Welcome To Riau Info Sawit

Kepada pengunjung Blog ini jika ingin bergabung menjadi penulis, silahkan kirim alamat email serta pekerjaan anda ke : anaknegeri.andalas@gmail.com

Senin, 30 Juni 2008

Plastik dari Sawit

TEMPO Interaktif, : /Siapa yang tak akrab dengan kantong-kantong plastik. Bahkan Agus Haryono, peneliti polimer di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tidak mampu benar-benar melepaskan diri darinya. Padahal Agus terhitung paham benar efek negatif plastik.

Plastik boleh jadi anak emas industri kimia sejak lebih dari setengah abad lalu. Disisipi plasticizer, Polyvinyl Chloride (PVC) yang identik dengan pipa serta bahan pengganti baja dan kayu dalam bidang konstruksi memang bisa melentur. Disisipi agen yang bisa membuatnya lentur, PVC bisa merambah kebutuhan bidang lainnya, seperti insulasi listrik, kemasan makanan, pakaian, dan medis.

Tapi di sinilah masalahnya. Agus menerangkan, beberapa penelitian membuktikan bahwa agen plasticizer yang jamak digunakan, yakni dioctyl phthalate (DOP), bisa memicu kanker dan beberapa kelainan hormon pada mencit. Bukan tidak mungkin terjadi pula pada manusia. "Sampai sekarang belum ada yang melarang (penggunaan plastik) mentang-mentang pengujian masih pada tikus," kata Agus. "DOP masih menjadi bahan baku penting plastik karena murah."

Agus menjelaskan, DOP adalah senyawa organik yang mudah larut dalam lemak, terutama pada suhu panas. Ini jelas berbahaya apabila plastik digunakan sebagai kemasan makanan. Adapun kantong-kantong darah dan cairan infus di bidang medis, misalnya, memang tidak melibatkan suhu hangat, tapi tetap saja ada risikonya. "Karena penggunaannya yang jangka panjang," kata Agus.

Mulai 2004, Agus dan timnya mencoba mencari solusi alternatif untuk bahan baku plasticizer pengganti DOP. Pilihan jatuh pada senyawa turunan minyak sawit yang kalaupun terlarut akan tetap aman dikonsumsi tubuh. Yang penting, bahan tetap lentur dan mampu bertahan melawan panas.

Agus terinspirasi senyawa turunan minyak sawit itu oleh inovasi yang sudah lebih dulu dilakukan di Amerika Serikat yang memanfaatkan senyawa turunan minyak kedelai. "Kalau kedelai saja bisa, kenapa kelapa sawit yang banyak ditanam di Indonesia tidak bisa," begitu pemikiran doktor berusia 39 tahun itu.

Pada tahun itu pula Agus mulai meneliti 11 macam jenis senyawa turunan minyak sawit dalam berbagai kandungan asam lemak dan panjang rantai karbon. Ia menyeleksi untuk mendapatkan komposisi senyawa yang mampu mempertahankan sifat fisik plastik, seperti ketika menggunakan DOP.

Pada 2005, Agus dan kawan-kawannya berhasil mendapatkan tiga yang paling bagus. Satu di antaranya adalah senyawa IPO alias isopropyl oleate. Dari segi harga, IPO memang yang paling bisa menyaingi harga DOP. Sebagai perbandingan, DOP dijual Rp 2.200 per liter, sedangkan IPO Rp 3.500 per liter.

Tapi penggunaannya belum bisa menggantikan DOP sepenuhnya. "IPO paling optimal adalah sebanyak 40-60 persen," katanya. "Kalau 100 persen, campuran masih keras seperti seng."

Agus sebenarnya masih punya satu alternatif lainnya yang lebih ampuh ketimbang IPO, yakni IBO atau isobutyl oleate. Senyawa yang satu ini bisa menekan penggunaan DOP sampai tersisa 20 persen saja. "Tapi harganya lebih mahal," ujarnya.

Karena alasan itulah Agus dan Pusat Penelitian Kimia LIPI tetap memilih IPO untuk disiapkan ke dalam proses produksi tahun ini juga. "Ini sudah yang terbaik," katanya sepekan lalu sambil menambahkan bahwa kecenderungan saat ini di dunia ketika DOP sudah mulai ditinggalkan.

Dimulai dengan proses pemurnian bahan-bahan pembantu, seperti alkohol, di laboratorium sendiri demi menekan biaya, mereka rencananya akan memproduksi 2 ton IPO. "Kenaikan harga bahan-bahan saat ini memang menyulitkan, tapi kami akan berusaha mencari pasar untuk IPO ini," kata Agus. l wuragil

TRANSMIGRASI SAWIT

TRANSMIGRASI
Komitmen Investor di KTM Sebesar Rp 4,7 Triliun
Senin, 30 Juni 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Konsep pembangunan lokasi transmigrasi yang terpadu antara permukiman, kawasan pertanian, dan industri pengolahan ternyata sangat menarik investor.

Nilai komitmen investasi dari sepuluh lokasi transmigrasi, yang kini dikenal sebagai kota terpadu mandiri (KTM), untuk dikembangkan tahun 2008 mencapai Rp 4,7 triliun.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang dihubungi di Jakarta, Minggu (29/6), mengatakan, pemerintah pusat berkontribusi 30 persen dari rencana investasi tersebut. Selebihnya berasal dari pemda sebesar 30 persen dan investor sebanyak 40 persen.

Pekan lalu, Mennakertrans menyaksikan 10 bupati dan 19 investor KTM menandatangani Pernyataan Bersama Pengembangan Investasi Terintegrasi dengan Pembangunan dan Pengembangan KTM.

Pemda dan investor diharapkan benar-benar merealisasikan komitmen mereka dalam membangun kawasan transmigrasi dan sekitarnya. ”Investasi pemerintah pusat ditujukan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan pendukung pertanian seperti irigasi. Pemda kemudian turut mengalokasikan anggaran untuk melengkapi kebutuhan di kawasan, sedangkan investor menanamkan modalnya untuk membangun pabrik pengolahan hasil pertanian dan kemitraan dengan petani,” kata Mennakertrans.

Erman menyebutkan, pemerintah menerima 50 lokasi yang diusulkan untuk KTM. Tahun ini, pemerintah akan merealisasikan 10 KTM dulu yang diminati investor. Mereka akan mengembangkan agroindustri dengan komoditas kelapa sawit, karet, jagung, padi, dan kedelai. (ham)

Kamis, 26 Juni 2008

HARGA CPO DONGKRAK PENERIMAAN PAJAK

HARGA CPO DONGKRAK PENERIMAAN PAJAK
Pekanbaru-Naiknya harga crude palm oil (CPO) dunia belakangan ini telah mendongkrak penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan Riau. Sejak awal tahu ini telah mengalami pertumbuhan sebesar 115 persen.
Menurut Kakanwil Dirjen Pajak Wilayah Riau dan Kepri, I Gusti Gede Suardjana melalui Humas Suprapto ditemui di Pekanbaru, Rabu (25/6), mengatakan, disamping akumulasi kenaikan harga CPO dunia, tingginya penjualan produksi CPO yang berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP).
" Sampai April kemaren, penerimaan pajak dari sektor ini mencapai 1,2 triliun. Angka ini mengalami peningkatan dari Rp 579 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya", kata Suprapto. Dari pendapatan pajak sebesar itu, tanpa menyebutkan angka pasti Suprapto mengatakan penerimaan bagi hasil pajak untuk Riau tak sampai separuhnya. Sebagian besar penerimaan pajak sektor industri pengolahan itu disetorkan ke Pusat.
" Bagi hasilnya memang setoran untuk pusat itu lebih besar, dengan pertimbangan industri pengolahan di Riau masih di dominasi wajib pajak badan bukan wajib pajak orang pribadi. Peningkatan Harga CPO dunia berpengaruh terhadap penerimaan PPh perorangan meskipun jumlahnya tak sampai separuh dari total penerimaan," jelasnya.

Rabu, 25 Juni 2008

Kuota Pupuk Subsidi Riau Tahun 2008 Berkurang

Rabu, 25 Juni 2008 17:15
Pusat Gelontorkan Subsidi Pupuk Rp 14,7 Triliun
Kuota Pupuk Subsidi Riau Tahun 2008 Berkurang

Kendati pemerintah pusat menggelontorkan subsidi pupuk hingga mencapai Rp 14,7 triliun, namun kuota Riau justru turun. Dari 85 ribu ton menjadi 54 ribu ton saja.

Riauterkini-PEKANBARU-Pusat tahun ini menggelontorkan subsidi pupuk sebanyak Rp 14,7 triliun. Namun, kendati jumlah subsidi pupuk cukup besar, mayoritas alokasi pupuk masih didominasi pulau Jawa. Pasalnya, Jawa sentra merupakan sentra pertanian khususnya padi. Menanggapi halitu, Kadisperindag Riau, T Razmara kepada Riauterkini rabu (25/6) mengakui bahwa kuota pupuk bersubsidi Riau justru berkurang dibandingkan tahun 2007 lalu.

"Kuota subsidi pupuk untuk Riau menurun dibandingkan dengan kuota tahun 2007. Tahun lalu kuota pupuk bersubsidi mencapai 85 ribu ton. Tahun ini menurun menjadi 54 ribu ton atau menurun sebanyak 30-an ribu ton. Penurunan kuota disebabkan karena jumlah kuota tersebut tidak terserap secara keseluruhan pada sektor pertanian Riau. Jadi sisa kuota pupuk bersubsidi 'terpaksa' dikembalikan ke pusat," katanya.

Katanya, ada 4 jenis pupuk yang dipasok untuk Riau. Yaitu Urea (PT Pusri), NPK, ZA dan SP 36 dipasok oleh Petrokimia Gresik. Menurutnya untuk jenis urea beberapa waktu lalu memang sempat dialihkan ke Jawa karena ada permasalahan tehnis. Namun kendati banyak dialokasikan ke Jawa, pasokan urea bersubsidi untuk kuota Riau tetap dicukupi oleh PT Pusri.

Disinggung mengenai kekosongan pupuk di berbagai sentra-sentra pertanian, T Razmara menyatakan bahwa justri informasi yang diperolehnya jumlah pupuk bersubsidi di Riau sudah tersedia di gudang Dumai sebanyak 7.000 ton. Jumlah tersebut katanya bisa mencukupi kebutuhan pupuk bersubsidi Riau hingga bulan Juni mendatang.

Ia mengakui bahwa dengan alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor perkebunan yang minim dan Riau sangat rawan terjadi penyimpangan. Beberapa berita di media massa menyebutkan pihak kepolisian berhasil membuka praktek pemalsuan pupuk bersubsidi dengan modus operandi 'ganti casing'. Dari karung yang bertuliskan subsidi menjadi non subsidi.

"Kita akan memperketat pengawasan arus lalulintas pupuk bersubsidi yang didistribusikan oleh 23 agen pupuk bersubsidi yang sudah ditunjuk untuk melaksanakan proses pendistribusian pupuk bersubsidi. Karena siapa yang tidak tergiur, harga pupuk bersubsidi hanya Rp 1200 sementara yang non subsidi mencapai Rp 3.600 perKg pupuk urea," katanya.

Menurutnya, pupuk non subsidi justru saat ini hanya sedikit di pasaran. Dari kebutuhan yang mencapai 200 ribu ton, di pasar hanya tersedia 40 ribu ton saja. Sesuai dengan statement PT Pusri, hal itu disebabkan karena adanya beberapa kendala. Seperti gangguan di saluran pipa gas dan kendala di relokasi.***(H-we)

Kamis, 19 Juni 2008

Sumsel Optimistis Penuhi Target Kelapa Sawit Nasional

Gubernur Sumsel Syahrial Oesman optimistis bisa memenuhi target 20 persen produksi kelapa sawit nasional. Optimisme ini didukung terus bertambahnya lahan kelapa sawit. Demikian dikatakan Syahrial saat acara silaturahim dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis (18/10) malam, di Griya Agung.

Menurut dia, saat ini 66.000 hektar kebun kelapa sawit baru siap digarap dengan sistem kemitraan antara petani rakyat yang dibantu pendanaan perbankan. Selain itu, masih ditambah rencana perluasan lahan kelapa sawit seluas 4.000 hektar.

“Dengan adanya pertambahan tersebut, maka target 300.000 hektar bisa tercapai, sehingga kami optimistis mendukung target pemenuhan 20 persen produksi kelapa sawit secara nasional,” kata dia. (ONI/kmps)

Pemanfaatan Tankos Sawit sebagai Media Tanam Jamur Merang

Pemanfaatan Tankos Sawit sebagai Media Tanam Jamur Merang

Rabu, 18-06-2008
*cw 08
Tandan kosong (tankos) kelapa sawit yang merupakan limbah perkebunan sawit, ternyata sangat baik dimanfaatkan sebagai media tanam bagi jamur Merang, dan jamur lain yang memang bisa dikonsumsi manusia. Demikian diungkapkan oleh Ketua Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Abdul Rauf, kepada MedanBisnis, Selasa (17/6), di ruang kerjanya.

Dikatakannya, selama ini tankos dibiarkan melapuk di lahan kebun sawit. Hal ini sebenarnya mengganggu pertumbuhan sawit yang akan ditanam selajutnya, karena tankos membutuhkan waktu yang lama untuk terurai.
“Untuk mengomposkan bahan-bahan yang mudah lapuk saja butuh waktu tiga bulan. Apalagi tankos yang mempunyai serat yang banyak, malah bisa sampai enam bulan,” katanya.
Menurutnya, jika tankos dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat bahkan tanaman bisa mati, karena terjadi proses imobilisasi.
“Imobilisasi berarti unsur hara di dalam tanah yang seharusnya diserap oleh akar tanaman untuk kebutuhan fotosintesis, malahan diambil oleh mikroba yang berkembang pesat akibat tankos yang tidak dibersihkan dari lahan,” ujarnya.
Dulu, lanjut Abdul Rauf, tankos dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sawit. Pupuk diperoleh dengan membakar tankos untuk memanaskan ketel, sehingga ada istilah abu janjang. Abu janjang inilah yang dipakai untuk pupuk sawit. Tetapi kadar kalium dalam pupuk ini sangat tinggi dan merusak lingkungan.
“Sementara ada juga pengusaha perkebunan sawit yang mengambil cara praktis yaitu dengan membakar lahan sawitnya untuk membersihkan tankos tadi. Tetapi membakar lahan sawit jelas merusak lingkungan, karena itu membakar lahan sudah dilarang oleh pemerintah,” jelas Abdul Rauf.
Dikatakannya, selama ini, jamur merang dibudidayakan pada media jerami, blotang (ampas tebu, red), serbuk gergaji, dan kayu. Dan media tankos ternyata mempunyai unsur hara yang juga dibutuhkan oleh jamur. Karena itulah, pemanfaatan tankos sebagai media tanam bagi jamur sangat baik untuk dikembangkan.
“Nah sekarang, saya berpikir dengan memanfaatkan tankos sebagai media tanam jamur bisa mengatasi problema di perkebunan kelapa sawit,” tambahnya.
Pemanfaatan Tankos
Menyikapi hal ini, Departemen Ilmu Tanah akan mengadakan pelatihan budidaya jamur dengan media tankos. Pelatihan ini akan diadakan pada 28-29 Juni 2008 di Tebingtinggi.
Menurut Abdul Rauf, pemanfaatan tankos untuk media budidaya jamur merang sudah dilakukan oleh kelompok masyarakat di Tebingtinggi. Departemen Ilmu Tanah akan membawa mahasiswa ke lokasi ini untuk diberi pelatihan. “Sebenarnya, kita akan mengadakan pembekalan praktik kerja lapangan (PKL) kepada mahasiswa, tetapi dalam pembekalan ini, kita memberikan pelatihan seperti ini kepada mahasiswa,” katanya.
Menurutnya, selain hal ini mampu mengatasi problema perkebunan sawit, ini juga untuk menambah wawasan mahasiswa dalam hal wirausaha.
“Nantinya kita juga ingin membuat semacam budidaya jamur dengan media tankos di departemen ilmu tanah ini. Yah, ini juga bisa jadi ajang bagi mahasiswa untuk berwirausaha,” katanya.
Abdul Rauf lebih jauh mengatakan, pelatihan yang akan dilakukan ini juga bisa diikuti oleh mahasiswa di luar mahasiswa departemen ilmu tanah USU. “Mahasiswa lain juga boleh ikut, boleh menghubungi kami,” katanya.

Jumat, 13 Juni 2008

Harga Sawit Turun Rp30-Rp50/Kg

RAMBAH SAMO-Rohul - Riau. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM), ternyata tidak mengangkat harga sawit. Tapi sebaliknya, petani menjerit karena harga tandan buah segar (TBS) dalam dua minggu ini turun Rp30 sampai Rp50 per kilo. Selain itu harga jual kelapa sawit juga tidak merata, akibat TBS yang dijual toke ke pabrik kelapa sawit (PKS) harganya tidak menentu.

Seorang toke sawit di KM 12 simpang Trans SKP B Desa Rambah Samo, Kecamatan Rambah Samo, Tarmizi, Rabu (4/6) mengakui, bahwa toke membeli TBS milik petani berdasarkan kualitas buah. Sementara rata-rata untuk buah kecil mereka membeli Rp1.600 per kg sedangkan TBS besar dibeli Rp1.700 per kg.

"Untuk buah besar yang biasanya yang kita jual ke PKS Rp2.100 per kg saat ini menjadi Rp2.050 per kgnya untuk buah kecil dari harga Rp2.100 menjadi Rp1720 per kg. Apalagi dari harga satu PKS dengan PKS lainnya juga berbeda, seperti di PKS SHI harga jual kita semula Rp2.140 kini menjadi Rp1955 per kg, di Tapung PKS PTPN V dari harga Rp1.980 saat ini menjadi Rp1940 per kg dan turunya baik harga jual petani ke toke serta toke ke PKS rata-rata Rp30 sampai Rp50 per kg," jelas Tarmizi.

Kemudian menurut Wandi salah seorang warga Rambah Samo, saat ini petani kelapa sawit menjerit karena harga BBM naik namun harga TBS yang dijual malah turun. Sehingga dalam hal ini, meminta Pemkab Rohul mengontrol harga TBS di Rohul. Karena seharusnya bila BBM naik maka imbasnya harga TBS juga ikut naik, tetapi nyatanya TBS malah turun. Kemudian meminta agar harga TBS di PKS dikontrol dan disesuaikan, sehingga harga buah sawit di Rohul terkontrol dengan baik, apalagi antara 1 PKS dengan PKS lainnya harga bersaing untuk menurunkan harga TBS.

"Di satu sisi kita petani dengan beban kenaikan BBM ini harusnya harga TBS naik, namun kenyataannya tidak. Inikan cukup menyulitkan kita, apalagi kebun yang kita miliki hanya sekitar 2 hektar saja. Jadi kami berharap, untuk harga TBS itu dikontrol, kemudian PKS diharapkan stabilkan harga TBS bukan malah menurunkan harga beli, "tegas Wandi. Harga Pupuk Melangit

Turunnya harga jual TBS petani, kini semakin meningkatnya beban petani. Bahkan para petani kini sudah mengeluhkan, akibat harga pupuk berbagai merk sejak isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sampai saat ini harga jual di pasaran melangit. Dampak itu menyebabkan sejumlah petani kelapa sawit menjerit bahkan untuk mendapatkan pupuk tersebut petani sering kewalahan mencarinya. Sedangkan untuk kebutuhan pupuk kelapa sawit, setiap saat para petani membutuhkannya.

Menurut sejumlah petani seperti halnya harga pupuk urea sebelum harga naik masih Rp80 ribu per sak ukuran 50 kg, namun saat ini sudah menjadi Rp240 ribu per sak ukuran 50 kg. Kemudian jenis MPK kini menjadi Rp540 ribu per kg ukuran 50 kg, KCL menjadi Rp430 ribu per sak ukuran 50 kg malahan seperti racun Roundap dari harga Rp75 ribu menjadi Rp90 ribu liter. "Jadi tidak ada imbasnya untuk kita, harga TBS turun harga pupuk berbagai merk yang sangat penting bagi petani harganya melangit. Jadi antara harga jual sawit dengan kebutuhan pupuk untuk biaya kebutuhan kebun tidak seimbang, kami berharap pupuk di Rohul dikontrol harganya,"kata Dedi. (Fer)

Kamis, 12 Juni 2008

Ekspor CPO Sumut Capai USD1,553 Miliar

Ekspor CPO Sumut Capai USD1,553 Miliar
Wednesday, 11 June 2008

MEDAN (SINDO) – Hingga Mei 2008, Sumatera Utara (Sumut) berhasil meraih devisa sebesar USD1,553 miliar dari ekspor CPO dan produk turunannya sebanyak 1,833 juta ton.

“Dibanding periode sama tahun lalu, volume dan nilai ekspor CPO dan produk turunannya tahun ini meningkat drastis. Pada Januari–Mei 2007, volume ekspor masih 751.180 ton senilai USD587,919 juta,” kata Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut Fitra Kurnia di Medan kemarin.

Berdasarkan data surat keterangan asal (SKA) yang dikeluarkan Disperindag Sumut, ekspor CPO dan produk turunannya itu mayoritas diekspor ke China, Afrika Selatan, Belanda, dan India. Menurut Fitra, lonjakan nilai ekspor komoditas itu pada Januari–Mei itu bukan hanya dipicu kenaikan volume ekspor, melainkan juga karena terjadi lonjakan harga jual.

Harga jual CPO dan produk turunannya yang naik tajam itu didorong kenaikan harga minyak bumi yang terus naik. Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Sumut Laksamana Adiyaksa mengatakan, pada triwulan kedua ini kecenderungan harga CPO meningkat. Pasalnya, stok CPO akhir tahun lalu telah menipis dan mendorong konsumen untuk melakukan transaksi jual-beli.

“Hal inilah yang menyebabkan harga CPO terus naik, selain karena harga minyak mentah dunia yang juga meningkat,” tambahnya. Menurut dia, kemarin harga jual ekspor CPO di Rotterdam menembus USD1.230 per ton dengan harga spot di Medan sebesar Rp9.731 per kg. Harga naik setelah mengalami penurunan pada triwulan pertama tahun ini.

Namun, kata Laksamana, meskipun harga CPO bagus, petani dan pengusaha perkebunan kelapa sawit di Sumut belum bisa menaikkan produksi CPO. Selain keterbatasan lahan, peningkatan produksi kelapa sawit juga membutuhkan waktu hingga tiga tahun.

Menurut Sumardi Syarif––petani kelapa sawit––, bertahan mahalnya harga jual CPO di pasar internasional, memicu harga tandan buah segar (TBS) di dalam negeri juga tetap tinggi. Di sentra produksi Labuhan Batu Sumut, harga TBS kemarin mencapai Rp1.800 per kg. (ant/ulfa andriani)

Minggu, 01 Juni 2008

Pendapatan petani sawit versus gaji menteri

Pendapatan petani sawit versus gaji menteri

oleh : Martin Sihombing

Di depan Masjid Nurul Ikhlas, di Desa Buana Bhakti, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak, Riau, Mentan Anton Apriyantono dan petani plasma PT Asian Agri, saling berhadap-hadapan. Suhu udara saat itu sekitar 35 derajat celsius. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apeksindo) Setiono, dengan kemeja batik-yang kerahnya terlihat masih kaku-berdiri di podium.

Polisi berseragam dan security kebun, berseliweran hingga di depan masjid. Termasuk petugas dari TNI-AD, dengan baju loreng dan sepatu lars. Plus sejumlah pria berpakaian sipil dengan handy talky dipinggang, yang terus menerus mengeluarkan suara krasak...kresek. ..dan sekali-kali terdengar suara orang memanggil-manggil dari seberang sana. "Asal Pak Menteri tahu, wajah mereka kini ceria," kata Setiono dari podium. Namun, dulu, saat pertama kali menjejakkan kaki di Desa Buana Bhakti, katanya,"Wajah mereka wajah orang kepepet," ujarnya.
"Dulu [1989], banyak masalah. Sebagai peserta PIR-Trans, akibat hanya dapat jatah beras, rumput disayur," tuturnya. Kini, saat harga CPO dunia di kisaran US$1.200 per ton, harga kelapa sawit petani mencapai Rp2.000 per kilogram. "Makanya, kini, wajah mereka ceria. Dulu [1991] harga sawit Rp100 per kilogram," katanya. Setiono adalah salah satu petani peserta konsep perkebunan-transmig rasi yang digagas presiden saat itu, Soeharto, yang dikemas dalam 'baju' Pola Inti Rakyat Transmigrasi (PIR Trans).

Rata-rata, pendapatan mereka saat ini, Rp20-an juta per bulan. Sugito Supriadi, peserta PIR Trans asal dari Wonosobo, Jawa Tengah, lahan sawitnya kini 10 hektare. "Awalnya 2,5 hektare, jatah PIR Trans," katanya. Dengan luasan itu, pendapatannya kini, per bulan sekitar Rp20 juta.

"Saya tidak pernah membayangkan punya pendapatan sebanyak itu. Saya hanya tamatan SD, berasal dari keluarga susah di Jateng," tuturnya.

"Program Pak Harto itu bagus. Tolong dilanjutkan supaya warga semakin makmur," kata petani plasma lainnya Parjan. Karena itu, dia meminta Mentan memperjuangkan ke pemerintah agar PIR Trans dilanjutkan.

Dirut PT Asian Agri Semion Tarigan menjelaskan kerja sama perusahaan dengan petani dimulai pada 1987. "Pelaksanaannya, penuh tantangan," tuturnya usai memberikan bantuan pembangunan Masjid Nurul Ikhlas Rp50 juta dan ternak sapi Rp50 juta.

Berkat bantuan berbagai pihak, terutama pemerintah kabupaten dan Pemprov Riau, kemitraan dengan petani berjalan. Dewasa ini, kemitraan Asian Agri dengan petani bukan hanya PIR Trans, tetapi juga dengan pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).

Luas lahan petani binaan Asian Agri di Riau masing-masing 29,6 hektare dengan jumlah petani sebanyak 14.812 kepala keluarga berupa PIR Trans dan dengan pola KKPA seluas 6.900 hektare dengan 3.113 kepala keluarga. "Petani binaan kami semakin dipercaya, diincar bank untuk diberikan kredit," tuturnya.

Persoalannya, para petani mengeluhkan soal pupuk. Selain harganya semakin mahal, mendapatkannya pun sulit. "Ini dia," kata Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, di sela-sela dialog dengan petani plasma perusahaan itu.

Nasib petani perkebunan khususnya yang bertanam kelapa sawit, katanya, jauh lebih beruntung atau lebih baik daripada petani di lahan tanaman pangan di Jawa. "Pendapatan Anda, lebih baik dari gaji menteri [Rp19 juta]," ujarnya.

Mentan meminta petani tidak berharap harga pupuk akan turun. Petani sebaiknya tidak bergantung pada pupuk kimia. "Saatnya menggunakan pupuk organik," kata Mentan.

Pasalnya, penggunaan pupuk organik, tidak akan menyulitkan petani. Bahan baku pupuk itu mudah didapatkan petani. Mulai dari sampah tanaman seperti pelepah dan tandan kosong kelapa sawit hingga kotoran hewanpiaraan, khususnya sapi.

Bahkan, kotoran sapi itu bisa dijadikan biogas yang bisa menggantikan bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak tanah. "Perusahaan inti, seperti Asian Agri, bisa dan diyakini mampu mengajarkan teknologi pembuatan pupuk organik kepada plasmanya," katanya.