Senin, 1 Februari 2010 | 08:22 WIB
Medan, Kompas - Sedikitnya lima perusahaan pengelolaan kelapa sawit di Sumatera Utara mengajukan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil atau sertifikasi minyak sawit lestari. Pihak konsultan menyatakan, problem utama yang paling banyak ditemukan pada perusahaan-perusahaan yang mengajukan sertifikasi adalah masalah sosial, terutama konflik status kepemilikan lahan.
Konsultan dari PT TUV Internasional Indonesia, Dian S Soeminta, di Medan, Sabtu (30/1), mengatakan, empat perusahaan di Sumut yang masih menunggu turunnya sertifikat dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang menjadi dampingan mereka adalah PTPN III Unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Mangke, PT BSP Tbk Kisaran, PT Perkebunan Milano, dan yang terakhir adalah PT First Mujur Plantation & Industry. Sementara di Kalimantan adalah PT Mustika Sembuluh (Wilmar Group).
Dian mengatakan, pihaknya diminta menjadi konsultan PT First Mujur Plantation sejak tahun lalu. Saat itu konsultan menemukan baru 60 persen dari 139 indikator sertifikasi RSPO. Namun, belakangan perusahaan terus melakukan perbaikan sehingga 39 indikator utama yang bisa menghambat penerimaan sertifikasi tak ditemukan lagi oleh pihak konsultan. ”Ada temuan minor, tetapi bisa diperbaiki,” tutur Dian.
Sebagai salah satu lembaga sertifikasi di Indonesia, kata Dian, pihaknya hanya bisa memberikan rekomendasi kepada Board of RSPO. PT TUV sendiri sampai saat ini sudah memberikan rekomendasi pada lima perusahaan, tetapi belum ada jawaban dari Board of RSPO. Sementara yang masih dalam penanganan ada tujuh perusahaan.
Dian mengatakan, sertifikat itu sewaktu-waktu bisa dicabut jika ditemukan ada penyelewengan dari 139 indikator yang sudah ditentukan. Menurut Dian, kebanyakan perusahaan yang ia nilai secara ekonomi memenuhi kriteria, tetapi terhambat dalam aspek-aspek sosial. (WSI)
Medan, Kompas - Sedikitnya lima perusahaan pengelolaan kelapa sawit di Sumatera Utara mengajukan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil atau sertifikasi minyak sawit lestari. Pihak konsultan menyatakan, problem utama yang paling banyak ditemukan pada perusahaan-perusahaan yang mengajukan sertifikasi adalah masalah sosial, terutama konflik status kepemilikan lahan.
Konsultan dari PT TUV Internasional Indonesia, Dian S Soeminta, di Medan, Sabtu (30/1), mengatakan, empat perusahaan di Sumut yang masih menunggu turunnya sertifikat dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang menjadi dampingan mereka adalah PTPN III Unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Mangke, PT BSP Tbk Kisaran, PT Perkebunan Milano, dan yang terakhir adalah PT First Mujur Plantation & Industry. Sementara di Kalimantan adalah PT Mustika Sembuluh (Wilmar Group).
Dian mengatakan, pihaknya diminta menjadi konsultan PT First Mujur Plantation sejak tahun lalu. Saat itu konsultan menemukan baru 60 persen dari 139 indikator sertifikasi RSPO. Namun, belakangan perusahaan terus melakukan perbaikan sehingga 39 indikator utama yang bisa menghambat penerimaan sertifikasi tak ditemukan lagi oleh pihak konsultan. ”Ada temuan minor, tetapi bisa diperbaiki,” tutur Dian.
Sebagai salah satu lembaga sertifikasi di Indonesia, kata Dian, pihaknya hanya bisa memberikan rekomendasi kepada Board of RSPO. PT TUV sendiri sampai saat ini sudah memberikan rekomendasi pada lima perusahaan, tetapi belum ada jawaban dari Board of RSPO. Sementara yang masih dalam penanganan ada tujuh perusahaan.
Dian mengatakan, sertifikat itu sewaktu-waktu bisa dicabut jika ditemukan ada penyelewengan dari 139 indikator yang sudah ditentukan. Menurut Dian, kebanyakan perusahaan yang ia nilai secara ekonomi memenuhi kriteria, tetapi terhambat dalam aspek-aspek sosial. (WSI)
2 komentar:
dear all,
kira2 berapa lama di butuhkan dalam memberikan konsultasi RSPO? dan biaya berapa? apabial luas perkebunannya 100.000 HA?
salam
www.dpkonsultan.com
Dear David Purba, terkait dengan hal itu, sebaiknya lihat di web RSPO atau kontak langsung. Sertifikasi UM akan berbeda dengan petani..
Salam
Posting Komentar