyebut PTPN V masih mau menjadi bapak angkat mereka. Kepada pengurus itu, Yafiz menyarankan agar cara berpikirnya dibalik, karena yang punya lahan dan kebun adalah petani, bukan PTPN V. “Bapak ibarat gadis cantik,” kata Yafiz ke pengurus itu.
Dengan kata lain, menurut Yafiz, jangan ditanya apakah PTPN V masih mau menjadi bapak angkat bagi para petani anggota Aspekpir Riau itu? Pertanyaan seharusnya: apakah para petani masih bersedia menjadikan PTPN V sebagai bapak angkat? “Sebab, kalau mereka tidak mau, banyak perusahaan yang bersedia jadi bapak angkat,” katanya. “Tanah sudah ditanami sawit, surat-surat lengkap, kenapa harus Bapak yang nyari-nyari bapak angkat?” sambungnya.
Menunggu Tata Ruang Pada bagian lain Yafiz men¬jelaskan program pengembangan perkebunan kelapa sawit di Riau tahun 2011. “Kita masih menunggu disah¬kannya UU Tata Ruang,” ungkapnya. Menurut Yafiz, untuk areal perkebunan di bawah 25 hektare merupakan wewenang pemerintahan kabupaten/kota mengeluarkan izinnya.
Tapi diakui Yafiz, kontribusi perkebunan kelapa sawit untuk PDRB Provinsi Riau sangat tinggi, yaitu 15 persen lebih. Sebab, sebanyak 480.000 kepala keluarga lebih menggantungkan nafkahnya terhadap dari dua juta hektare lebih areal perkebunan kelapa sawit di daerah ini.
Makanya, Yafiz setuju kalau UU Tata Ruang yang sedang dibahas, masih memberi kemungkinan pengembangan areal perke¬bunan kelapa sawit di Riau. (Lebih lengkap, sila baca Tabloid Plasma No. 66 Edisi Maret 2011). |
2 komentar:
Trims buat Infonya..
semoga Sawit Indonesia semakin maju
bisa dilakukan dengan replanting bertahap dan tidak sekaligus smuanya, agar petani tidak menganggur selama replanting..
Posting Komentar