Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Kamis, 22 April 2010

Truk Sawit Picu Kerusakan

Rabu, 21 April 2010 | 04:07 WIB

Palembang, Kompas - Jalan provinsi sepanjang 30 kilometer di Kabupaten Empat Lawang mengalami kerusakan cukup parah. Kerusakan itu diduga kuat akibat meningkatnya volume truk kelapa sawit yang melintas dari Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi menuju ke Provinsi Lampung dan Bengkulu. Hal itu diperparah lagi dengan faktor hujan dan genangan air yang terjadi selama musim hujan tahun 2009-2010.

Menurut Armen (32), tokoh masyarakat dari Desa Jarai, Lintang, yang dikonfirmasi dari Palembang, Selasa (20/4), pihaknya mengeluhkan aktivitas truk kelapa sawit yang melintas di jalan provinsi dengan panjang sekitar 30 kilometer di Kabupaten Empat Lawang.

”Jumlah truk yang melintas ini terus bertambah setiap tahunnya. Diperkirakan per hari bisa ratusan unit truk yang melintas. Kami warga Jarai merasa sangat terganggu dengan aktivitas truk- truk tersebut. Mohon pemerintah menertibkan,” kata Armen.

Warga merasa terganggu karena truk melintas secara rombongan. Satu rombongan terdiri dari 5 unit sampai 7 unit truk. Kendaraan itu melintasi Kabupaten Empat Lawang karena hendak menuju ke Provinsi Bengkulu dan Lampung, dari Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan.

Armen berpendapat, warga Empat Lawang sebenarnya tidak banyak memperoleh manfaat dari truk kelapa sawit karena kendaraan itu hanya melintas. Keuntungan yang diraih hanya para pemilik warung sebab kendaraan itu selalu transit berhari-hari di sepanjang tepi jalan.

Pengamatan lapangan

Keluhan Armen tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan Kompas di lapangan pada Maret 2010. Saat itu, salah satu ruas yang mengalami kerusakan cukup parah adalah dari Pagar Alam menuju Pendopo Lintang.

Kerusakan di jalan yang membentang sekitar 50 kilometer di areal perbukitan ini misalnya lubang jalan sedalam 0,5 meter dengan diameter bervariasi, kerusakan bahu jalan, dan gorong- gorong yang tidak berfungsi sehingga menyebabkan genangan air hujan di sejumlah titik.

Lebar lajur jalan tampak terlalu sempit, atau sekitar 3 meter per lajur, dan tikungan tajam juga membahayakan pengguna jalan. Karena itu, para pengemudi sepeda motor dan mobil yang melintasi jalan ini perlu ekstra hati-hati.

Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri saat dikonfirmasi membenarkan kondisi jalan tersebut. Dia mengatakan, kerusakan jalan di Empat Lawang terjadi di sejumlah titik jalan milik pemerintah provinsi dan kabupaten. Salah satu ruas jalan kabupaten yang tingkat kerusakannya paling parah adalah di ruas Pagar Alam menuju Pendopo Lintang.

”Tahun ini kami sedang fokus untuk membenahi jalan tersebut. Namun, perbaikannya menunggu musim hujan selesai agar kualitas pengerjaan jalannya lebih awet. Saat ini ya terpaksa dibiarkan dulu seperti itu sembari menunggu musim hujan selesai,” kata Budi.

Empat Lawang juga hendak membuka sejumlah akses jalan baru menuju Bengkulu. (ONI)

24.970 Ha Sawah Menjadi Lahan Sawit

Rabu, 21 April 2010 | 04:16 WIB

Medan, Kompas - Sebanyak 24.970 hektar atau sekitar 12,3 persen dari seluruh lahan sawah nonirigasi yang ada di Sumatera Utara menghilang selama tahun 2008-2009. Kebanyakan lahan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Meskipun demikian, lahan sawah irigasi meningkat setelah pemerintah menggalakkan program pencetakan sawah baru di Sumut.

Hingga tahun 2009, tercetak sawah baru seluas 10.705 hektar. Dengan demikian, lahan sawah yang hilang mencapai 14.265 hektar atau 2,98 persen dari seluruh lahan sawah yang dimiliki Sumut.

”Kondisi ini sangat memprihatinkan. Di satu sisi, pemerintah berusaha mencetak sawah baru lewat dana APBN. Di sisi lain, sawah juga terkonversi menjadi lahan perkebunan, khususnya sawit,” tutur Kepala Sub-Bagian Program Dinas Pertanian Sumut Lusyantini, Selasa (20/4).

Salah satu penyebab besarnya konversi lahan persawahan menjadi lahan sawit adalah karena belum tersosialisasinya Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang lahan pertanian abadi.

Kebanyakan kabupaten/kota hingga saat ini belum mempunyai tata ruang yang melindungi lahan persawahan petani sehingga dengan mudah lahan bisa dikonversi menjadi kawasan penggunaan lain yang lebih menguntungkan secara ekonomis.

Ini disebabkan produktivitas padi lahan kering sangat rendah, mencapai 3 ton per hektar dengan masa panen 4-5 bulan. ”Varietas padi gogo unggul belum familier digunakan oleh petani,” lanjut Lusyantini.

Daerah-daerah yang memiliki kawasan padi kering terluas di Sumut adalah Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, dan Langkat.

Adapun lahan bukan pertanian, seperti rawa-rawa dan hutan negara, yang beralih menjadi lahan sawit mencapai 383.155 hektar hingga tahun 2009.

Dengan kemarau yang diperkirakan akan panjang tahun ini, Lusyantini memperkirakan, tahun ini kondisi pertanian akan lebih berat dibandingkan dengan tahun lalu. Sebagai contoh, anomali cuaca selama bulan Maret yang terjadi di Sumut menyebabkan 39,5 hektar lahan padi di Kecamatan Tarabitang, Humbang Hasundutan, dilanda banjir. Sementara di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, terjadi padi puso seluas 10 hektar.

Musim hujan di Sumut yang sudah mundur satu-dua bulan serta pergeseran masa tanam juga membuat realisasi tanam di beberapa daerah mulai terhambat.

Di Kabupaten Batubara, realisasi penanaman padi hingga bulan Maret baru 38,31 persen dari target, sementara di Humbang Hasundutan baru 43,77 persen, di Deli Serdang baru 45,82 persen, dan di Simalungun 73,12 persen. Di Sumut, realisasi penanaman padi baru 86,50 persen atau 112.000 hektar dari target 140.000 hektar.

Adapun realisasi tanaman kedelai baru 58,81 persen, sementara tanaman jagung 98,41 persen. Lahan yang sudah dipanen sejak Januari hingga Februari hingga kini belum bisa ditanami kembali. (WSI)