Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Jumat, 14 November 2014

PT Duta Palma Diduga Suap Gubri untuk Legalkan Puluhan Ribu Hektar Kebun Sawit di Inhu

Kamis, 13 Nopember 2014 15:21
Big Bosnya Kembali Diperiksa KPK,http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=83496&judul=
Untuk kali kedua bos besar PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng diperiksa KPK. Perusahaan tersebut diduga kuat terlibat suap untuk melegalkan puluhan ribu hektar kebun sawit di Inhu.

Riauterkini-PEKANBARU- Bos besar PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng kemarin, Rabu (12/11/14) kembali diperiksa Komisi Pemberasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Sebelumnya, pada Jumat (24/10/14) Apeng juga sudah diperiksa penyidik KPK di ruang Catur Prasetya Sekokolah Polisi Negara (SPN) Jalan Patimura Pekanbaru.

Selain Apeng, sejumlah petinggi perusahaan perkebunan tersebut juga telah diperiksa penyidik KPK terkait dugaan suap terhadap Gubernur Riau Annas Maamun untuk memuluskan proses izin alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan. Bahkan, kantor PT Duta Palma di belakang purna MTQ pada Senin (20/11/14) juga sempat digeledah penyidik lembaga anti rasuah itu.

Intensifnya perusahaan tersebut diperiksa penyidik KPK menguatkan dugaan adanya kaitan kuat dengan kasus yang menyebabkan Gubri nonaktif dan Gulat Manurut dijadikan KPK tersangka sekaligus ditahan. Sejumlah asumsi pun bermunculan terkait dugaan suap dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan data yang dirangkum riauterkinicom dari sumber di Dinas Kehutanan Provinsi Riau, setidaknya ada lima anak perusahaan PT Duta Palma yang kebun kelapa sawitnya ditanam di kawasan terlarang. Baik di Hutan Produksi bisa di-Korversikan (HPK) maupun di Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Seluruhnya berada di Kabupaten Indragiri Hulu.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Kencana Amal Tani dengan kebun sawit seluas 4.420 hektar berlokasi di HPK. Kedua, PT Banyu Bening Utama seluas 7.850 hektar di kawasan HPT dan HP. Ketiga, PT Palma Satu seluas 11.044 hektar di kawasan HPK.

Keempat PT Siberida Subur dengan kebun kelapa sawit seluas 2.340 hektar yang ditanam di kawasan HPT. Kelima, PT Panca Agrindo Lestari seluas 3.562 hektar di kwasan HPT dan HP.

Masih menurut sumber dari Dinas Kehutanan Riau yang menolak namanya disebutkan, bahwa usulan pelepasan kawasan dari group PT Duta Palma tak ada satupun yang masuk rekomendasi Tim Terpadu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun faktanya saat diusulkan pada Menteri Kehutanan untuk dijadikan SK, justru seluruhnya diminta untuk dijadikan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).

Terkait dengan dugaan asal Suap dari PT Duta Palma, juru bicara KPK Johan Budi menolak menanggapi. Ia hanya membenarkan kalau setiap saksi yang diperiksa dalam kasus Gubri nonaktif terindikasi punya kaitan dengan kasus tersebut.

“Itu masih diselidiki dari mana asal uang suap pada Gubernur Riau. Kalau memang ada kaitan langsungnya, nanti pasti ada perkembangan selanjutnya,” ujarnya menjawab wartawan yang menghubunginya, Kamis (13/11/14).***(mad) 

Sabtu, 08 November 2014

PT DPN Bisa Dikeluarkan dari Keanggotan RSPO

Jum’at, 7 Nopember 2014 17:32
http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=83234&judul=
Sengketa antara PT DPN dengan warga di empat kenegerian di Kuansing, bisa berujung dengan dikeluarkannya perusahaan itu dari RSPO. Bila sertifikat RSPO tak ada, produksi sawitnya tak akan dihargai pasar.

Riauterkini-TELUK KUANTAN- Sengketa Hak Guna Usaha PT Duta Palma Nusantara dengan masyarakat empat kenegerian di Kuansing belum kunjung cair.

Jika sengketa itu tidak bisa diatasi, maka tidak menutup kemungkinan, perusahaan pemilik modal asing itu tidak akan bisa memiliki sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Jika PT DPN tidak memiliki RSPO, maka hasil produksi sawitnya tidak akan di dihargai di pasar ekspor, keputusan ini akan berlaku mulai tahun 2015 mendatang," ujar Kadis Perkebunan Kuansing, Wariman.

Sebab kata Wariman, untuk memperoleh sertifikat tersebut ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya kejelasan status HGU yang dimilikinya, serta sertifikat izin dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Perusahaan itu hingga kini masih bersengketa HGU-nya dengan Pemerintah Kuansing, bahkan dengan sejumlah masyarakat kenegerian. "Ini akan jadi penghalang mereka untuk mendapatkan RSPO," cetusnya kepada riauterkinicom, kemarin.

Kata Wariman, tim yang akan memberikan RSPO itu memantau perkebunan, bagaimana status tanahnya, dan apakah sering berkonflik dengan masyarakat setempat atau lain-lain, "RSPO baru bisa keluar apabila perusahaan itu bersih dari permasalahan," sambung Wariman.

Senada, Ketua LSM Permata Kuansing, Junaidi Afandi menuturkan, peran LSM dan media massa terkait perebutan hak ulayat yang telah dirampas selama ini oleh perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kuansing sangat penting.

Bahkan saking strategisnya peran LSM selevel nasional dan international merupakan ujung tombak kekuatan. Pasalnya kekuatan uang dan jaringan yang dimiliki oleh perusahaan besar itu merupakan sebuah kekuatan besar yang harus dihadapi oleh masyarakat.

Kendatipun demikian sebut Junaidi, bukan berarti perusahaan tidak memiliki titik lemah. Titik lemah perusahaan berada pada produksi.

Hasil produksi mereka dapat diboikot konsumen apabila konsumen tahu bahwa produksi mereka dihasilkan melalui cara-cara yang tidak ramah lingkungan,mengkebiri hak-hak masyarakat lokal dan melanggar aturan yang ada.

“Sekarang kan konsumen dunia cukup sensistif. Kalau tahu CPO dihasilkan dari lahan yang berkonflik dengan masyarakat, konsumen dunia akan memboikot. Kalau sudah diboikot ya perusahaan otomatis bangkrut, karena konsumen dunia tidak mau minyak goreng atau bahan-bahan lain yang bahan bakunya CPO yang mereka gunakan berasal dari lahan-lahan yang bermasalah dengan masyarakat, apalagi yang membuat masyarakat tersingkir dan tidak memiliki lahan,”ujarnya.

Karena itu dirinya menyarankan, warga masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan, selain berjuang secara legal formal di lembaga-lembaga pemerintah dan legislatif, juga mengandeng LSM daerah, nasional dan internasional.

"Titik lemah perusahaan disitu, mereka akan mau berunding kalau produksi mereka kena boikot,” ujarnya.***(dri)