Friday,
24 September 2010 09:44
PEKANBARU, TRIBUN - Provinsi Riau memang dijuluki daerah penghasil kelapa sawit terbesar nasional. Namun, di balik itu, ada yang perlu disorot. Sebabdiindikasikan separuh dari total luas kebun sawit mencapai 1,7 juta hektar merupakan kebun yang dikelola secara ilegal.
Para pemiliknya sebagian besar merupakan pemodal yang diduga memanfaatkan masyarakat sebagai pengelola, meski tidak pernah mencicipi basil bumi tersebut. Dengan memperalat warga tempatan, maka kewajiban usaha perkebunan yang harus dibayar pemilik kebun bisa dihindari.
Praktik ini merupakan modus kejahatan lama yang kini jadi target tim terpadu lintas institusi untuk diusut tuntas.
Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ir Ferry HC menjelaskan, hasil verifikasi sementara dari sebanyak 1,7 juta hektar kebun sawit di Riau, hanya seluas 816 ribu hektar saja yang memiliki izin usaha perkebunan yang sah.
Jumlah tersebut mencapai 48 persen dari total lahan kebun sawit di Riau. Kebun sawit "resmi" itu dimiliki oleh 168 izin usaha resmi.
Sementara, lebih separuh atau sekitar 884 ribu hektare merupakan kebun tergolong ilegal. Ferry menjelaskan, kebun ilegal tersebut dibagi menjadidua kelompok, yakni usaha Perkebunan yang sudah berdiri, namun belum memenuhi persyaratan serta kebun yang sama sekali meat-tang tidak memiliki ijin perkebunan.
Menurutnya, kebun sawit di Riau yang ilegal tersebut lantaran memang belum memiliki ijin usaha. Kebanyakan, kebun terbentur pada tidak terbitnya izin pelepasan kawasan hutan oleh kementerian terkait sehingga proses lanjutan mandeg.
Selain itu, persyaratan lain yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tidak dipenuhi pemilik kebun. Namun meski pemerintah belum mengalihfungsikan kawasan hutan, tetap saja pengelola memaksakan diri untuk tetap mengelola. Alhasil sawit dibangun di kawasan yang tidak diperuntukan untuk perkebunan.
"Tapi, ada juga yang memang sejak awal tidak memiliki itikad untuk melakukan pengurusan. Biasanya pemodal menggunakan tangan-tangan koperasi dan usaha swadaya masyarakat," kata Ferry kepada sejumlah wartawan, Kamis (23/ 9) di kantor Gubernur Riau.
Menurutnya, penyebaran kebun ilegal tersebut ditemukan di setiap kabupaten/ kota di Riau. Daerah Bengkalis, Rokan Hilir (Rohil), Rokan Hulu (Rohul), Pelalawan dan Kampar merupakan yang paling banyak diidentifikasi. "Penyebarannya memang merata. Kebun sawit dibangun di kawasan yang bukan untuk peruntukkannya," tegas Ferry.
Ditanya tentang banyaknya tertahan izin usaha dan pelepasan kawasan, Ferry menyatakan masalah tersebut tidak menjadi ranah instansi Dinas Perkebunan Riau. "Ada dinas terkait untuk itu. Tidak tepat kalau saya yang menjelaskan," tambah Ferry.
Menurutnya, maraknya kebun sawit ilegal tersebut selain menyebabkan alih fungsi kawa¬san secara tidak sah yang merusak lingkungan, juga tidak terpungutnya potensi pendapatan daerah secara maksimal. Sebab, tanpa izin usaha resmi, tentu saja pemda tidak memungkinkan untuk mendapatkan PAD.
Ditanya tentang langkah konkret terkait maraknya kebun ilegal tersebut, Ferry menyatakan scat ini telah dibentuk tim terpadu lintas institusi yang melibatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupetan. Aparat pengak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK juga ikut dalam tim tersebut. Ia menjelaskan, Oktober ini tim akan turun ke Riau untuk melakukan penyelidikan lapangan. Hasil penyelidikan nantinya, lanjut Ferry akan dijadikan dasar melakukan penertiban dan penindakan. Ia menambahkan, pemilik kebun sawit yang ditemukan berada di kawasan hutan, akan diperintahkan untuk mengembalikan lahan pada kondisi awal.
24 September 2010 09:44
PEKANBARU, TRIBUN - Provinsi Riau memang dijuluki daerah penghasil kelapa sawit terbesar nasional. Namun, di balik itu, ada yang perlu disorot. Sebabdiindikasikan separuh dari total luas kebun sawit mencapai 1,7 juta hektar merupakan kebun yang dikelola secara ilegal.
Para pemiliknya sebagian besar merupakan pemodal yang diduga memanfaatkan masyarakat sebagai pengelola, meski tidak pernah mencicipi basil bumi tersebut. Dengan memperalat warga tempatan, maka kewajiban usaha perkebunan yang harus dibayar pemilik kebun bisa dihindari.
Praktik ini merupakan modus kejahatan lama yang kini jadi target tim terpadu lintas institusi untuk diusut tuntas.
Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ir Ferry HC menjelaskan, hasil verifikasi sementara dari sebanyak 1,7 juta hektar kebun sawit di Riau, hanya seluas 816 ribu hektar saja yang memiliki izin usaha perkebunan yang sah.
Jumlah tersebut mencapai 48 persen dari total lahan kebun sawit di Riau. Kebun sawit "resmi" itu dimiliki oleh 168 izin usaha resmi.
Sementara, lebih separuh atau sekitar 884 ribu hektare merupakan kebun tergolong ilegal. Ferry menjelaskan, kebun ilegal tersebut dibagi menjadidua kelompok, yakni usaha Perkebunan yang sudah berdiri, namun belum memenuhi persyaratan serta kebun yang sama sekali meat-tang tidak memiliki ijin perkebunan.
Menurutnya, kebun sawit di Riau yang ilegal tersebut lantaran memang belum memiliki ijin usaha. Kebanyakan, kebun terbentur pada tidak terbitnya izin pelepasan kawasan hutan oleh kementerian terkait sehingga proses lanjutan mandeg.
Selain itu, persyaratan lain yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tidak dipenuhi pemilik kebun. Namun meski pemerintah belum mengalihfungsikan kawasan hutan, tetap saja pengelola memaksakan diri untuk tetap mengelola. Alhasil sawit dibangun di kawasan yang tidak diperuntukan untuk perkebunan.
"Tapi, ada juga yang memang sejak awal tidak memiliki itikad untuk melakukan pengurusan. Biasanya pemodal menggunakan tangan-tangan koperasi dan usaha swadaya masyarakat," kata Ferry kepada sejumlah wartawan, Kamis (23/ 9) di kantor Gubernur Riau.
Menurutnya, penyebaran kebun ilegal tersebut ditemukan di setiap kabupaten/ kota di Riau. Daerah Bengkalis, Rokan Hilir (Rohil), Rokan Hulu (Rohul), Pelalawan dan Kampar merupakan yang paling banyak diidentifikasi. "Penyebarannya memang merata. Kebun sawit dibangun di kawasan yang bukan untuk peruntukkannya," tegas Ferry.
Ditanya tentang banyaknya tertahan izin usaha dan pelepasan kawasan, Ferry menyatakan masalah tersebut tidak menjadi ranah instansi Dinas Perkebunan Riau. "Ada dinas terkait untuk itu. Tidak tepat kalau saya yang menjelaskan," tambah Ferry.
Menurutnya, maraknya kebun sawit ilegal tersebut selain menyebabkan alih fungsi kawa¬san secara tidak sah yang merusak lingkungan, juga tidak terpungutnya potensi pendapatan daerah secara maksimal. Sebab, tanpa izin usaha resmi, tentu saja pemda tidak memungkinkan untuk mendapatkan PAD.
Ditanya tentang langkah konkret terkait maraknya kebun ilegal tersebut, Ferry menyatakan scat ini telah dibentuk tim terpadu lintas institusi yang melibatkan pemerintah pusat, provinsi dan kabupetan. Aparat pengak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK juga ikut dalam tim tersebut. Ia menjelaskan, Oktober ini tim akan turun ke Riau untuk melakukan penyelidikan lapangan. Hasil penyelidikan nantinya, lanjut Ferry akan dijadikan dasar melakukan penertiban dan penindakan. Ia menambahkan, pemilik kebun sawit yang ditemukan berada di kawasan hutan, akan diperintahkan untuk mengembalikan lahan pada kondisi awal.
Sumber: Tribun Pekanbaru
1 komentar:
wah ternyata begini ceritanya? kenapa kalo para pengusaha yg ngomong kok lain ya, kalo kata pengusaha, izin dipersulit lah, diprotes LSM lah, padahal kan buat kesejahteraan rakyat (yg kayaknya cuma tameng aja).
Tapi yang paling kocak adalah statement "untuk mengembalikan lahan pada kondisi awal"...hehehe emangnya semudah ngerubuhin bangunan lama trus bangun gedung baru? mau dikemanain gambut yg sudah hilang yg terbentuknya ribuan tahun??? belum lagi flora fauna yg telah hilang?...
Posting Komentar