Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Senin, 24 Mei 2010

Industri Minyak Sawit Masih Jadi Bulan-bulanan

Senin, 24 Mei 2010 | 15:32 WIB
KOMPAS.com — Tak cuma di Indonesia, di negeri jiran Malaysia, industri minyak sawit masih jadi bulan-bulanan banyak kalangan terkait tudingan kerusakan hutan dan sumber daya alam. Menurut catatan Bernama (24/5/2010), Dewan Minyak Sawit Malaysia Datuk Lee Yeow Chor mengemukakan pandangannya mengenai hal itu. "Informasi mengenai tudingan itu pun masih menghiasi media massa," katanya.

Berbicara dalam Konferensi Internasional tentang Kesinambungan Minyak Sawit, Yeow Chor mengatakan, bukan cerita baru kalau industri besar makanan menghentikan sementara waktu pembelian minyak kelapa sawit dari sejumlah pemasok. Di Indonesia, Unilever dan Nestle adalah salah satu contoh. Gara-gara kebijakan itu, kelompok Sinar Mas terpaksa menjadwal ulang pasokannya.

Maka dari itulah, untuk menghadapi tantangan ini, kata Yeow Chor, produsen minyak sawit mesti bergerak cepat untuk memberikan pengertian kepada khalayak soal peran sertanya dalam pelestarian lingkungan. "Kalangan produsen harus terus-menerus melakukan promosi kembali untuk menangkis persoalan-persoalan menyangkut kampanye yang kurang menguntungkan soal kelapa sawit," demikian Yeow Chor.

Unilever Bahas Rencana Somasi Dutapalma

Kamis, 15 April 2010 | 10:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rachmat Hidayat, External Affair Manager PT Unilever Indonesia Tbk, mengaku sudah mendengar rencana somasi yang akan dilayangkan oleh PT Dutapalma Nusantara.


"Sekarang kami sedang pembahasan pandangan internal. Nanti (hal itu) akan kami sampaikan,” katanya kepada Kontan.

Perusahaan kelapa sawit PT Dutapalma Nusantara bakal melayangkan somasi kepada Unilever. Pasalnya, Unilever menuding PT Dutapalma termasuk sebagai perusahaan yang melakukan pelanggaran lingkungan dalam pengelolaan kebun kelapa sawit. Tudingan serupa sebelumnya juga dialamatkan ke PT Smart Tbk.

Saat ini, Dutapalma memiliki areal perkebunan seluas 60.000 hektar yang ada di Riau dan 40.000 hektar di Kalimantan Barat. Menurut Sasanti selaku pihak dari Dutapalma, perusahaannya sudah menjadi anggota dari Rountable on Suistainable Palm Oil atau RSPO dan memiliki komitmen tidak menanam sawit di lahan gambut. (Asnil Bambani Amri/Kontan)

Rabu, 12 Mei 2010

Limbah PKS Riskan Cemari Lingkungan, Komisi IV DPRD Kampar Minta BLH Perketat Pengawasan

Rabu, 12 Mei 2010 07:40

Komisi IV DPRD Kampar melihat langsung kondisi limbah sejumlah pabrik kelapa sawit atau PKS. Faktanya, limbah berpotensi mencemarkan lingkungan, karena itu BLH diminta perketat pengawasan.

Riuterkini-BANGKINANG – Pekan ini, persoalan limbah pabrik sepertinya menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kampar. Selama dua hari, Senin (10/5) hingga Selasa (11/5), para wakil rakyat di komisi itu melakukan peninjauan pengolahan limbah beberapa pabrik di Kampar. “Ada perusahaan yang cukup bagus pengolahan limbahnya. Ada pula yang sangat buruk,” ungkap Repol, ketua Komisi IV DPRD Kampar.

Setelah melakukan peninjauan ke pabrik karet milik PT Harvenia Kampar Lestari (HKL) di Desa Sungaipinang, Kecamatan Tambang dan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Tasma Puja di Kecamatan Kampar Timur, pada Senin (10/5), rombongan Komisi IV kembali melanjutkan peninjauan pada Selasa (11/5). Tujuannya adalah dua pabrik kelapa sawit di Tapung Raya, yakni PKS milik PT Tunggal Yunus Estate (YTE) di Desa Petapahan, Tapung dan PKS milik PT Riau Kampar Sahabat Sejati (RKSS) di Desa Sukaramai, Tapung Hulu.

Di PKS milik PT YTE, pengolahan limbahnya lumayan bagus. Limbah termanfaatkan oleh perusahaan sebagai pupuk perkebunan sawit seluas 4080 hektar —sebagai kebun inti— yang berada di sekitar areal pabrik. “Jadi, tidak ada limbah yang terbuang. Sebab, bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sawit,” terang SM Herlambang, Mill Manager Pabrik Topaz PT YTE yang didampingi Alison Marbun, Estatet Manajer kebun Topaz saat menerima rombongan Komisi IV dan tim dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar.

Menurut Ali Sabri, Kabid Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) LH BLH Kampar, limbah PKS milik PT YTE sesuai pengujian laboratorium sejak Januari hingga April, masih dibawah standar baku mutu. Saat kunjungan, Ali Sabri hadir bersama Kasubid Pencemaran Raidel Fitri dan Kasubid Perizinan Syafaruddin. Sedangkan dari Komisi IV hadir Ketua Komisi IV Repol SAg bersama anggota komisi IV lainnya, yakni; Muhammad Arif, H Sahidin, Safii Samosir, M Faisal, Zulfan Azmi, Juswari Umar Said dan Marzuki Malik.

Dibuang ke Sungai

Pemandangan kontras terjadi saat rombongan Komisi IV melakukan kunjungan ke pabrik PT RKSS di Tapung Hulu. Ada bekas terjadinya pembuangan limbah pabrik tanpa olah langsung melewati drainase yang hilirnya menuju anak sungai. Namun, ketika Komisi IV melakukan peninjauan, drainase tersebut sudah ditutup. Keterangan yang didapat, penutupan terjadi setelah sebelumnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kampar memberikan peringatan agar tidak dilakukan pembuangan limbah cair tanpa melewati proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL), bulan lalu. “Kita memang memberi saran agar drainase itu ditutup dalam kunjungan bulan lalu,” kata Ali Sabri yang diamini Karim, Kepala Personality General Assistance (PGA) T RKSS.

Teknik IPAL yang dilakoni PKS milik PT RKSS ini adalah sanitasi limbah dengan melewati 15 kolam. Namun, limbah cair akhir tetap dibuang ke sungai yang menurut pihak perusahaan adalah sungai mati. Menurut Ali Sabri, pembuangan limbah cair ke media lingkungan oleh PT RKSS memang sudah mendapat izin. Alasannya, “standar limbahnya sesuai uji labor, masih dibawah baku mutu, sehingga tidak berdampak pada kerusakaan lingkungan,” katanya.

Pembuangan ke sungai itu mungkin disebabkan karena PT RKSS tidak memiliki kebun inti. Ketika didiririkan pada tahun 2001, PKS ini bermodal 6000 hektar kebun sawit pendukung milik masyarakat di sekitarnya. Dan, hingga saat ini, suplay sawit berasal dari kebun masyarakat. Anggota dewan menyarankan agar limbah tetap jangan sampai dibuang ke media lingkungan. “Walaupun sudah diolah dan dikatakan sudah ramah lingkungan, limbah tetap saja limbah. Jangan dibuang ke sungai,” ungkap Marzuki Malik.

Anggota dewan pun memberi saran agar limbah instalasi limbah cukup berawal dan berakhir di kawasan pabrik. Atau, limbah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sawit milik masyarakat yang ada di sekitar pabrik, seperti dilakukan beberapa perusahaan lainnya.

Perketat Pengawasan

Anggota Komisi IV lainnya, Zulfan Azmi, menyarankan agar BLH Kampar memperketat pengawasan terhadap Amdal setiap perusahaan terutama pabrik yang operasionalnya dapat mengeluarkan limbah. Bahkan, untuk membantu pihak BLH dalam melakukan monitoring, Komisi IV menurut Zulfan juga akan melakukan uji sampel limbah cair yang diambil dari hasil akhir pengolahan limbah pabrik di laboratorium. “Ini sekaligus sebagai bentuk pengawasan terhadap lingkungan yang dilakukan dewan,” katanya.***(rls)

Jumat, 07 Mei 2010

Realisasi Klaster Kelapa Sawit Banyak Temui Hambatan

Jum’at, 7 Mei 2010 14:37
Realisasi Klaster Kelapa Sawit Banyak Temui Hambatan

Meksipun telah dicanangkan, namun keberadaan Klaster kelapa sawit di Riau masih jauh untuk bisa diwujudkan. Sejumlah hambatan harus diatasi terlebih dahulu.

Riauterkini-PEKANBARU- Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Riau Feisal Qomar Karim mengungkapkan hasil pertemuan BPMPD 16 provinsi di Bali yang membahas kebijakan klaster berbagai komoditas yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Dari pembahasan tersebut, terungkap, sebuah kawasan baru bisa diwujudkan sebagai klaster jika seluruh prasarana pendukung tersedia dan didukung payung hukum yang pasti.

“Untuk dua kawasan klaster yang ada di daerah kita, kondisinya masih sangat jauh dari ideal. Sangat banyak hambatan yang belum teratasi sampai sekarang,” ujarnya menjawab riauterkini di kantornya, Jumat (7/5/10).

Sejumlah hambatan yang dimaksud, seperti ketersediaan infrastruktur dan energi. Di Dumai dan Kuala Enok, yang ditetapkan sebagai kawasan klaster kelapa sawit, sampai saat ini tak memiliki daya dukung infrastruktur dan juga energi. “Untuk energi bisa saja pihak swasta yang memenuhi sendiri, tetapi kalau untuk membangun jalan? Mana ada perusahaan yang mau,” tukasnya.

Selain itu, sebuah kawasan klaster hanya bisa terwujud jika ada daya dukung kebijakan, termasuk ketentuan yang menjadi jaminan tersediaan bahan baku. Sementara saat ini produk CPO di Riau sudah terpetakan untuk pasar ekspor. “Kalau tidak ada jaminan akan pasokan bahan baku, mustahil ada investor yang bersedia,” ujarnya lagi.

Lebih lanjut Feisal mencontohkan keberhasilan Malaysia dalam membentuk klaster kelapa sawit. Negeri tetangga tersebut saat ini telah memiliki tiga klaster kelapa sawit yang sukses membuat berbagai produk turunan kelapa sawit, seperti minyak goreng, sabun, margarin dan produk lainnya. ***(mad)

Cegah Konflik Lanjutan, Kemendagri Didesak Segera Tuntaskan Tata-batas Riau-Sumut

Jum’at, 7 Mei 2010 15:05
Cegah Konflik Lanjutan,
Kemendagri Didesak Segera Tuntaskan Tata-batas Riau-Sumut

Masalah tata-batas Riau-Sumut telah memicu konflik berdarah di Rohul, karena itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rohul mendesak Kemendgari menuntaskannya.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN-Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Desak Menteri Dalam Negeri (Mendagri), secepatnya selesaikan masalah tapal batas Kabupaten Rohul, antara Desa Batangkumu dengan Desa Sungai Korang Padanglawas Sumatera Utara (Sumut).

Kadishutbun Rohul, Drs M.Munif M.Si, menanggapi aksi demo, Kamis (6/5/10), dalam keterangannya kepada Riauterkini mengaku, pihak Pemkab Rohul dan pihak Propinsi Riau, sudah berkali-kali melaporkan sengketa tata batas itu ke Mendagri, Gamawan Fauzi SH.MM. Namun tidak ada titik terang dan kabar menggembirakan hingga saat ini,

"Kita selalu dipersalahkan masyarakat, padahal wewenang tata batas propinsi, merupakan wewenang Mendagri," jelas M Munif, dikantornya, Jum'at (7/5/10).

Disinggung mengenai kawasan hutan lindung Mahato dan Hutan Produksi terbatas (HPT), yang semula luasnya sekitar 30.000 hektar. Pihaknya mengaku, hutan lindung Mahato dan HPT dulunya memang ada. Namun sekarang sudah menjadi perkebunan. Baik dikelola perusahaan, maupun dikelola oleh masyarakat.

"Kita sudah tidak mengetahui lagi mana hutan lindung. Karena sudah menjadi perkebunan. Sehingga kita minta Mendagri agar secepatnya selesaikan tata batas itu," harap Munif.

Dibeberapa kawasan yang ada diMahato. Informasi dari masyarakat Kecamatan Tambusai dan Tambusai utara. Hutan Lindung dan HPT, sudah tidak bisa dibedakan lagi. Karena hutan lindung sudah berubah jadi perkebunan, bahkan sudah berdiri Pabrik Kelapa Sawit (PKS).***(zal)

Berdemo, Masyarakat Rohul Desak Penuntasan Tata-batas Riau-Sumut

Kamis, 6 Mei 2010 16:25
Berdemo, Masyarakat Rohul Desak Penuntasan Tata-batas Riau-Sumut

Persoalan tata-batas Riau-Sumut telah memicu konflik berdarah di Rohul. Karena itu, dengan berunjuk rasa, masyarakat mendesak pemerintah daerah dan pusat segera menuntaskannya.

Riauterkini-PASIRPANGARAIAN-Masyarakat Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai, dan Barisan Muda Rokan Hulu (BMR), Kamis (6/5/10) sekitar pukul 11.00 Wib, dalam aksi demo di kota Pasirpangaraian. Mendesak Pemkab Rohul dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), agar secepatnya menyelesaikan tapal batas Sumatera Utara (Sumut) - Riau.

Tapal batas Sumut - Riau, antara desa Batang Kumu Tambusai dan Desa Sungai Korang Kecamatan Sosa Kabupaten Padang Lawas Sumut. Karena sejak tahun 1998 hingga saat ini belum selesai. Padahal sudah lama masyarakat Desa Batang Kumu ingin segera terselesaikan masalah tapal batas antara Propinsi Riau - Sumut. Sehingga masyarakat bisa hidup aman dan nyaman, serta tidak terjadi aksi anarkis seperti pembakaran rumah warga lagi.

Massa demo merupakan masyarakat Desa Batang Kumu sekitar 230 orang, dengan massa dari BMR sekitar 50 orang sebagai bentuk solidaritas, karena adanya tindakan anarkis dengan pembakaran rumah warga.

"Kita sebagai anak Rohul, tetap memperjuangkan dan menyampaikan aspirasi rakyat. Apalagi adanya pembakaran rumah dan tindakan anarkis. Sehingga kita mengesalkan atas tindakan itu," tegas aktivis BMR, Maulana Syahputra alias Imul, kepada wartawan di sela-sela demo di taman kota Pasirpangaraian, Kamis (6/5/10).

Massa demo dalam orasinya ditaman kota, yang dimulai sekitar pukul 11.00 Wib itu, mendesak Pemkab Rohul dan Mendagri agar secepatnya menyelesaikan tapal batas Riau - Sumut di Desa Batang Kumu Kecamatan Tambusai. Apalagi dengan adanya pembakaran itu, sekitar 40 kepala keluarga (KK), saat ini belum berani pulang untuk memperbaiki rumahnya.

Selanjutnya massa long march menuju kantor Polres Rohul, dan meminta Kapolres Rohul, AKBP Drs Adang Suherman, memberikan pengamanan kepada korban pembakaran rumah. BMR juga menyesalkan, ketidaktahuan pihak Polres Rohul atas penolakan laporan dari masyarakat di Polsek Tambusai beberapa waktu lalu. Dan meminta Kapolres bertindak responsif dan profesional, sehingga tdk ada markus dijajaran Polres Rohul.

"Kita sudah menerima laporan itu dari Polsek Tambusai. Namun itu bukan wewenang kita. Tetapi untuk pengamanan, sudah kita lakukan. Bahkan saya sendiri pernah menginap didaerah konflik," tegas Kapolres Rohul, AKBP Drs Adang Suherman, menjawab pertanyaan dari orator massa di halaman kantor Polsek Rohul.

Kapolres Rohul, dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, masalah tapal batas bukan wewenang polisi. Dan harus sesuai yuridiksi, dan harus diselesaikan dengan oleh pihak yang berwewenang. Apalagi dalam menentukan titik kordinat dan batas wilayah, pihaknya sama sekali tidak mengerti. Wewenang pihaknya hanya menjaga suasana agar tetap kondusif.

"Sejauh ini kita sudah melakukan koordinasi dengan pihak Polres Kabupaten Lawas Sumut. Jika ada tindak pidana, Polri akan tindak secara hukum yang berlaku," tegas Kapolres Rohul, Adang Suherman.

Dari kantor Polres Rohul, selanjutnya sekitar pukul 12.00 Wib, massa menuju kantor Bupati Rohul, dengan diangkut 4 buah mobil jenis colt diesel, dan diiringi puluhan sepeda motor, dan dikawal oleh pihak Polres Rohul.

Massa demo diterima oleh Asisten I Pemkab Rohul, Zulfikar Achmad SH.MH. Dalam orasinya, masyarakat mendesak pihak Pemkab Rohul, agar refleks dengan keadaan masyarakat. Sehingga secepatnya dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di masyarakat. Kemudian meminta kepada Pemkab Rohul, agar mendesak Mendagri, untuk secepatnya menyelesaikan tapal batas Riau - Sumut, yang menjadi dilema.

"Kita sudah terima aspirasi masyarakat, dan akan kita sampaikan aspirasi masyarakat ini kepada pemerintah pusat," jelas Asiten I, Zulfikar Achmad, kepada massa demo.***(zal)