Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Senin, 29 September 2008

Komoditi Kelapa Sawit

Komoditi Kelapa Sawit

Pelaku Usaha

Daftar Pelaku Usaha Komoditi Kelapa Sawit di Sumatera Selatan

Nama Perusahaan

Alamat Perusahaan

Jenis Produksi (Kapasitas)

PT AEK Tarum (PKS 'BELIDA)

Desa sungai Belida Lempuing, Ogan Komering Ilir 30651 Sumatera Selatan

Minyak kelapa sawit

PT. Agro Palindo Sakti

Jl. Jenderal Sudirman Palembang

Kelapa Sawit

PT. Amalia Bumi Perkasa

-

Kelapa Sawit

PT. Andio Agro

-

Kelapa Sawit

PT. Andira Agro

Jl. Sapta Marga Tanjungsari II Lr. Anggrek No.58/35 Bukit Sangkal

Kelapa Sawit

PT. Buana Tiga Perkasa

-

Kelapa Sawit

PT. Bumi Sriwijaya Damai Lestari

-

Kelapa Sawit

PT.Citra Sembwa

Jl. Lubuk Lancang Pulau Rimau Km.14 Meranti

Kelapa Sawit

PT. Daya Semesta Agro Persada

Banyuasin I

Kelapa Sawit

PT. Daya Swasta Agro Persada

-

Kelapa Sawit

PT. Guthrie Pecconina Indonesia

Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

Kelapa sawit

PT. Hortinesia Permai

-

Kelapa Sawit

PT. Musi Banyuasin Indah

Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan

Kelapa sawit

PT.Mutiara Bunda Jaya

Desa Marga Bhakti Mesuji, Ogan Komering Ilir 30681 SumSel

Minyak kelapa sawit

PT. Perkebunan Minanga Ogan

Kabupaten Ogan Komering Ulu

CPO
(30 Ton)

PTP. Mitra Ogan

Kabupaten Ogan Komering Ulu

CPO
(60 Ton)

PTPN VII U.U Betung Barat

Jl.Raya Palembang-Sekayu km 75 Musi Banyuasin 30711 SumSel

Minyak kelapa sawit

PTPN VII U.U Sungai Niru

Desa Jemenang Gelumbang, Muara Enim 31172 SumSel

Minyak kelapa sawit

PT. Sawit Mas Sejahtera

Jl. Raya Km.37 Desa Pangkalan Panji

Kelapa Sawit

PT. Selapan Jaya

Desa Kerta Mukti, Mesuji, Ogan Kemering Ilir 30681 Sumatera Selatan

CPO


Sumber Data:
BKPM
BKPM
Jl. Gatot Subroto No. 44 Jakarta
Telp 021-5252008
Fax 021-5227609

PT Nauli Sawit Belum Punya Izin Dari Depnakertrans

Konflik yang terjadi di tengah masyarakat Tapanuli Tengah (Tapteng) karena menolak kehadiran PT Nauli Sawit, ternyata mengungkap berbagai hal. Perusahaan tersebut, berdasarkan keterangan Dirjen Transmigran Depnakertrans kepada DPRD Sumut, sama sekali tidak memiliki izin dari Depnakertrans.
“Dari kunjungan kami dari Komisi E DPRD Sumut ke Depnakertrans beberapa waktu lalu, ternyata PT Nauli Sawit tidak mendapatkan izin apapun dari Depnakertrans selaku pengelola lahan trasmigran itu,” ucap Ketua Komisi E DPRD Sumut Rafriandi Nasution kepada para wartawan di gedung dewan, Selasa (2/9).
Rafriandi mengaku terkejut saat mendengar penuturan pihak Dirjen Transmigrasi Depnakertrans itu. Sebab, dari informasi yang ia dengar, PT Nauli Sawit telah mengantongi semua izin yang diperlukan. “Rupanya izin yang diperoleh cuma izin lokal,” ujarnya.
Mengenai penikaman yang dialami Edianto Simatupang, anggota masyarakat Tapteng yang turut berdemo menolak kehadiran PT Nauli Sawit beberapa waktu lalu di halaman gubernuran, Rafriandi mengaku prihatin. Caleg DPR-RI dari PAN Sumut ini menyebutkan Kapolda dan Gubsu harus bertanggungjawab atas hal ini.
“Bagi Kapolda yang baru, hal ini harus diusut. Nah, bagi Gubsu Syamsul Arifin, ia juga harus bertanggungjawab karena aksi penikaman itu terjadi di lingkungan Pemprop. Ini bisa mengindikasikan bahwa rakyat sudah tidak merasa aman lagi saat menyampaikan aspirasinya kepada Gubsu,” ujar caleg dari daerah pemilihan (dapem) VIII yang membawahi Tapteng, Kota Sibolga, Taput, Humbahas, serta Toba Samosir ini.
Siap Dipanggil
Ketua Komisi A DPRDSU Amas Muda Siregar mengatakan pihaknya tetap bersikukuh mengundang Kapolda Sumut yang baru, Irjen Nanan Soekarna, duduk bersama dengan Komisi A dalam sebuah rapat dengar pendapat (RDP) membahas mengenai persoalan PT Nauli Sawit dan penolakan warga Tapteng.
Ditanya apakah yakin bisa mengundang Kapolda untuk sebuah RDP, dengan suara tinggi Ketua Fraksi Partai Golkar itu mengaku tidak ragu sedikitpun atas undangan tersebut. “Ya yakinlah. Ngapain pula enggak yakin,” ujarnya.
Jika sang Kapolda tidak kunjung datang memenuhi undangan itu, buru-buru Amas menyebutkan harus dilihat dulu apa dasar ketidakhadiran Kapolda. “Bisa sajanya dia dipanggil Kapolri pas kita undang itu. Atau entah sakitnya dia, ya kan. Jadi, ya tengok-tengok dululah gimana kondisinya,” ucapnya.
Penegasan justru datang dari Kapolda Irjen Pol Nana Soekarna. Usai bertemu dengan Ketua DPRD Sumut, Abdul Wahab Dalimunthe dalam rangka perkenalan diri dan silaturahmi, ia menyebutkan siap dipanggil kapanpun oleh DPRD Sumut, termasuk oleh Komisi A, untuk menjelaskan duduk persoalan konflik antara PT Nauli Sawit dan masyarakat Tapteng.
Ia juga bersedia memaparkan hasil pemeriksaan atas pelaku penikaman Edianto Simatupang, sekaligus membuka aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. “Kalau dewan mengundang saya tanggal 23 September nanti, saya siap. Kapanpun saya siap. Saya akan menjelaskan sebear-benarnya kepada para wakil rakyat di DPRD Sumut tentang hal itu,” tegasnya. [ysc]

PT Nauli Sawit Belum Punya Izin Dari Depnakertrans

Konflik yang terjadi di tengah masyarakat Tapanuli Tengah (Tapteng) karena menolak kehadiran PT Nauli Sawit, ternyata mengungkap berbagai hal. Perusahaan tersebut, berdasarkan keterangan Dirjen Transmigran Depnakertrans kepada DPRD Sumut, sama sekali tidak memiliki izin dari Depnakertrans.
“Dari kunjungan kami dari Komisi E DPRD Sumut ke Depnakertrans beberapa waktu lalu, ternyata PT Nauli Sawit tidak mendapatkan izin apapun dari Depnakertrans selaku pengelola lahan trasmigran itu,” ucap Ketua Komisi E DPRD Sumut Rafriandi Nasution kepada para wartawan di gedung dewan, Selasa (2/9).
Rafriandi mengaku terkejut saat mendengar penuturan pihak Dirjen Transmigrasi Depnakertrans itu. Sebab, dari informasi yang ia dengar, PT Nauli Sawit telah mengantongi semua izin yang diperlukan. “Rupanya izin yang diperoleh cuma izin lokal,” ujarnya.
Mengenai penikaman yang dialami Edianto Simatupang, anggota masyarakat Tapteng yang turut berdemo menolak kehadiran PT Nauli Sawit beberapa waktu lalu di halaman gubernuran, Rafriandi mengaku prihatin. Caleg DPR-RI dari PAN Sumut ini menyebutkan Kapolda dan Gubsu harus bertanggungjawab atas hal ini.
“Bagi Kapolda yang baru, hal ini harus diusut. Nah, bagi Gubsu Syamsul Arifin, ia juga harus bertanggungjawab karena aksi penikaman itu terjadi di lingkungan Pemprop. Ini bisa mengindikasikan bahwa rakyat sudah tidak merasa aman lagi saat menyampaikan aspirasinya kepada Gubsu,” ujar caleg dari daerah pemilihan (dapem) VIII yang membawahi Tapteng, Kota Sibolga, Taput, Humbahas, serta Toba Samosir ini.
Siap Dipanggil
Ketua Komisi A DPRDSU Amas Muda Siregar mengatakan pihaknya tetap bersikukuh mengundang Kapolda Sumut yang baru, Irjen Nanan Soekarna, duduk bersama dengan Komisi A dalam sebuah rapat dengar pendapat (RDP) membahas mengenai persoalan PT Nauli Sawit dan penolakan warga Tapteng.
Ditanya apakah yakin bisa mengundang Kapolda untuk sebuah RDP, dengan suara tinggi Ketua Fraksi Partai Golkar itu mengaku tidak ragu sedikitpun atas undangan tersebut. “Ya yakinlah. Ngapain pula enggak yakin,” ujarnya.
Jika sang Kapolda tidak kunjung datang memenuhi undangan itu, buru-buru Amas menyebutkan harus dilihat dulu apa dasar ketidakhadiran Kapolda. “Bisa sajanya dia dipanggil Kapolri pas kita undang itu. Atau entah sakitnya dia, ya kan. Jadi, ya tengok-tengok dululah gimana kondisinya,” ucapnya.
Penegasan justru datang dari Kapolda Irjen Pol Nana Soekarna. Usai bertemu dengan Ketua DPRD Sumut, Abdul Wahab Dalimunthe dalam rangka perkenalan diri dan silaturahmi, ia menyebutkan siap dipanggil kapanpun oleh DPRD Sumut, termasuk oleh Komisi A, untuk menjelaskan duduk persoalan konflik antara PT Nauli Sawit dan masyarakat Tapteng.
Ia juga bersedia memaparkan hasil pemeriksaan atas pelaku penikaman Edianto Simatupang, sekaligus membuka aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. “Kalau dewan mengundang saya tanggal 23 September nanti, saya siap. Kapanpun saya siap. Saya akan menjelaskan sebear-benarnya kepada para wakil rakyat di DPRD Sumut tentang hal itu,” tegasnya. [ysc]

GUBERNUR SUMUT PERJUANGKAN PENGEMBALIAN SEBAGIAN PE CPO

12-09-2008

"Ya, sebagai Gubernur Sumut saya mendukung keinginan pengusaha anggota Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Sumut termasuk petani untuk meminta bagian dari PE CPO itu dan ini akan saya bicarakan ke pusat," kata Gubernur Sumut H. Syamsul Arifin, di Medan, Rabu (10/9) malam.

Dia berbicara usai menghadiri acara buka puasa bersama anggota Warung Sawit yang pada kesempatan itu menggelar diskusi tentang sawit bersama jajaran PT Pelindo Medan, UTPK Belawan dan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut.

Pada acara itu juga dilakukan jamuan makan dan pemberian bingkisan kepada anak yatim piatu dari Yayasan Al Washliyah Medan.

Warung sawit itu sendiri baru saja terbentuk Agustus lalu, beranggotakan pengusaha kelapa sawit dan wartawan serta bertujuan untuk mengetahui dan mencari solusi masalah persawitan di Sumut dengan melakukan dialog-dialog langsung dengan instansi terkait.

Gubernur mengaku bisa memahami kesulitan pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan ke daerah yang sebagian diambil dari PE CPO itu.

"Tapi seyogianya daerah pemberi PE itu harus juga mendapatkan bagian yang lebih besar," katanya.

Sebelumnya, pada cara itu Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsyad, mengatakan, pada periode Januari-Agustus 2008, PE CPO dari Sumut sudah berkisar Rp500 miliar.

"Itu hanya pada periode 2008, belum lagi dari tahun-tahun sebelumnya. Dihitung-hitung PE CPO secara nasional hingga tahun ini sudah mencapai Rp23 triliun, semenetara dana itu sangat sedikit sekali dikucurkan untuk kepentingan persawitan nasional," katanya.

Ketua Gapki Sumut, Balaman Tarigan, menyatakan, dana PE CPO yang dikembalikan ke daerah bisa dimanfaatkan Pemprov Sumut untuk membantu petani termasuk untuk mengembangkan perkebunan dan industri sawit Sumut.
Sumber:http://sumutprov.go.id/lengkap.php?id=1784

Harga Sawit Cuma Rp 650

Selasa, 23 September 2008 | 12:47 WIB

PASAMAN, SELASA- Harga komoditi kelapa sawit merosot. Di sejumlah daerah pedesaan di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, harga tandan buah segar hanya Rp 650 per kilogram. Harga ini terus merosot seiring dengan menurunnya harga minyak dunia.

Nurifna (24), warga Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Selasa ( 23/9), mengatakan, harga tandan buah segar (TBS) Rp 650 per kilogram sudah mulai diterima petani sekitar dua pekan terakhir.

Sejak sekitar sebulan terakhir, harga kelapa sawit merosot. Sekitar sebulan yang lalu, harga TBS mencapai Rp 1.300 per kilogram. "Harga di daerah ini memang tidak terlalu baik karena jauh dari jalan besar, dan akses jalan masih buruk," katanya.

Selain digencet harga TBS yang terus merosot, para petani kelapa sawit di Jorong Pigagoh kini dihadapkan pada masalah sulitnya mendapatkan pupuk urea. Kalau pun ada, harga pupuk meningkat sekitar 15 persen dari harga normalnya.

Harga pupuk yang biasanya Rp 500.000 per 50 kilogram, kini sudah mencapai Rp 600.000. "Kalau ada barangnya saja lumayan. Sekarang ini sulit sekali mendapatkan pupuk urea," tutur Nurifna. Kesulitan mendapatkan pupuk sudah dirasakan petani di Air Bangis sejak setengah tahun terakhir.

Akibat kelangkaan pupuk urea ini, petani kerap mengurangi jatah pupuk untuk berhemat. Padahal, pengurangan pupuk menyebabkan buah sawit yang dihasilkan juga berkurang.

Senin, 22 September 2008

SURAT SUKANTO TANOTO PADA PRESIDEN

Selayaknya kasus dugaan manipulasi pajak Asian Agri diselesaikan lewat mekanisme hukum. Itu sebabnya, sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menolak memberikan perlindungan kepada Sukanto Tanoto, pemilik perusahaan ini, sudah tepat. Demikianlah, bagaimana hukum harus ditegakkan, tidak peduli bahwa yang tengah beperkara termasuk salah satu orang terkaya di Indonesia.

Sukanto mengirim surat itu kepada Presiden pada 7 Januari lalu. Dia menyampaikan permasalahan pajak yang tengah dialami Asian Agri. Dia menguraikan persoalan itu selalu dikaitkan dengan dirinya. Sukanto meminta Presiden memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk membicarakan dan menyelesaikan persoalan tersebut secara kondusif dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Permintaan itu muncul di kala Dirjen Pajak tengah bekerja keras mengusut dugaan manipulasi pajak Asian Agri (yang terjadi sepanjang 2002-2005) senilai Rp 1,3 triliun. Institusi di bawah Kementerian Keuangan ini telah memeriksa dokumen Asian Agri sebanyak sembilan truk yang ditemukan tersimpan di sebuah toko lampu di kawasan Duta Merlin, Jakarta Pusat.

Belum jelas apa yang dimaksud Sukanto agar persoalan pajak Asian Agri diselesaikan secara “kondusif”. Jika ia berharap Presiden memerintahkan aparatnya untuk tak menyeret kasus ini ke wilayah hukum, sungguh itu tindakan yang berbahaya. Jika presiden menuruti keinginan Sukanto, dipastikan hal itu akan mencederai supremasi hukum yang tengah dengan susah payah ditegakkan di negeri ini.

Bagaimanapun, penuntasan kasus Asian Agri akan menjadi salah satu tonggak apakah hukum masih bisa dijadikan sandaran keadilan. Dana Rp 1,3 triliun yang diduga ditilap dalam kasus ini tidaklah sedikit. Dengan uang sebesar itu, sekurang-kurangnya bisa dibangun 200 gedung puskesmas lengkap dengan peralatannya. Sisanya masih bisa digunakan untuk memperbaiki kerusakan jalan di sepanjang pantai utara Jawa. Pendeknya, rakyat dirugikan jika kasus ini diselesaikan di bawah meja.

Masih ada poin lain yang bisa dipersoalkan di balik pengiriman surat tersebut. Hal itu berkaitan dengan sikap Sukanto tidak memenuhi panggilan Dirjen Pajak untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Asian Agri. Hingga Maret lalu, Dirjen Pajak sudah tiga kali melayangkan panggilan kepada dia, tak satu pun dipenuhi.

Menolak panggilan pemeriksaan, tapi tiba-tiba melayangkan surat kepada Presiden, hanya akan memunculkan kesan bahwa dia ingin menggunakan pengaruhnya menyelesaikan persoalan ini lewat jalur kekuasaan. Alasan bahwa surat panggilan tak pernah sampai ke alamatnya kelihatan mengada-ada karena masalah ini telah diberitakan berkali-kali oleh media massa.

Kini sikap pemerintah sudah jelas. Presiden Yudhoyono menyerahkan soal ini ke koridor hukum. Koran ini berharap aparat kejaksaan tak lagi "ikut" mengulur waktu dan segera memproses berkas pemeriksaan yang akan diserahkan Dirjen Pajak. Mempermainkan lagi soal ini hanya akan membuat wajah penegakan hukum kian babak belur.

Rabu, 17 September 2008

Asian Agri Tolak Penyitaan

Polisi bersenjata dan tim Gegana mengawal penyitaan ulang oleh tim pajak.

JAKARTA--Manajemen Asian Agri Group milik taipan Sukanto Tanoto menolak pengembalian sementara tujuh truk dokumen perusahaan oleh Direktorat Jenderal Pajak kemarin. Meski begitu, proses penyitaan ulang tetap dilakukan oleh tim Pajak dengan kawalan ketat belasan aparat kepolisian.

“Berita acara penolakan ditandatangani oleh manajemen Asian Agri,” kata Pontas Pane, Kepala Sub-Direktorat Penyidikan Pajak, kepada Tempo tadi malam. Setelah itu, penyitaan ulang dilakukan dan 875 kardus dokumen kembali diboyong aparat pajak.

Penyitaan ulang dilakukan karena pada 1 Juli lalu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Asian Agri yang menganggap proses pengambilan dokumen oleh tim Pajak pada Mei 2007 tidak sah.

Saat itu, setelah melalui pengintaian selama empat bulan, tim investigasi pajak berhasil menemukan dan mengambil 1.133 kardus atau sekitar sembilan truk dokumen Asian Agri yang disembunyikan di sebuah toko lampu di kawasan pertokoan Duta Merlin, Jakarta Barat. Belakangan, 258 kardus dikembalikan ke Asian Agri.

Dari sinilah tim Pajak akhirnya menyimpulkan ada indikasi penggelapan pajak oleh Asian Agri selama 2002-2005 dengan total kerugian negara Rp 1,3 triliun. Lima belas pejabat Asian Agri ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, rencana penyerahan berkas ke Kejaksaan terganjal gara-gara dokumen sitaan yang hendak dijadikan barang bukti dipersoalkan pengadilan.

Untuk mempersiapkan proses penyitaan ulang, tim penuh Direktorat Investigasi Pajak dikerahkan, Senin malam lalu. Selepas berbuka puasa, ratusan kardus dokumen yang disimpan di sebuah tempat yang dirahasiakan itu dimasukkan ke tujuh truk. “Setelah ini, Direktorat Pajak bisa menjalankan bisnis jasa ekspedisi,” ujar seorang aparat pajak berseloroh.

Pemuatan dokumen berlangsung hingga larut malam. Keesokan harinya, sekitar pukul 09.00, tujuh truk itu berkonvoi menuju kantor Asian Agri. Satu batalion Brigade Mobil bersenjata Styer dan satu unit kendaraan Gegana turut mengamankan proses sita ulang itu. Sejumlah petinggi Asian Agri tampak di sana saat truk-truk dokumen tiba.

Selain Tjandra Putra, Kepala Bagian Legal Raja Garuda Mas— induk perusahaan Asian Agri— terlihat pula Direktur Asian Agri Eddy Lukas. Namun, Tjandra menolak berkomentar. “Tanya ke kuasa hukum saja,” katanya.

Dalam jumpa pers menjelang tengah hari, semula Kepala Kantor Perwakilan Asian Agri di Jakarta, Gunadi Wongso, dan Yan Apul, kuasa hukumnya, bisa menerima penyitaan ulang oleh tim Pajak yang dibekali surat penetapan dari pengadilan. “Bisa kami terima,” ujarnya kepada belasan wartawan media cetak dan elektronik. Jadi tidak ada rencana menggugat lagi? “Kalau sudah sesuai prosedur, buat apa capek-capek menggugat,” ujarnya lantang.

Penegasan Yan ternyata tak berumur panjang. Kurang dari sejam, sikap Asian Agri berubah total setelah kedatangan kuasa hukum lainnya, yaitu Alamsyah Hanafiah. Mereka menolak pengembalian dan penyitaan ulang dokumen. Padahal Gunadi sebelumnya berkali-kali menegaskan akan bersikap kooperatif.

Alamsyah membantah anggapan bahwa kliennya menolak pengembalian dokumen. "Bukan menolak, tapi belum dapat menerima hari ini, karena syarat-syaratnya belum terpenuhi," katanya.

Alamsyah menjelaskan, syarat pengembalian yang diminta Asian Agri adalah memerinci dokumen sebanyak 875 kotak itu satu demi satu. “Kami harus pastikan isinya sama," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak berkomentar soal sikap Asian Agri itu. "Tanya ke Pak Dirjen Pajak,” katanya singkat.METTA | HARUN MAHBUB | GUNANTO ES | SETRI YASRA

Berebut Tujuh Truk Dokumen

Tak mudah membuktikan dugaan penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh Asian Agri Group milik Sukanto Tanoto. Rencana pelimpahan 21 berkas (15 tersangka) hasil penyidikan tim Pajak ke Kejaksaan, sejak awal Juli lalu, terganjal gara-gara tujuh truk dokumen sitaan yang bakal jadi barang bukti dianggap bermasalah oleh Pengadilan Jakarta Selatan.

Desember 2006
Vincentius A. Sutanto menyerahkan data-data dugaan manipulasi pajak Asian Agri ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

16 Januari 2007
Tim Pajak menggerebek kantor Asian Agri di Medan dan Jakarta. Dokumen raib.

14 Mei 2007
Tim Pajak menemukan dan mengambil 1.133 dus dokumen Asian Agri di pertokoan Duta Merlin. Direktorat Pajak menyatakan telah menemukan bukti awal pidana pajak Asian Agri. Kerugian negara Rp 786 miliar. Lima direksi tersangka.

15 Mei 2007
Karena butuh waktu memeriksa, dibuat nota kesepakatan antara Pajak dan Asian Agri untuk peminjaman dokumen. Penyitaan secara resmi belum dilakukan.

25 Juli 2007
Penyortiran dokumen rampung. Sebanyak 875 dus dokumen disita sebagai barang bukti, sisanya dikembalikan.

14 Agustus 2007
Penyitaan resmi baru dilakukan. Asian Agri baru menandatangani berita acara penyitaan.

28 Agustus 2007
Pengadilan Jakarta Pusat mengeluarkan surat penetapan penyitaan.

25 Sept 2007
Dirjen Pajak mengumumkan telah menemukan bukti-bukti asli, kerugian negara menjadi Rp 794 miliar.

25 April 2008
Tim Pajak menyerahkan tujuh berkas pemeriksaan ke Kejaksaan, namun dikembalikan.

12 Juni 2008
Asian Agri mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan atas penyitaan yang dianggap tidak sah.

1 Juli 2008
Pengadilan Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Asian Agri dan menganggap penyitaan tidak sah karena tidak dibekali surat dari Pengadilan.

14 Juli 2008
Pajak mengajukan permohonan kasasi ke Pengadilan Jakarta Selatan.

29 Agustus 2008
Pengadilan Jakarta Selatan menolak permohonan kasasi Pajak.

16 September 2008
Pajak melakukan penyitaan ulang tujuh truk dokumen ke kantor Asian Agri, namun ditolak.

Naskah: Metta

Polda Tetapkan 8 Tersangka Penimbun Pupuk Bersubsidi

Rabu, 17 September 2008 16:20
Sebuah sindikat penimbun pupuk bersubsidi berhasil digulung Satuan Brimob Polda Riau. Dalam kasus tersebut 8 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Riauterkini-PEKANBARU- Kapolda Riau Brigjen Pol Hadiatmoko meninjau langsung lokasi penggerebegkan penimbunan pupuk bersubsidi di sebuah gudang yang terletak di salah satu Pujasera dan sebuah rumah toko (Ruko) di Jalan Arifin Achmad, Rabu (17/9).

Sekitar setengah jam Kapolda mennijau kedua gudang yang lokasinya berdekatan tersebut. Kapolda melihat sekitar 600 karung pupuk Urea produksi PT.Sriwijaya Palembang atau sekitar 30 ton yang berhasil diamankan dari kedua gudang.

Kapolda juga sempat berbincang dengan Aweng (45), warga Binjau, Sumatera Utara yang merupakan pemilik pupuk bersubsidi yang kemudian dijualnya dengan lebel nonsubsidi. Kepada Kapolda, Aweng mengaku kalau setiap sak ia beli Rp 105.000 kemudian setelah diganti karungnya dengan nonsubsidi dijual Rp 280.000.

Setelah melakukan pengecekan, kepada wartawan Kapolda mengatakan kalau dalam kasus ini ada delapan tersangka. "Ada delapan orang yang kita amankan. Otomatis mereka menjadi tersangka, berdasarkan bukti dan keterangan yang ada," ujarnya.

Ke delapan tersangka tersebut terdiri dari tujuh pekerja dan seorang pemilik, yakni Aweng. Salah satu pekerja bernama Junaidi sesaat sebelum diangkut polisi mengaku baru hari ini bekerja dengan Aweng. "Saya belum dibayar. Baru disuruh kerja saja," ujarnya.

Selain menetapkan delapan tersangka, polisi juga mengamankan sejumah barang butki, antara lain 600 karung pupuk, ratusan karung pupuk kosong, sebuah mesin jahit portabel dan sebuah truk pengangkut pupuk BK 7545 QX.***(mad)

Elaeis Guineensis (a poem of kelapa sawit)

Elais Guineensis
Ooi... Indah nian namamu kelapa sawit
Seindah hasilmu
Jauh asalmu... Afrika
Kini kau datang di Sumatera

Elais Guineensis
Ooi... Jajaran pohonmu membangkitkan mimpiku
Mimpi kami
Mimpi Indonesia
Mimpi yang akan menjadi nyata
Menjadi yang terluas sedunia
Karena kau berada di tempat yang cocok
Di lahan luas di kawasan tropis kami

Dua ratus ribu hektar per tahun pertumbuhanmu
Membangkitkan harapan
Aku
Kami
Indonesia
bergantung pada hasilmu
Hasil ekspormu
Hasil untuk Indonesia

Elaeis Guineensis
Kelapa sawit
Coking Oil
Tekstil
Hai... Negeri China
India
Uni Eropa
Tunggu kami
Elaeis Guineensis dari Sumatera
dari Indonesia
Kami datang
dengan Kelapa Sawit
dengan Elaeis Guineensis
Menunjukkan pada dunia
Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar dunia

Jakarta, 17 September 2008

Senin, 15 September 2008

25 orang Ninik Mamak dan Masyarakat Air Maruok Dijadikan Tersangka


Perkembangan terkini dari kasus penangkapan dan penahanan Ninik Mamak dan Masyarakat kampung Air Maruap Kenagaria Kinali Kab. Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat, hingga saat ini satu orang bernama Rifai Datuak Bandaro ditahan di Rutan Cabang Lubuk Sikaping oleh Kejari Lubuk Sikaping di Talu. Dua orang atas nama Nazar Imbang Langit dan Kasmir sudah dibebaskan dengan penangguhan penahanan (seharus bebas demi hukum karena masa tahannya di tingkat penyidik sudah habis). sebanyak 22 orang lagi saat ini telah ditetap tersangka dan hampir setiap hari Kepolisian Polres Pasaman Barat melakukan pemanggilan dan mencarinya ke Kampung Air Maruap. Saat ini masyarakat merasa sudah tidak aman, ketakutan untuk menghadiri pemanggilan karena takut akan ditangkap dan ditahan langsung oleh Polres Pasaman Barat.
 
Ke-22 orang tersebut adalah  Karanai Dt. Sampono, Sarimal, Yulisman Kali Basa, sihen, rasidin, ahmad jais, basri, waji, munar, syarun, syamsir bujang, siin, ingki, , akek, azar, pisar, izul, buyung pian, anto, awen. Ke-25 orang masyarakat dan Ninik Mamak Kampung Air Maruap di atas diduga telah melakukan tindak pidana perkebunan sebagaimana dimaksud Pasal 21 jo pasal 47 UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,  pada hari kamis tanggal 8 Mei 2008 sekitar pukul 100.00 wib bertempat diarel perkebunan yang dikelola oleh CV. Tiara Jaya di Jorong VI Koto Utara Nagari Kinali Kec. Kinali Kab. Pasaman Barat telah tindak pidana perkebunan berupa perbuatan melarang pekerja panen, perbuatan menganggu pekerja dan/atau melakukan tindakan lain yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan kelapa sawit dengan cara mendatangi kebun tersebut secara bersama-sama dan setiba diareal kebun, para tersangka langsung melaang pekerja untuk melakukan panen buah kelapa sawit serta melarang pekerja untuk mengangkut buah sawit dari lokasi kebun dan mengeluarkan bauh sawit dari dalam truk CV. Tiara Jaya dan mengusir para pekerja dan karyawan agar mengosongkan barak dan meninggalkan lokasi kebun.
 
sebagaiamana yang telah kami jelaskan dala, kronologis kasus ini sebelumnya, bahwa kasus ini berawal dari konflik tanah ulayat imbang langit dengan Pemkab Pasaman sejak tahun 1992 dan tahun 1996 yang diklaim sebagai tanah negara bekas hak erfacht 372 sebagaian di kampung Air Maruap. Atas dasar klaim tersebut tanah ulayat Imbang langit di kuasai oleh PT. Tunas Rimba (perusahan perkebunan) sebagai lahan inti seluas 200 Ha dan diperuntukan sebagai kebun plasma untuk mantan anggota anggota DPRD Provinsi Sumbar dan DPRD Kab. Pasaman periode 1992-1997, anggota dan keluarga Kodim Pasaman, termasuk Masyarakat oleh Pemkab. Pasaman seluas 600 Ha dengan mengunakan kredit KKPA Bank Nagari Cab. Simpang Empat dan untuk pekerjaannya di tunjuk PT. Tunas Rimba selaku kontraktor.
 
Realisasi dari pembangunan perkebunan sawit sampai tahun 2000 hanya sekitar 165 Ha dari 600 Ha lahan plasma, sisa menjadi lahan terlantar dan rimba kembali yang kemudian diolah kembali oleh anak kemenakan  imbang langit untuk areal perkebunan sawit karena merupakan tanah ulayatnya bahkan masyarakat yang dijanjikan akan mendapat plasma tidak pernah terealisasi. Pada tahun 2007 tiba-tiba Mantan Anggota DPRD Sumbar dan Kab. Pasaman periode 1992-1997 mengklaim kembali memiliki lahan disawit diatas areal kebun sawit yang telah ditanami anak kemenakan Imbang langit kepada CV. Tiara Jaya, pahal lahan masih anggunan bank nagari dan diperbolehkan dipindahtangankan sesuai SK Bupati Pasaman. Konflik ini diselesaikan dengan dibrntuk Tim oleh Pemda kab. Pasaman Barat tanggal 28 Maret 2008 dengan status lahan status quo dan kedua belah pihak baik CV. Tiara Jaya dan masyarakat serta Ninik Mamak Kampung Air Maruap diminta menahan diri dan penyerahakan penyelesaiannya kepada Tim.
 
Tetapi kemudian tanggal 8 Mei 2008 , CV. Tiara dikawal aparat kepolisian melakukan panen sawit yang jelas-jelas melanggar kesepakatan dan mengambaikan TIM yang dibentuk Bupati untuk penyelesaiannya. Atas dasar ini lah ketika itu masyarakat mencoba untuk mengingatkan CV. Tiara Jaya dan melarangnya untuk panen dan mengangkut kelapa sawit, tapi nyatanya tetatp dilakukan secara terus menerus tanggal 28 Mei dan 4 Juli 2008 dengan pengawalan Polres Pasaman Barat, oleh karenanya diduga kuat Kapolres Pasaman Barat terlibat langsung dalam kasus ini (berpihak) dan jauh melampaui kewenangannya termasuk mengabaikan tim penyelesaian yang dibentuk Bupati tanggal 28 Maret, sementara sengketa ini murni sengketa perdata yang penyelesaiannya telah diserahkan kepada Tim yang dibentuk bupati.
 
Berakaitan dengan hal diatas, kami sangat mengharapkan dukungan dan surat protes dari kawan-kawan jaringan ke Polres Pasaman Barat dan Kapolda Sumbar untuk menghentikan segala tindakan penangkapan dan penahanan terhadap Ninik Mamak dan Masyarakat kampung Air Maruap agar tidakan kriminalisasi ini tidak semakin mengorbankan masyarakat yang menuntut hak-haknya atas tanah ulayat.
 
Terima kasih, lebih lanjut dan lengkap dapat baca kronologis kasus dan format surat protes ke Polres Pasaman Barat.
 
Salam
 
Vino Oktavia
Koordiv. HAM LBH Padang      
 

Konflik Perkebunan di Aie Maruok Pasaman Barat

A.       Pengantar

 

Kampung Air Maruap secara administrasi berada dalam Jorong VI Koto Nagari Kinali Kab. Pasaman Barat. Sedangkan secara adat merupakan salah satu wilayah adat berdasarkan territorial dan geneologis dalam kenagarian Kinali, dimana masing-masing kampung memiliki ninik mamak yang dituakan secara adat. Di Kampung Air Marup yang dituakan secara adat adalah Tenku Imbang Langit sebagai ninik mamak dan sekaligus sebagai Hakim Tongga di Kenagarian Kinali. Secara adat di Kinali berlaku “Adat Babingkah Tanah”, artinya tanah ulayat di Kinali telah terbagi kepada masing-masing Ninik Mamak dan berada dibawah penguasaannya sesuai dengan wilayah adatnya (kampung). 

 

Tanah ulayat Imbang Langit secara adat Kinali berada di Kampung Air Maruap (Kampung Imbang Langit) dengan batas sipadan digambarkan sebagi berikut : arah Lereng Gunung Pasaman ke utara berbatas dengan Datuak Tan Baraik Lubuk Lanur, Teuku Daulat Parit Batu dan ke Barat berbatas dengan IV Koto dan Langgam, ke timur Gunung Pasaman”( berdasarkan surat pernyataan batas tanah ulayat antara Luhak Anam Koto dengan Langgam menurut adat Kinali tanggal 18 Juli 1977). Kemudian diperkuat dengan surat pernyataan batas tanah antara Luhak dengan Langgam menurut adat Kinali pada tanggal 1 Mei 985 dengan perincian sebagai berikut :

 

a.         Arah ke Gunung Pasaman dari Muaro Anak Aie Pauh (di dekat perbatasan antara kampung Aia Maruok VI Koto dengan Kampung Batang Bamban Langgam) ada 6 buah patok batas menurut pituah adat lamo pusako using, arah ke laut dari Muaro Anak Aie ada 8 buah patok batas menurut adat lamo pusako using”.

b.         Arah Ke laut dari Muaro Anak Aie Pauh tersebut di atas ada 8 buah patok batas menurut adat lamo pusako usang.

 

B.       Posisi kasus Tanah Ulayat Imbang Langit

 

Kasus tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap Nagari Kinali Kab. Pasaman Barat, merupakan konflik tanah ulayat yang pada awalnya diklaim oleh Pemda Kabupaten Pasaman sebagai tanah negara bekas Erfacht Verponding 372 sebagian di Kampung Air Maruap, selanjutnya dicadangkan sebagai lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan kebun inti dan plasma seluas 800 Ha di Kampung Air Maruap. Konflik ini dalam perkembangannya menimbulkan banyak permasalahan dengan melibatkan banyak pihak sehingga kemudian berujung pada tindakan kriminalisasi oleh Polres Pasaman Barat terhadap masyarakat dan Ninik Mamak Kampung Air Maruap.

 

Dengan kronologis permasalahan sebagai berikut :

 

1.         Bahwa sekitar tahun 1992, sawah-sawah masyarakat Kampung Air Maruap (cucu kemenakan Imbang Langit) dan Durian Kandang yang telah dikeluarkan dari kebun inti PTPN VI pada tahun 1985 karena tidak termasuk dalam areal erfacht maatchappij ophir (Keputusan Panitia B), tergusur kembali dengan keberadaan PT. Tunas Rimba membuka perkebunan sawit di Kampung Air Maruap, hal mana atas dasar tanah negara Erfacht Verponding 372 sebagian yang di Kampung Air Maruap;

 

2.         Bahwa masyarakat yang tergusur oleh PT. Tunas Rimba, kemudian dilakukan pendataan oleh BPN TK II Pasaman, diketahui Camat Pasaman dan Kepala Desa VI Koto Utara, dimana pada tanggal 19 September 1995 daftar nama masyarakat tergusur tersebut telah dilaporkan Ninik Mamak Kampung Air Maruap dan Durian Kandang Desa VI Koto Utara Kec. Perwakilan Pasaman ke Pemda TK II Kab. Pasaman;  

 

3.         Bahwa pada tanggal 26 Mei 1996, Bupati Daerah TK II Pasaman mengeluarkan Surat Keputusan No. 025/1276/Perak-1996, perihal pencadangan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada lokasi tanah Erpacht Verponding 372 sebagian di Kampung Air Maruap Kec. Kinali, dengan perincian sebagai berikut :

 

-         Seluas ± 200 Ha untuk kebun Inti PT. Tunas Rimba

-         Seluas ± 100 Ha untuk kebun plasma DPRD Pasaman

-         Seluas ± 100 Ha untuk kebun plasma Kodim 0305 Pasaman

-         Seluas ± 400 Ha untuk kebun plasma masyarakat

     

4.         Bahwa pada tanggal 27 Mei 1996, Bupati Daerah TK II Kab. Pasaman menetapkan nama-nama peserta plasma perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan pada lokasi tanah negara bekas Erpacht Verponding 372 sebagian di Kampung Air Meruap dengan Surat Keputusan No. 188.45/348/BUP-PAS/1996, kemudian dirubah dengan Surat Keputusan No. 138.45/77/BUP-PAS/1996 pada tanggal 31 Juli 1996, memuat 217 orang teridiri dari 47 orang anggota DPRD TK I Sumbar periode 1992-1997, 47 orang anggota DPRD TK II Pasaman periode 1992-197, 73 orang keluarga Makodim 0305 Pasaman dan 50 orang dari masyarakat;

 

5.         Bahwa pada tanggal 23 Juli 1997, KUD Saiyo Air Gadang dengan Bank Nagari Cab. Simpang Empat membuat persetujuan membuka kredit KKPA untuk pembangunan kebun kelapa sawit di areal plasma Keltan. Air Maruap seluas 600 Ha dengan nominal Rp. 19.730.179.600,00. Sedangkan penggerjaannya akan  dilakukan oleh PT. Tunas Rimba selaku kontraktor sesuai dengan perjanjian kerjasama pada tanggal 4 Agustus 1997;

 

6.         Bahwa pada tanggal 13 Juli 1998,  PT. Tunas Rimba menyatakan menarik diri dari pekerjaannya karena adanya gangguan dari masyarakat Desa Durian Kandangan,  Air Maruap dan masyarakat dari orang-orang Talu.  Tetapi hingga tanggal 20 Desember 1998,  PT Tunas Rimba masih mengerjakan perawatan tanaman di areal plasma anggota  DPRD TK I Sumbar dan DPRD TK II Pasaman seluas 200 Ha, selanjutnya diserahkan kepada kepada Kelompok Tani Air Meruap, terhitung sejak tanggal 1 Januari 1999;

 

7.         Bahwa pada tanggal 6 Mei 1999, Bupati Daerah TK II Kab Pasaman mengeluarkan surat keputusan No. 188.45/1718/BUP-PAS/1999 tentang perubahan sebagian nama peserta plasma perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan pada lokasi tanah negara bekas erpach verponding No 372 sebagian di Desa VI Koto Utara Kec. Kinali. Dimana nama peserta plasma seluruhnya  berjumlah 335 orang, terdiri dari 47 orang anggota DPRD TK I Sumbar dan 47 orang DPRD TK II Pasaman, 176 orang masyarakat kampung Air Maruap (anggota Kodi), 36 masyarakat di Kampung Durian Kandang, 29 orang masyarakat di Kampung Langgam, dengan luas lahan masing-masing 2 Ha;

 

8.         Bahwa sampai pada tahun 2000, kebun plasma kelapa sawit Keltan. Air Maruap seluas ± 600 Ha yang terealisasi menjadi kebun (berisi sawit) diperkirakan hanya seluas ± 165 Ha, sedangkan sisanya terlantar dan menjadi rimba kembali, kemudian diolah dan digarap kembali oleh masyarakat (anak cucu kemenakan Datuk Imbang Langit) Kampung Air Maruap menjadi kebun kelapa sawit;

 

9.         Bahwa pada tanggal 8 Mei 2000 Bank Nagari, PTPN VI dan KUD Saiyo Air Gadang mengadakan rapat pembentukan Tim inventarisasi dan pengukuran ulang lahan plasma Keltan. Air Maruap Unit sawit KUD Saiyo Air Gadang (areal 200 Ha dan 400 Ha), karena banyaknya terjadi permasalahan dalam pengelolaan perkebunan plasma kelapa sawit Keltan. Air Maruap (masalah lahan dan kredit macet);

 

10.     Bahwa pada tanggal 23 Juni 2007, Drs H. BGD Letter mewakili Mantan Anggota DPRD Prop Sumbar dan  Drs. Jufri Hadi mewakili Mantan Anggota DPRD Kab. Pasaman periode 1992-1997, menyurati Pimpinan Cab. Bank Nagari BPD Simpang Empat, perihal mohon penghapusan bunga kredit kebun sawit mantan anggota DPRD Kabupaten Pasaman dan mantan angota DPRD Propinsi Sumbar peride 1992-1997, dengan alasan belum pernah sepersen pun menerima hasil dari lahannya seluas 200 Ha dan kondisi lahan tersebut berisi pohon sawit hanya 30 %, sisanya 70% kembali menjadi rimba dan tidak ada pohon sawitnya;

 

11.     Bahwa pada tanggal 3 Juli 2007, Pengurus Kelompok Tani Air Maruap pimpinan Maesar mengirimkan surat kepada BPD Simpang Empat yang pada intinya persetujuan pindah hak, khusus areal lahan DPRD TK I dan TK II seluas 200 Ha di areal Keltan Air Maruap Kec. Kinali;

 

12.     Bahwa pada tanggal 20 November 2007, Drs H. BGD Letter mewakili Mantan Anggota DPRD Propinsi Sumbar dan  Drs. Jufri Hadi mewakili Mantan Anggota DPRD Kab. Pasaman periode 1992-1997 mengirimkan surat Ketua KUD Saiyo Air Gadang untuk memberitahukan jual beli kebun sawit miliknya kepada CV. Tiara Jaya dan pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada CV. Tiara Jaya.

 

13.     Bahwa pada tanggal 23 November 2007, KUD Saiyo Air Gadang mengirimkan surat  No. 46/KUD-SAG/US/1107, kepada Pengurus Kelompok Tani Air Meruap, perihal pemberitahuan pengelolaan kebun Air Maruap yang pada intinya meminta kepada Pengurus Kelompok berserta jajaran pekerja lapangan untuk menghentikan pengelolaan kebun kelompok tani Air Meruap, khusus areal DPR seluas 200 Ha karena sudah menjadi milik CV Tiara Jaya dan pengelolaannya langsung ditangani oleh CV. Tiara Jaya.

 

14.     Bahwa pada tanggal 27 November 2007, Ninik Mamak Air Maruap mengirimkan surat kepada Drs. H. Djufri Hadi mantan Anggota DPRD Kab. Pasaman periode 1992-1997 dan Drs. H. Bgd. M. Leter, mantan anggota DPRD Prov. Sumbar periode 1992-1997, yang pada intinya meminta mencabut kembali jual beli atas kebun sawit unit masyarakat yang berjumlah 100 Ha kepada CV. Tiara Jaya karena penjualan dilakukan tidak melalui kelompok unit kebun sawit masyarakat Air Meruap;

 

15.     Bahwa pada tanggal 10 Desember 2007, Bank Nagari menyurati KUD Saiyo Air Gadang dan meminta pembatalan surat No 46/KUD-SAG/US/1107 tertanggal 23 November 2007, karena belum  adanya penyelesaian kewajiban kredit kepada Bank Nagari dan sertifikat masih agunan kredit sehingga secara hukum CV. Tiara Jaya tidak berhak atas lahan areal tersebut, selanjutnya pada tanggal 11 Desember 2008, KUD Saiyo Air Gadang mengirimkan pembatalannya surat No 46/KUD-SAG/US/1107 kepada CV. Tiara Jaya dan meminta menghentikan pengelolaan kebun Keltan. Air Meruap terutama areal DPRD seluas 200 Ha;

 

16.     Bahwa pada tanggal 12 Desember 2007, Bank Nagari Cab. Simpang Empat mengeluarkan surat Nomor : SR/1053/SE/CL/12-2007 kepada KUD Saiyo Air Gadang,  perihal Sertifikat Hak milik (SHM) Keltan. Air Maruap yang pada intinya disampaikan SHM anggota Keltan. Air Maruap yang telah diterbitkan BPN Lubuk Sikaping dan telah diterima Bank Nagari Cab. Simpang Empat sebanyak 94 Persil dengan perincian 47 persil Mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan 47 Persil Mantan Anggota DPRD TK I Sumbar.

 

17.     Bahwa pada tanggal 13 Desember 2007, Ninik Mamak Air Meruap mengirmkan surat kepada Bupati Pasaman yang pada intinya meminta Bupati Pasaman memfasilitasi penyelesaian kebun masyarakat Air Meruap terutama areal unit mantan anggota DPRD Pasaman periode  1992-1997 karena lahan yang diperjualbelikan merupakan kebun inti yang telah dikuasai masyarakat bukan lahan anggota DPRD;

 

18.     Bahwa pada tanggal 24 Desember 2007, Ninik Mamak Air Meruap mengirimkan surat kepada Direktur CV. Tiara Jaya yang pada intinya meminta penangguhan pembayaran jual beli kebun kelapa sawit Air Meruab a.n  unit mantan anggota DPRD Provinsi Sumbar 1992-1997, sebelum ada penyelesaiannya lebih lanjut;

 

19.     Bahwa pada tanggal 7 Januari 2008, Ninik Mamak Air Meruap mengirimkan surat kepada Direktur CV. Tiara Jaya, yang pada intinya meminta menghentikan kegiatan perluasan penebasan di dalam areal kebun kelapa sawit, baik dalam areal 100 Ha maupun yang telah melampaui batas kebun milik masyarakat sebelum diukur ulang kembali oleh BPN dan disahkannya jual beli plasma kebun sawit yang dimaksud oleh Pemda Kab. Pasaman Barat;

 

20.     Pada tanggal 3 Maret 2008, mulai Jam 08.00 Wib masyarakat anak cucu Imbang Langi melakukan demonstrasi dengan tertib ke lahan kebun masyarakat yang dikuasai oleh CV Tiara Jaya dan membuat portal berupa galian bandar seluas 1,5 M untuk menghambat jalur transportasi kegiatan CV Tiara Jaya, sebelumnya CV. Tiara Jaya juga membuat portal dengan besi melintang jalan.

 

21.     Bahwa pada tanggal 28 Maret 2008, Bupati Pasaman Barat mengeluarkan surat Keputusan No. 188.45/96/Bup-Pasbar-2008 tentang Pembentukan Tim Indentifikasi tunjuk batas pada lahan erpacht 372 ex lahan anggota DPRD TK I Sumatera Barat periode 1992-1997 dan ex lahan anggota DPRD TK II Pasaman Periode 1992-1997 yang telah dijual kepada CV. Tiara Jaya di Air Meruap Nagari Kinali, Kecamatan Kinali;

 

22.     Bahwa pada tanggal 30 Maret 2008, dibuat surat pernyataan dan kesepakatan bersama antara CV. Tiara Jaya dengan masyarakat cucu kemenakan Imbang Langit yang pada intinya menyatakan Kami sepakat untuk menghentikan aktifitas khusus panen sawit di lingkungan lokasi bermasalah yang dijual oleh mantan DPRD Periode 1992-1997 Kab Pasaman menjelang adanya keputusan menurut hukum yang berlaku yang difasilitasi oleh Pemda Kabupaten Pasaman Barat, bagi yang melanggar akan diselesaikan dengan masyarakat terlebih dahulu, kemudian akan diajukan sesuai hukum;

 

23.     Bahwa pada tanggal 29 April 2008, Bupati Pasaman Barat mengeluarkan surat No 130/352/Pem-2008 yang ditujukan kepada Nazar Ikhwan Imbang Langit dan Pimpinan CV. Tiara Jaya, perihal identifikasi sertifikat lahan 200 Ha, CV. Tiara Jaya yang pada intinya menyatakan hasil identifikasi dan peninjauan ditambah dengan data pendukung peta menunjukan lahan tersebut berada pada sebagian lahan ex erpacht 372 Air Meruap;

 

24.     Bahwa pada tanggal 28 Mei 2008, sekitar Jam 08.00 pagi masyarakat berkumpul di rumah Hasar untuk berangkat ke lahan menggunakan mobil Colt Diesel, dalam perjalanan ditemukan mobil milik CV. Tiara Jaya yang mengangkut buah sawit sekitar 2 Ton. Masyarakat meminta Datuak Bandaro untuk menghalangi pemanenan oleh CV. Tiara Jaya, selanjutnya  pada pukul 11.00 WIB masyarakat bersama-sama menurunkan buah sawit dari mobil milik CV. Tiara Jaya dan meletakannya di depan Camp. Pada pukul 14.00 WIB,  Sdr. Eti dari CV. Tiara Jaya datang bersama aparat kepolisian dengan memanggil Datuak Bandaro dan mengatakan perbuatan masyarakat yang melakukan pendudukan Camp adalah illegal;

 

25.     Bahwa pada tanggal 31 Juni 2008, sekitar Jam 16.30 WIB, pihak CV Tiara Jaya bersama aparat kepolisian (1 mobil Dalmas) mengangkat sawit sebanyak 2 lansir (hartop) dari lahan dengan tidak ada perlawanan dari masyarakat yang pada saat itu berada di lahan;

 

26.     Bahwa pada tanggal 4 Juli 2008, CV. Tiara Jaya kembali melakukan panen sawit, mulai sekitar jam 10.00-17.00 wib dengan dikawal oleh aparat kepolisian Polres Pasaman Barat (kira-kira sebanyak 14 orang-1 mobil Dalmas) dari pihak CV Tiara Jaya (3 orang atas Eti, Memen dan Beben) dan sekitar 10 orang dari karyawan bekerja memanen sawit. Pada panen sawit dilakukan masyarakat hanya berkumpul di Camp (Camp dibuat masyarakat) berada di atas tanah 200 Ha (objek sengketa). Selain itu polisi juga melakukan penimbunan portal yang dibuat oleh masyarakat sedangkan portal yang dibuat oleh CV. Tiara Jaya yang menghambat jalan ke perkebunan masyarakat tidak disentuh sama sekali.

 

Sekitar Jam 18.00 wib, panen sudah selesai dilakukan dan sambil pulang datang polisi memanggil Kasmir (sebanyak 3 kali), ketika panggilan ke 3 kali baru polisi menghampiri Kasmir pangilan Simir, ada reaksi dari warga sehingga polisi tersebut kemudian meletuskan tembakan ke udara sebanyak dua kali. Pada saat itu polisi menangkap Kasmir tanpa surat penangkapan (di lahan).

 

27.     Bahwa pada tanggal 4 Juli 2008, Polres Pasaman Barat mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan atas nama Kasmir pgl Simir, karena dugaan melakukan tindak pidana perkebunan sebagaimana dimaksu Pasal 21 Jo 47 UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP  dan sejak tanggal 5 Juli ditahan di Rutan Polres Pasaman Barat;

 

28.     Pada tanggal 5 Juli 2008, lebih dari 100 masyarakat mendatangi Kapolres sampai  disana sekitar pada jam 11.00 wib untuk menuntut pembebasan warga yang ditangkap oleh Kapolres dan meminta polisi juga menahan mereka, namun polisi menolak. Pada saat itu beberapa orang warga dipanggil dan diproses untuk memberikan keterangan sebagai saksi berkaitan dengan masalah portal, penurunan hasil panen sawit pada tanggal 28 Mei 2008 dan pengusiran CV. Tiara Jaya oleh warga.  Warga yang diproses untuk memberikan keteranfan adalah Kalibasa, Sampono, Bandaro dan Basri.

 

Dihadapan penyidik Datuk Sampono menerangkan bahwa dia tidak ikut membuat fortal (berupa pengalian tanah), tetapi kesepakatan dibuat secara bersama, waktu penurunan buah sawit pada tanggal 28 Mei 2008 dia tidak ikut tetapi  hasil panen di atas mobil disuruh turunkan oleh Bandaro atas permintaan dari warga dan warga menghalang-halanginya karena ada perjanjian warga dengan CV. Tiara Jaya.

 

Datuk Bandaro dihadapan penyidik mengakui menurunkan buah sawit dan melarang panen yang disampaikan atas permintaan warga, sedangkan masalah portal tidak ditanyanya sama sekali, sedangkan keterangan Kalibasa tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan Bandaro. Dari ke- 4 orang tersebut hanya Basri yang tidak diminta keterangannya pada saat itu dengan alasan telah cukup saksi 3 orang.

 

29.     Bahwa pada tanggal 5 Juli 2008, Polres Pasaman Barat mengeluarkan Surat Penangkapan atas nama Rivai (55 th), karena diduga melakukan tindak pidana perkebunan sebagaimana dimaksud Pasal 21 Jo 47 UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dan sejak tanggal 6 Juli 2008, Rivai ditahan di Rutan Polres Pasaman Barat;

 

30.     Bahwa pada tanggal 8 Juli 2008, Polres Pasaman Barat juga mengeluarkan surat perintah penangkapan  atas nama Nazar Ikhwan Imbang Langit, karena diduga melakukan tindak pidana perkebunan sebagaimana dimaksud Pasal 21 Jo Pasal 47 UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan Jo Pasal 55 Jo Pasal 56 KUHP dan sejak tanggal 9 Juli 2008 resmi ditahan di Rutan Polres Pasaman Barat;

 

31.     Bahwa perkembangan terakhir kasus  ini, pada tanggal 2 September 2008, Rivai dipindahkan ke LP Lubuk Sikaping dengan perpanjangan penahanan, sedangkan Kasmir sejak tanggal 2 September 2008 telah dibebaskan dari tahanan, saat ini hanya NI Imbang Langit yang masih berada di Rutan Polres Pasaman Barat dimana masa penahanannya akan berakhir pada tanggal 6 September 2008;

 

C.       ANALISIS

 

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di atas, maka dapat ditarik beberapa analisis atau cacatan penting dalam kasus ini, yakni sebagai berikut :

 

1.         Bahwa tindakan Pemerintah Daerah TK II  Kab. Pasaman mengklaim tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap sebagai tanah negara bekas Erfacht Verponding 372 dengan mengeluarkan izin (HGU) PT. Tunas Rimba pada tahun 1992 dan Surat Keputusan Bupati Kepada Daerah TK II No. 025/1276/Perak-1996 tanggal 26 Mei 1996 perihal pencadangan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada lokasi tanah Erpacht Verponding 372 sebagian di Kampung Air Maruap Kec. Kinali adalah :

 

a.     Merupakan tindakan sepihak dan bertentangan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Jo Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Jo Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada intinya memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, termasuk di dalamnya hak atas tanah ulayat;

 

b.     Keberadaan Tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap merupakan harta kekayaan Ninik Mamak Kampung Air Maruap yang diperoleh secara turun temurun sebagai lahan cadangan yang diperuntukan bagi anak cucunya dikemudian hari,  memiliki batas-batas yang jelas dan telah mendapat pengakuan secara adat dari pihak batas sipadan sebagaimana dimaksud dalam surat pernyataan batas tanah ulayat antara Luhak Anam Koto dengan Langgam menurut adat Kinali tanggal 18 Juli 1977, dimana batas sipadan tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap adalah “arah Lereng Gunung Pasaman ke utara berbatas dengan Datuak Tan Baraik Lubuk Lanur, Teuku Daulat Parit Batu dan ke Barat berbatas dengan IV Koto dan Langgam, ke timur Gunung Pasaman”;

 

c.     Keberadaan tanah ulayat di Minangkabau, termasuk tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap berlaku ketentuan hukum adat Minangkabau yang menyatakan “tak sejengkal-pun tanah di Minangkabau yang tak berpunya (bertuan), sebagaimana disebutkan dalam pepatah adat “sawah bapiring lah diagieh lantak, ladang babidang lah diagieh batumpak, tanah nan sabidang lah diagieh bamilik”, diperkuat juga dengan pepatah adat, tanah ulayat tidak dapat diperjualbelikan “Tajua indak dimakan bali, tak gadai indak dimakan sando, aienyo nan buliah diminum, buahnyo nan buliah dimakan, kabau tagak kubangan tingga, luluak sado nan tabao dibadan”. Oleh karenanya klaim tanah negara bekas Erfacht Verponding 372 di atas tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap tidak dapat dibenarkan secara adat karena di Minangkabau tidak dikenal adanya tanah negara;

 

d.     Keberadaan tanah ulayat Imbang langit di Kampung Air Maruap juga diperkuat dengan adanya persetujuan Panitia B (Panitia Pemeriksaan Tanah Permohonan HGU PTP VI) dalam Risalah Pemeriksaan Tanah  pada huruf C angka 2 tentang kepentingan orang lain dan kepentingan umum secara tegas disebutkan “Panitia B telah menyetujui permintaan masyarakat pemilik sawah (anak cucu kemenakan Imbang Langit) agar sawah-sawah rakyat yang terletak disekitar Patok X dikeluarkan dari kebun inti PTP VI karena sejak dahulu sawah tersebut telah ada dan tidak termasuk dalam areal Erfacht Maatchappij Ophir yang dimohonkan PTP VI”. Halmana juga diperkuat dengan Surat Pemerintah Propinsi Daerah TK I Sumbar Direktorat Agraria tanggal 31 Agustus 1985 yang pada intinya meminta PTP VI agar segera melakukan perubahan gambar situasi sesuai dengan hasil pemeriksaan Panitia B dan membuat patok-patok batas tanah dengan tanah penduduk yang telah dikeluarkan dari perkebunan PTP VI.

 

2.         Bahwa tindakan Bupati Kepada Daerah TK II Kab. Pasaman yang mencantumkan nama-nama mantan anggota DPRD TK I Provinsi Sumbar periode 1992-1997 sebagai anggota plasma di atas lahan seluas 600 Ha dalam Surat Keputusan No. 138.45/77/BUP-PAS/1996  tanggal 31 Juli 1996 Jo surat keputusan No. 188.45/1718/BUP-PAS/1999 tanggal 6 Mei 1999 dan diterbitkan sertifikat hak milik (SHM) oleh BPN TK II Pasaman pada tahun 1997 bertentangan dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah TK II Kab. Pasaman No. 025/1276/Perak-1996 tanggal 26 Mei 1996 yang tidak ada memperuntukan lahan bagi mantan anggota DPRD TK I Provinsi Sumbar periode 1992-1997;

 

3.         Bahwa tindakan mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan DPRD TK I Provinsi Sumbar periode 1992-1997 melakukan proses penjualan lahan plasma kebun kelapa sawit di areal Keltan. Air Maruap seluas seluas 200 Ha kepada CV. Tiara Jaya pada tanggal 20 November 2007, patut dipertanyakan keabsahan secara hukum karena :

 

a.     Bertentangan Surat Keputusan Bupati Pasaman No. 138.45/77/BUP-PAS/1996 tanggal 31 Juli 2006 Jo surat keputusan Bupati No. 188.45/1718/BUP-PAS/1999 tanggal 6 Mei 1999 tentang penetapan nama-nama peserta plasma perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan pada lokasi tanah ex. Erpacht Verponding 372 sebagian di Kampung Air Maruap karena dalam penetapannya pada bagian ketiga nomor 3 (tiga) disebutkan Peserta Plasma tidak diperkenankan melakukan pemindahtanganan lahan tanpa seizin Bupati Pasaman;

 

b.     Lahan plasma kebun kelapa sawit di areal Keltan. Air Maruap seluas seluas 200 Ha yang perjualbelikan oleh mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan DPRD TK I Provinsi Sumbar periode 1992-1997 kepada CV. Tiara Jaya merupakan angunan kredit KKPA Bank Nagari Cab. Simpang Empat berdasarkan persetujuan kerjasama kredit KKPA Bank Nagari Cab. Simpang Empat Pasaman dengan KUD Saiyo Air Gadang Nomor : 001/SE/KOP/INV/0797/0709 tanggal 23 Juli 1997 Jo perjanjian Addendum I  Nomor : 002-001/SE/ADD/0198/0797 tanggal 5 Januari 1998 dengan nominal Rp. 19.730.179.600,00. Halmana dipertegas  dengan Surat Bank Nagari Cab. Simpang Empat Nomor : SR/1053/SE/CL/12-2007 tanggal 12 Desember 2007 kepada KUD Saiyo Air Gadang, perihal Sertifikat Hak Milik (SHM) Keltan. Air Maruap yang pada intinya menyatakan SHM anggota Keltan. Air Maruap telah diterbitkan BPN Lubuk Sikaping dan telah diterima Bank Nagari Cab. Simpang Empat sebanyak 94 Persil dengan perincian 47 persil Mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan 47 Persil Mantan Anggota DPRD TK I provinsi Sumbar periode 1992-1997;

 

c.     Proses penjualan lahan plasma kebun kelapa sawit di areal Keltan. Air Maruap  seluas 200 Ha kepada CV. Tiara Jaya juga terdapat kejangalan-kejangalan dalam hal izin usaha perkebunan milik CV. Tiara Jaya, dimana izin usaha perkebunan milik CV. Tiara diduga tanpa dilengkapi dokumen AMDAL dan lebih dahulu dikeluarkan oleh Bupati Pasaman Barat tertanggal 31 Juli 2007 dari pada proses pembelian lahan oleh CV. Tiara Jaya pada tanggal 20 November 2007.

 

4.         Bahwa tindakan Polres Pasaman Barat melakukan penangkapan, penahanan dan intimidasi kepada Ninik Mamak dan masyarakat Kampung Air Maruap, sejak tanggal 4 Juli 2008 hingga sekarang adalah tindakan sewenang-wenang, karena :

a.    Sengketa penjualan lahan plasma kebun kelapa sawit seluas 200 Ha oleh mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan DPRD TK I Provinsi Sumbar periode 1992-1997 kepada CV. Tiara Jaya yang menimbulkan sengketa dengan Ninik Mamak dan Masyarakat Kampung Air Maruap adalah murni sengketa perdata, hal mana sedang dalam penyelesaian Tim berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kab. Pasaman No. 188.45/96/Bup-Pasbar-2008 tanggal 28 Maret 2008;

 

b.   Terjadinya tindakan diskriminasi dan keberpihakan dari Polres Pasaman Barat kepada CV. Tiara Jaya dalam sengketa, dimana Polres Pasaman Barat secara langsung terlibat sebagai backing dalam panen kelapa sawit di lahan sengketa oleh CV. Tiara Jaya pada tanggal 28 Mei 2008, 31 Juni 2008 dan 4 Juli 2008, tindakan mana telah melanggar kesepakatan status  quo atas lahan sengketa dan sekaligus mengabaikan keberadaan Tim yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kab. Pasaman No. 188.45/96/Bup-Pasbar-2008 tanggal 28 Maret 2008.

 

c.    Tindakan Polres Pasaman Barat sebagaimana tersebut di atas, merupakan tindakan yang telah melampaui kewenangannya dan berakibat terlanggarnya hak-hak Ninik Mamak dan  masyarakat Kampung Air Maruap, berupa pelanggaran :

-       Pelanggaran hak pengakuan Negara terhadap masyarakat hukum adat sebagaimana terdapat dalam  Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang;

 

-       Pelanggaran terhadap hak pengakuan dan jaminan keamanan masyarakat hukum adat untuk mengelola dan mempertahankan hak ulayat selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara serta peraturan yang lebih tinggi dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 Jo Pasal 5 Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 

 

-       Pelanggaran terhadap beberapa hak sebagaimana termuat dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terutama hak Sipil Politik, berupa hak :

a.          Hak atas keadilan Pasal 17 Jo Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2);

b.         Hak atas rasa aman sebagaimana di atur Pasal 30 Jo Pasal 9 ayat (1) dan (2);

c.         Hak atas kesejahteraan sebagaimana di atur dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2), Pasal 37 ayat (1) Jo Pasal 38 ayat (1);

d.        Hak atas pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam Pasal (6).

 

-       Pelanggaran terhadap hak untuk kebebasan dan keamanan pribadi sebagaimana termuat dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

 

D.       Rekomendasi

 

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam posisi kasus sebagaimana tersebut di atas, maka berkaitan dengan pendampingan kasus yang akan dilakukan oleh LBH Padang, maka direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

 

1.         Sengketa lahan kebun plasma di areal Keltan. Air Maruap seluas 200 Ha yang perjualbelikan oleh mantan anggota DPRD TK II Pasaman dan anggota DPRD TK I Provinsi Sumbar, mestinya dilihat sebagai bagian yang tidak terpisah dari sengketa tanah ulayat Kampung Air Maruap yang klaim secara sepihak oleh Pemda TK II Pasaman sebagai tanah negara bekas Erfacht Verponding 372;

 

2.         Kriminalisasi terhadap Ninik Mamak dan masyarakat Kampung Maruap, sejak tanggal 4 Juli 2008 sampai sekarang, mesti dilihat sebagai bagian dari skenario berbagai pihak (termasuk Pemda Kab. Pasaman Barat) untuk mematahkan (membungkam) perjuangan Ninik Mamak dan masyarakat Kampung Air Maruap, sekaligus upayanya untuk memperkuat legitimasi tanah negara bekas Erfacht Verponding 372 di atas tanah ulayat Ninik Mamak Kampung Air Maruap;

 

3.         Berkaitan dengan pendampingan hukum terhadap Ninik Mamak dan masyarakat Kampung Air Maruap dalam permasalahan di atas, dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk pendampingan :

 

a.     Pendampingan hukum secara litigasi  (di pengadilan), terutama pendampingan 3 orang Ninik Mamak dan masyarakat Kampung Air Maruap;

 

b.     Pendampingan hukum secara non litigasi terutama advokasi terhadap upaya-upaya penyelesaian kasus tanah ulayat Imbang Langit dengan Pemda Kab. Pasaman Barat dan Perusahan perkebunan sawit.

 

E.       Penutup

 

Demikianlah gambaran posisi kasus, kronologis dan beberapa catatan penting pada kasus tanah ulayat Imbang Langit di Kampung Air Maruap Kec. Kinali Kab. Pasaman, semoga dapat dipergunakan untuk membantu dalam –upaya upaya pendampingan kasus ini , terima kasih.

 

Padang, 4 September 2008

Divisi HAM LBH Padang