SELASA, 03 APRIL 2012
Jakarta | Gurindam12.com. Dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sangat mengecewakan para petani, seharusnya DPR mendukung rakyat serta pro terhadap penolakan BBM. Selasa (03/04)
Kepala Departemen Organisasi SPKS Nasional Arifin Panjaitan menyatakan bahwa, ”hal ini menunjukkan DPR yang secara konstitusi adalah Lembaga representasi politik rakyat tidak memperjuangkan Usulan rakyat mayoritas yang meminta agar BBM jangan dinaik-kan. Ternyata, DPR bertindak lain dengan mendukung usulan pemerintah dengan menaikkan BBM tersebut dan tentunya makin jauh dari kepentingan rakyat. Akan sangat sulit Bangsa ini, jika DPR selalu mendukung agenda Eksekutif yang terus-terusan melayani kepentingan Pasar atau kepentingan Asing.”
“Kebiasaan ini terus berulang dilakukan wakil rakyat terkait dengan keinginan rakyat khususnya Masyarakat dalam Perkebunan Kelapa Sawit yang menghendaki pembaruan struktur perkebunan kelapa sawit untuk menghilangkan Konflik-konflik dalam perkebunan. Kita menilai, tidak ada satu pun partai politik saat ini yang berpihak pada masyarakat adat dan petani kelapa sawit yang setiap hari berhadapan dengan konflik di kebun sawit. Petani, hanya terus dibohongi oleh politisi partai untuk menyelesaikan konflik, buktinya kosong,” ujar Arifin
masih dalam keterangan Arifin bahwa kami menilai, bahwa pasca transisi demokrasi sejak tahun 1998, tidak di ikuti dengan reformasi kepartaian di mana ada proses kaderisasi politik dalam partai untuk memiliki ideologi kerakyatan. Akibat hal tersebut tidak berjalan, ideologi partai lebih dominan ideologi neoliberalisme yang lebih berpihak pada corporasi besar dan jauh dari rakyat. Tidak salah, jika partai politik selalu tidak berpihak pada petani sawit dan masyarakat adat dalam konflik-nya dengan Perusahaan Perkebunan. Selain itu, partai politik bebas di Beli. Akibatnya, banyak politisi partai di DPR saat ini lewat ‘pintu belakang’ sebagai pejuang corporasi Perkebunan. Sebab lain di akibatkan proses pemilu ataupun Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang membutuhkan ongkos politik yang mahal. Akibatnya, begitu banyak partai politik yang membajak corporasi dan imbalan-nya memelihara corporasi dari aspek politik. Hal ini tentunya, merugikan rakyat di perkebunan yang membutuhkan good will dan perjuangan para wakil rakyat merubah kehidupannya yang lebih adil dan sejahtera sebagaimana amanat konstitusi.
Kami mengingatkan agar DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dan partai politik sebagai Kelembagaan Demokrasi untuk kembali ke konstitusi republik Indonesia yang mengayomi rakyat Indonesia untuk keadilan dan kesejahteraan. Ekonomi di dorong sistem kerakyatan yang dapat melindungi Hak-Hak Petani dan Masyarakat Adat. Ekonomi Neoliberal yang sering melekat dengan perjuangan partai dan DPR sudah inkonstitusional selama ini yang berakibat hilang nya hak-hak rakyat dan menguntungkan Perusahaan Perkebunan Kelapa sawit skala besar. (rls)
Kepala Departemen Organisasi SPKS Nasional Arifin Panjaitan menyatakan bahwa, ”hal ini menunjukkan DPR yang secara konstitusi adalah Lembaga representasi politik rakyat tidak memperjuangkan Usulan rakyat mayoritas yang meminta agar BBM jangan dinaik-kan. Ternyata, DPR bertindak lain dengan mendukung usulan pemerintah dengan menaikkan BBM tersebut dan tentunya makin jauh dari kepentingan rakyat. Akan sangat sulit Bangsa ini, jika DPR selalu mendukung agenda Eksekutif yang terus-terusan melayani kepentingan Pasar atau kepentingan Asing.”
“Kebiasaan ini terus berulang dilakukan wakil rakyat terkait dengan keinginan rakyat khususnya Masyarakat dalam Perkebunan Kelapa Sawit yang menghendaki pembaruan struktur perkebunan kelapa sawit untuk menghilangkan Konflik-konflik dalam perkebunan. Kita menilai, tidak ada satu pun partai politik saat ini yang berpihak pada masyarakat adat dan petani kelapa sawit yang setiap hari berhadapan dengan konflik di kebun sawit. Petani, hanya terus dibohongi oleh politisi partai untuk menyelesaikan konflik, buktinya kosong,” ujar Arifin
masih dalam keterangan Arifin bahwa kami menilai, bahwa pasca transisi demokrasi sejak tahun 1998, tidak di ikuti dengan reformasi kepartaian di mana ada proses kaderisasi politik dalam partai untuk memiliki ideologi kerakyatan. Akibat hal tersebut tidak berjalan, ideologi partai lebih dominan ideologi neoliberalisme yang lebih berpihak pada corporasi besar dan jauh dari rakyat. Tidak salah, jika partai politik selalu tidak berpihak pada petani sawit dan masyarakat adat dalam konflik-nya dengan Perusahaan Perkebunan. Selain itu, partai politik bebas di Beli. Akibatnya, banyak politisi partai di DPR saat ini lewat ‘pintu belakang’ sebagai pejuang corporasi Perkebunan. Sebab lain di akibatkan proses pemilu ataupun Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang membutuhkan ongkos politik yang mahal. Akibatnya, begitu banyak partai politik yang membajak corporasi dan imbalan-nya memelihara corporasi dari aspek politik. Hal ini tentunya, merugikan rakyat di perkebunan yang membutuhkan good will dan perjuangan para wakil rakyat merubah kehidupannya yang lebih adil dan sejahtera sebagaimana amanat konstitusi.
Kami mengingatkan agar DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dan partai politik sebagai Kelembagaan Demokrasi untuk kembali ke konstitusi republik Indonesia yang mengayomi rakyat Indonesia untuk keadilan dan kesejahteraan. Ekonomi di dorong sistem kerakyatan yang dapat melindungi Hak-Hak Petani dan Masyarakat Adat. Ekonomi Neoliberal yang sering melekat dengan perjuangan partai dan DPR sudah inkonstitusional selama ini yang berakibat hilang nya hak-hak rakyat dan menguntungkan Perusahaan Perkebunan Kelapa sawit skala besar. (rls)